Komunikasi Kesehatan oleh Pos Kesehatan Desa tentang Pentingnya Kebersihan dengan Pendekatan Konsep Health Belief ModelÂ
Perilaku Buang Air Besar (BAB) sembarangan masih menjadi masalah kesehatan yang signifikan di Indonesia, termasuk di Desa Cit, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka. Dalam konteks ini, pendekatan Health Belief Model (HBM) dapat memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana persepsi masyarakat terhadap kesehatan memengaruhi perilaku mereka. HBM menekankan pentingnya pemahaman individu tentang risiko kesehatan dan manfaat dari perubahan perilaku, yang sangat relevan dalam upaya mengatasi perilaku BAB sembarangan.
Salah satu komponen utama HBM adalah perceived susceptibility atau persepsi kerentanan. Masyarakat perlu menyadari bahwa mereka berisiko terkena penyakit akibat praktik BAB sembarangan, seperti diare dan infeksi saluran pencernaan.Â
Di Desa Cit, meskipun telah dilakukan sosialisasi tentang pentingnya kebersihan, masih ada warga yang merasa nyaman melakukan BAB di tempat terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran akan risiko kesehatan belum sepenuhnya tertanam dalam masyarakat.Selain itu, perceived severity atau persepsi keparahan juga berperan penting.Â
Masyarakat harus memahami bahwa konsekuensi dari BAB sembarangan tidak hanya berdampak pada kesehatan individu tetapi juga pada kesehatan komunitas secara keseluruhan. Penyakit yang ditularkan melalui sanitasi yang buruk dapat menyebabkan malnutrisi dan stunting, terutama pada anak-anak. Dengan meningkatkan pemahaman akan keparahan masalah ini, diharapkan masyarakat akan lebih termotivasi untuk beralih ke praktik yang lebih sehat.
Komponen lain dari HBM adalah perceived benefits, yaitu keyakinan bahwa perubahan perilaku akan membawa manfaat. Dalam konteks ini, edukasi yang dilakukan oleh Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) tentang pentingnya memiliki jamban dan menjaga kebersihan sangat krusial. Ketika masyarakat menyadari bahwa menggunakan jamban dapat mencegah penyakit dan meningkatkan kualitas hidup, mereka lebih cenderung untuk mengubah perilaku mereka.
Namun, tantangan muncul dari perceived barriers atau hambatan yang dirasakan. Banyak warga masih enggan menggunakan jamban karena kebiasaan lama atau merasa lebih nyaman melakukan BAB di tempat terbuka. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk mengatasi hambatan ini melalui pendekatan yang lebih inklusif dan partisipatif.
Cues to action, atau isyarat untuk bertindak, juga sangat penting dalam mendorong perubahan perilaku. Sosialisasi yang dilakukan oleh Poskesdes merupakan langkah awal yang baik, namun perlu ada upaya berkelanjutan untuk memastikan pesan tersebut sampai kepada semua anggota masyarakat.Â
Selain itu, meningkatkan self-efficacy atau keyakinan diri masyarakat untuk melakukan perubahan juga menjadi kunci. Jika masyarakat merasa mampu untuk menjaga kebersihan dan menggunakan jamban dengan baik, kemungkinan mereka untuk beralih dari praktik BAB sembarangan akan meningkat.
Dalam menghadapi masalah perilaku BAB sembarangan di Desa Cit, pendekatan Health Belief Model memberikan kerangka kerja yang berguna untuk memahami bagaimana persepsi kesehatan memengaruhi tindakan individu. Komunikasi kesehatan yang efektif harus mampu meningkatkan kesadaran akan risiko dan keparahan masalah sanitasi serta manfaat dari perubahan perilaku.Â
Dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat dan mengatasi hambatan-hambatan yang ada, kita dapat berharap untuk melihat perubahan positif dalam perilaku kesehatan masyarakat.Melalui upaya kolaboratif antara pemerintah desa, Poskesdes, dan masyarakat itu sendiri, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan bersih bagi semua. Mari bersama-sama kita tingkatkan kesadaran akan pentingnya hidup bersih demi kesehatan bersama!