Pemilihan umum tahun 2024 di Indonesia menandai era baru dalam politik nasional. Untuk pertama kalinya, suara Generasi Z, atau Gen Z, menjadi fokus utama para calon presiden dan wakil presiden. Capres dan cawapres yang berlomba dalam pemilu 2024 menyadari pentingnya suara Gen Z. Mereka memahami bahwa untuk menang, mereka harus berbicara dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh Gen Z dan menangani isu-isu yang penting bagi mereka. Media sosial menjadi medan utama kampanye, dengan capres dan cawapres menggunakan platform seperti Instagram, Twitter, dan TikTok untuk menjangkau pemilih muda. Mereka berbagi visi dan rencana mereka dalam format yang menarik dan mudah dicerna, seperti video pendek, infografis, dan meme.
Dalam sistem demokrasi untuk menentukan pemimpin negara divote melalui pemilu. untuk memenangkan sebuah pemilu, seorang capres maupun cawapres harus memperoleh suara terbanyak. Maka sebenarnya apakah pemilihan pemimpin sebuah negara berdasarkan kualitas dan pengalaman atau berdasarkan suara terbanyak yang didapatkan?. Komisi pemilihan umum (KPU) menetapkan Daftar pemilih tetap (DPT) pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 pemilih. Tentu saja didominiasi oleh gen Z. Berdasarkan databoks.katadata.co.id yang ditulis oleh Muhammad (2023) Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dirilis Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) menunjukkan bahwa 22,85 persen dari total DPT Pemilu 2024 adalah Generasi Z . Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah apa sebenarnya motivasi gen Z untuk mengikuti pemilu?. Dilansir dari artikel dengan judul GENERASI Z DALAM PEMILU: POLA BERMEDIA GENERASI Z DALAM PENCARIAN INFORMASI POLITIK yang ditulis oleh Nona Evita (2023) menunjukkan 60,25 persen motivasi terbesar gen Z ikut pemilu 2024 adalah ingin berpartisipasi menentukan pemimpin Indonesia. Selain itu sebanyak 16,01 persen menganggap pemilu akan membawa perubahan bagi Indonesia. Dan dalam penelitian tersebut juga disebutkan sebanyak 75,69 persen gen Z mendapatkan informasi politik melalui platform media sosial. Padahal kecenderungan gen Z untuk membuka media sosial adalah karena untuk mendapatkan hiburan. Ini menunjukkan bahwa untuk memenangkan suara terbanyak Capres dan Cawapres harus berkampanye melalui konten media sosial yang notabenenya bersifat hiburan untuk menggaet emosional gen Z. Tetapi tidak cukup disitu Capres dan Cawapres juga harus memenangkan pikiran, dengan visi, misi, kebijakan serta janji yang dibuat nya sehingga pemilih akan memilih secara rasional.
Kampanye menjadi serangkaian usaha dan suatu tindakan komunikasi yang terencana untuk mendapatkan dukungan dari sejumlah orang. Dalam moment ini harusnya dimanfaatkan Capres dan Cawapres untuk memberikan edukasi terkait visi dan rencana mereka, tentunya melalui media sosial karena targetnya pasti gen Z. Tetapi yang banyak muncul sebenarnya adalah propaganda yang problem utamanya adalah hoax dan misinformasi. Bahkan menurut data banyak sekali berita hoax tentang pemilu yang ditemukan oleh Kominfo. Ketika gen Z menelan mentah mentah tentang semua isu politik yang beredar ini bisa berdampak perubahan ideologi warga dan tentunya akan memilih pihak tertentu berdasarkan informasi yang salah.Â
Solusi untuk gen Z berdasarkan akun youtube Raymond chin yang telah saya tonton adalah, buatlah keputusan secara fakta dan objektif, baru ikuti kata hati. Seharusnya pemilu itu fair dan tujuannya untuk mempersatukan agar negara maju, ucap Raymod. Harapannya pemilu 2024 Capres dan Cawapres siapapun itu dapat menyampaikan kampanye mereka dengan hal yang positif tentunya dengan mempengaruhi emosional serta pemikiran warga negara Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H