Aroma of Heaven merupakan film dokumenter yang mengangkat mengenai perjalanan kopi di Indonesia. Latar yang diambil untuk film ini adalah daerah-daerah penghasil kopi di Indonesia, seperti Gayo dan Flores. Pada tahun 2015, Aroma of Heaven ditayangkan dan mendapatkan penghargaan di Ahvaz International Science Film Festival 2015 di Iran dan Hainan International Maritime Silk Road Film Festival 2015 di Tiongkok. Selain itu di tahun yang sama, Aroma of Heaven juga melakukan roadshow di 7 negara bagian Amerika Serikat.
Sebenarnya, ide awal dari terbentuknya film ini sangat sederhana, yaitu Budi Kurniawan selaku Sutradara Aroma of Heaven, yang juga telah lama berkecimpung di industri perfilman merasa bahwa dimanapun ia berada, selalu ada kopi yang menemani tapi tidak pernah diperhatikan dengan detail. Hingga suatu hari, ada franchise kopi dari luar negeri yang mulai memasuki pasar Indonesia dan menjadi terkenal, tapi hanya sebatas masyarakat mengkonsumsi kopi tersebut tanpa memperhatikan aspek lainnya. Keheranan Budi bahwa kopi itu dekat dan selalu menemani tapi mengapa selalu luput dari perhatian belum terjawab. Sehingga, Budi memutuskan untuk mulai mencari tahu dan melakukan riset secara teks dengan mendatangi perpustakaan nasional, tapi yang didapat adalah literasi mengenai kopi sangat sedikit, padahal kopi merupakan minuman yang tiap hari dikonsumsi. Dari situlah muncul pemikiran, bahwa kopi akan menarik jika dijadikan karya audiovisual berbentuk film dokumenter.
Film Aroma of Heaven merupakan proyek independen yang dilakukan oleh Budi Kurniawan, dan dalam prosesnya memakan waktu yang cukup lama yaitu 5 tahun. Proses produksi yang dijalani dalam membuat film ini dapat dikatakan bebas dan tidak terikat. Dalam proses pembuatan film, Budi menyebutkan bahwa pola produksi tiap orang atau proyek itu berbeda-beda, setiap pola memiliki konsekuensi masing-masing dan dalam perjalanannya harus siap menerima konsekuensi dari pilihan tersebut. Budi percaya bahwa pola desain produksi harus dibuat senyamannya, karena pola desain produksi dapat membangun budaya kerja, dan membangun budaya kerja jauh lebih penting daripada menerapkan pola yang ketat seperti mengkotak-kotakkan produksi dalam bentuk pra produksi, produksi dan pasca produksi.
Tak jarang, penentuan subjek dalam film dokumenter menjadi kendala bagi pemula yang ingin mendalami film dokumenter. Menurut Budi, penentuan subjek di film dokumenter sedikit mirip dengan penentuan subjek di film fiksi, dimana proses casting berlangsung. Seperti yang dilakukannya untuk film Aroma of Heaven, Budi memetakan siapa aja yang sesuai dengan film ini, lalu mengurutkannya dan kemudian menghubunginya satu persatu. Saat proses itulah, Budi bisa melihat dan memilih mana yang cocok untuk ikut serta dalam proses pembuatan film dan mana yang harus dikesampingkan.
Lokasi syuting film Aroma of Heaven ada lebih dari dua daerah, dan tentunya di setiap daerah, tim produksi harus melakukan pendekatan sebelum memulai proses syuting. Pendekatan penting untuk dilakukan agar subjek merasa nyaman dan hasil dari video yang diambil dapat terlihat lebih realistis. Proses pendekatan yang dilakukan Budi sangat sederhana, yaitu tidak mengeluarkan kamera di hari pertama datang ke lokasi dan berbaur dengan warga sembari mengutarakan tujuan. Saat kedekatan yang diinginkan mulai terlihat, proses pengambilan gambar dapat dilakukan secara bertahap, yaitu dari jarak jauh terlebih dahulu baru kemudian mendekat secara pelan-pelan.
Begitulah ritme dan perjalanan dari terbentuknya Aroma of Heaven, mulai dari ide sederhana yang berasal dari hal yang begitu dekat dengan kehidupan sehari-hari, namun seringkali diacuhkan begitu saja hingga proses produksinya yang memakan waktu cukup lama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H