Gaya kepemimpinan ini tidak memberikan kontrol atau koreksi terhadap pekerjaan anggotanya. Tanpa adanya arahan atau saran dari guru sebagai pemimpin, tugas dan kerjasama diserahkan kepada siswa/anggota kelompok.
Kalaupun ada pemimpin, kalau ada guru, murid lebih banyak melakukan hal yang ingin diperhatikan, oleh karena itu Laizzes faire merupakan gaya kepemimpinan yang biasanya tidak efektif. Ketika guru keluar dari kelas, tindakan siswa biasanya lebih produktif.
- Gaya Kepemimpinan OtoriterÂ
Kepemimpinan ini dicirikan oleh seorang pemimpin yg sepenuhnya memberikan semua keputusan dan kebijakan pada dirinya sendiri. Mereka bertanggung jawab atas semua pembagian tanggung jawab dan tugas, hanya dengan bawahan bertanggung jawab atas apa yang sudah diberikan kepadanya. Mereka dengan kepemimpinan ini bertanggung jawab atas seluruh bagian pelaksanaan. Mereka menjelaskan yang mau dia capai serta bagaimana dia ingin mencapainya, baik tujuan besar maupun kecil.
Mereka yang menggunakan gaya ini bertindak seperti supervisor untuk semua aktivitas anggotanya dan memberikan solusi ketika mereka menghadapi tantangan. Gaya kepemimpinan ini terkadang mengingatkan rekan bawahannya untuk jangan menimbulkan apapun dengan memaksakan disiplin yang keras atau menetapkan tujuan yang mustahil..
- Gaya kepemimpinan Demokratis
Siswa memiliki kesempatan untuk memilih materi apa yang mereka butuhkan untuk belajar berkat gaya kepemimpinan guru yang demokratis. Karena adanya kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi dalam pembelajaran, gaya kepemimpinan demokratis ini memastikan siswa merasa senang dengan mata pelajaran yang disampaikan.
Gaya kepemimpinan guru yang demokratis adalah salah satu yang mendorong instruktur dan siswa untuk membentuk persahabatan berdasarkan saling pengertian dan kepercayaan. Sikap ini dapat membantu terciptanya pengaturan belajar-mengajar yang ideal, dan murid akan belajar secara efektif baik saat diawasi oleh guru maupun saat tidak diawasi.
- Gaya Kepemimpinan Kharismatis
Yaitu gaya kepemimpinan yang bisa menambah perhatian orang-orang sebagai akibat dari banyaknya atribut yang ditempati oleh seorang pemimpin yang ditunjuk secara ilahi. Mereka  ini memiliki keunggulan dalam menarik individu. Mereka tertarik oleh nada suaranya yang ceria. Mereka berkembang dengan pengalaman baru. Akan tetapi, kelemahan dari gaya kepemimpinan ini adalah analog dengan pepatah "Penjepit Kosong Kedengarannya Keras". Yaitu memiliki kemampuan untuk menarik manusia kepadanya. Orang-orang ini akan frustrasi setelah beberapa saat karena pemimpin yang tidak dapat diandalkan. Apa yang dikatakan tidak ditindaklanjuti. Ketika dihadapkan dengan tanggung jawab, mereka memberikan penjelasan, permohonan maaf, dan janji.
Gaya kepemimpinan kharismatis dapat menjadi efektif apabila:
- Mereka belajar untuk berkomitmen, bahkan jika sering gagal, gaya kepemimpinan karismatik dapat bermanfaat.
- Menggunakan orang lain untuk menghilangkan kekurangan mereka, menghasilkan perilaku yang kacau dan tak terorganisir.
- Gaya Kepemimpinan Moralis
Ditandai dengan penghargaan yang tinggi terhadap bawahan. Seorang pemimpin moralis biasanya menyenangkan dan baik kepada semua orang. Mereka memiliki tingkat simpati yang besar kepada keprihatinan bawahannya. Pemimpin ini mewujudkan setiap kebajikan. Gaya kepemimpinan moralis ini bekerja dengan baik ketika:
- Kemampuan seorang pemimpin moralis untuk mengatasi kesulitan dan ketidakstabilan emosinya merupakan perjuangan se-umur hidup.
- Belajarlah untuk dapat mempercayai orang atau kamu dapat mengecewakan mereka jika sesuatu terjadi pada waktunya sendiri.
- Perspektif Siswa terhadap Kepemimpinan Guru
Melalui pandangan bawahan, cara seorang pemimpin menggunakan gaya kepemimpinan dilihat dan dinilai oleh orang-orang yang dipimpinnya (siswa). Persepsi, menurut Soenardji (1998: 83), adalah proses penafsiran dan pengorganisasian informasi yang diperoleh alat indera dari luar. Persepsi, menurut Dimyati (1990: 132), adalah proses menafsirkan informasi dari indera dan memberi makna pada rangsangan sensorik, mirip dengan definisi Soenardji.
Sedangkan persepsi, menurut Sarlito Wirawan (1992: 45), adalah penyatuan dan koordinasi berbagai indera dalam pusat saraf (otak) yang lebih tinggi sehingga manusia dapat menilai objek.