Mohon tunggu...
Rizqi Subagja
Rizqi Subagja Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Pemula

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Relavansi Zuhud dalam Etos Bisnis

7 Januari 2024   15:18 Diperbarui: 7 Januari 2024   15:20 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Assalamualaikum teman kompasiana, pada kesempatan kali ini penulis akan membahas tentang Relavansi Zuhud dalam Etos Bisnis, penulis mengambil tema tersebut karena seperti yang kita ketahui sudah takdir kita sebagai manusia diciptakan oleh allah untuk ma'rifat kepadanya, namun ketika dikehidupan dunia ini kita harus berekonomi, disini penulis akan memaparkan bagaimana pentingnya berekonomi didunia selain ma'rifat kepada allah sebab selain kita harus mencari pahala untuk akhirat namun kita juga harus seimbang antara kehidupan duniawi sebab kita masih ada dialam dunia yang memerlukan bekal juga.

nah teman kompasiana menurut Pandangan orang awam dan sebagian orientalis, memahami zuhud itu sebagai tahapan (maqam) dalam tasawuf sebagai anti kemajuan dan pro kemunduran. Menekuni dan mengamalkan zuhud dipandang sebagai sikap realitas menjauhi dunia dan membangun jalan kemunduran umat. Memang ada pandangan keliru dari masayarakat tentang pengertian zuhud. Pandangan mereka bagi seseorang yang bertindak zuhud adalah seseorang yang berpakaian kumel, dan lusuh, tidak peduli dengan orang lain, dan asyik berdzikir mengingat Tuhan-nya. Paham zuhud ektrem akan membawa seseorang eklusif dan pasif terhadap peradaban dunia. Apalagi pengaruh ajaran sebagian kalangan sufi klasik bersifat asketis, fatalis, dan tidak mau bekerja. Zuhud itu bisa saja bersama dengan orang yang memiliki kekayaan atau bersama kefakiran. Diantara para nabi dan kalangan umat Islam terdahulu, bersikap zuhud namun memiliki kekayaan yang berlimpah dan suka bekerja keras, seperti salah satu sahabat nabi abdurahman bin auf.

berikut penulis paparkan sedikit kisah Abdurrahman bin Auf

beliau adalah seorang pedagang sukses. Kerja kerasnya dalam berdagang membuat Abdurrahman menjadi konglomerat dengan harta yang berlimpah di masa nabi. Kala itu, dia dekat dengan Abu Bakar ash-Shiddiq. Saat Abu Bakar memeluk Islam, khulafaur Rasyidin pertama itu memperkenalkan Islam kepada Abdurrahman, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Thalhan bin Ubaidillah, dan Sa'ad bin Abi Waqqash.

Tanpa keraguan, mereka langsung menghadap Rasulullah dan menyatakan keimanannya. Sejak saat itu, Abdurrahman selalu setia di sisi Rasulullah. Jika tidak sedang salat di masjid, berjihad dalam perang, Abdurrahman bakal berdagang.

Rahasia sukses Abdurrahman bin Auf dalam berdagang adalah menghindari yang haram dan syubhat atau yang tidak jelas kehalalan dan keharamannya. Selain itu, dia juga selalu membagikan hartanya dengan keluarga, saudara dan agama Allah. Abdurrahman semakin giat bersedekah sejak mendapat nasihat dari Rasulullah.

"Wahai Ibnu Auf, sesungguhnya engkau adalah kelompok orang-orang kaya dan engkau akan masuk surga dengan merangkak. Karena itu berilah pinjaman kepada Allah niscaya dia lepaskan kedua kakimu," sabda Rasulullah.

Abdurrahman pernah menjual tanah seharga 1000 dinar dan membagikan seluruh dinar itu kepada keluarganya Bani Zuhrah, istri-istri Nabi, dan warga yang miskin. Dia juga pernah memberikan 500 kuda untuk pasukan Muslimin yang bakal berperang. Dia juga menyumbangkan 1500 unta.

Kekayaan tak membuat Abdurrahman kufur dan tamak. Dia tetap hidup dengan dermawan. Tak hanya harta, dia bahkan rela mempertaruhkan nyawanya dalam peperangan.

jadi penulis dapat simpulkan zuhud itu bukan meninggalkan dunia tapi maksudnya itu tidak terikat oleh dunia, kita boleh berbisnis dan bekerja keras didunia namun hasilnya itu dijadikan  untuk mencari ridho allah, jangan sampai kita diperbudak oleh harta kekayaan kita namun jadikan harta kita sebagai pelayan untuk menuju surga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun