Mohon tunggu...
RiLando
RiLando Mohon Tunggu... -

Manusia biasa saja instagram.com/rililydo

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Salah Asuhan, Roman Terbitan Jaman Kolonial

13 Juni 2012   02:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:03 1392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu yang lalu saya membaca ulang sebuah roman, karya sastra lama 'Salah Asuhan' karya Abdul Muis.  Karya sastra ini pertama kali terbit tahun  1928 oleh penerbit Balai Pustaka, penerbit buku-buku yang "cocok untuk bacaan pribumi Indonesia". Karya sastra ini dianggap sebagai salah satu karya sastra Indonesia modern awal terbaik sepanjang masa. Karya sastra tersebut bercerita tentang kisah cinta dan permasalahan adat dan bangsa kala itu, Hanafi yang keturunan Minangkabau dan temannya setengah Perancis setengah Minangkabau, Corrie du Busee. Hanafi yang seorang Minangkabau muslim sangat mengagung-agungkan budaya barat dan memiliki banyak teman orang Eropa. Setelah menyelesaikan sekolahnya di Solok, Sumatera Barat, Hanafi menyatakan cintanya kepada Corrie. Corrie membalas cintanya tetapi dia pergi ke Jakarta karena merasa mereka tak akan bisa bersatu karena Hanafi adalah seorang pribumi. Akhirnya Hanafi menikah dengan Rapiah, sepupunya karena tuntutan adat.

Setelah beberapa tahun menikah, teman-teman Eropanya meninggalkannya karena perlakuannya terhadap keluarganya, termasuk Rapiah dan anak kandung mereka sendiri. Kelakuannya tiap hari makin buruk. Pada suatu waktu dia digigit oleh seekor anjing gila. Karena anjing itu mengidap rabies, Hanafi dibawa ke Batavia untuk berobat. Setelah sampai di Batavia dia malah bertemu dengan Corrie dan mereka saling jatuh cinta. Akhirnya mereka menikah dan Hanafi mendapat status yang sama dengan ‘orang Eropa’, dan mengganti namanya menjadi Chrisye. Dia tidak memikirkan keluarganya di Solok, bahkan tidak pernah mencemaskan mereka sedikitpun.

Setelah mereka menikah, kehidupan mereka baik-baik saja. Tetapi lama-kelamaan Hanafi menjadi posesif kepada Corrie dan mempertanyakan kesetiaanya karena Corrie sering bertemu dengan pria tanpa sepengetahuan Hanafi. Kecemburuan Hanafi semakin menjadi-jadi dan pada suatu hari saat mereka bertengkar Hanafi kehilangan kontrol dan menampar Corrie. Corrie yang merasa tersakiti akhirnya pergi meninggalkan Hanafi ke Semarang. Di sana dia bekerja di sebuah panti asuhan.

Teman-teman Hanafi di kantor tempat dia bekerja mengucilkannya karena perselisihannya dengan Corrie. Setelah seseorang mengatakan kepadanya bahwa dia bertindak buruk, Hanafi menyadari bahwa dia salah dan pergi ke Semarang untuk meminta maaf kepada Corrie. Sesampainya di Semarang dia menemukan bahwa Corrie sedang sekarat karena penyakit Kolera. Corrie akhirnya memaafkannya dan meninggal.

Setelah itu Hanafi merasa terpukul dan pulang ke kampung halamannya di Solok. Tidak lama setelah dia sampai di kampung halamannya dia menderita penyakit. Saat sekarat dia meminta maaf pada keluarganya dan setelah itu meninggal. Kemudian Rapiah berjanji tak akan membesarkan anaknya seperti orang Eropa.

Sebenarnya penerbitan roman ini awalnya sangat sulit. Karena cerita aslinya bukanseperti itu. Naskah aslinya dicekal. Ini terkait dengan kisah kontroversial di mata pemerintah Belanda. Corie yang asli digambarkan mengandung unsur-unsur "negatif" yang bisa menyudutkan pihak Belanda (saat itu sebagai penguasa di Indonesia). Jika roman ini tetap dikeluarkan akan memicu kritikan yang sulit untuk diatasi oleh Komisi Bacaan Rakyat (kemudian menjadi Balai Pustaka).

Desakan Balai Pustaka dan keinginan Abdoel Moeis agar novelnya diterbitkan, menyebabkan ia setuju untuk menulis kembali Salah Asuhan terutama pada Hanafi dan Corie yang menjadi pusat dari seluruh cerita.

Semula diceritakan kalau Corie adalah wanita Belanda yang menikah dengan pria pribumi (Hanafi). Wanita pesolek yang senang pergaulan bebas. Berani main dengan pria lain meski berstatus sebagai istri Hanafi, selanjutnya ia dicerai oleh Hanafi. Corie kemudian terjerumus dalam prostitusi, akhirnya meninggal dunia karena ditembak oleh pelanggannya yang iri. Sangat berbeda dengan cerita yang beredar sekarang, Corrie digambarkan sebagai wanita baik-baik yang meninggal dengan terhormat.

Sayangnya, kita sudah tidak bisa membaca naskah asli dari Salah Asuhan ini. Jadi, naskah yang beredar kini adalah naskah yang sudah mengalami perubahan akibat tekanan pemerintah Belanda.

Roman ini mengangkat persoalan suku bangsa waktu itu. Di mana suku bangsa paling unggul dan paling ‘diutamakan’ adalah orang Eropa (kulit putih). Sedangkan bumiputera (pribumi) menempati urutan ke-tiga setelah golongan timur asing (asia).

Dari roman tersebut ada pesan yang disampaikan penulis, bagaimana pentingnya kesadaran berbangsa dan tidak meninggalkan budaya bangsa. Kehidupan masa penjajahan memang sulit. Hanya orang-orang yang beruntung saja yang dapat hidup bekecukupan, yang kurang beruntung, kategori ini yang terbanyak, hidup menderita. Karena itu, lebih banyak yang merasa dendam dengan bangsa penjajah. Walaupun begitu tetap saja bangsa penjajah dianggap lebih beradab oleh sebagian orang. Kemajuan teknologi dan pendidikan membuat mereka sedikit- demi sedikit meninggalkan budaya sendiri. Permasalahan yang mirip sepeti sekarang. Orang lebih menganggap kebudayaan barat lebih keren dan beradab daripada kebudayaan sendiri.

Salah Asuhan terbit saat Indonesia dijajah Belanda. Buku ini diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka, penerbit buku-buku yang "cocok untuk bacaan pribumi Indonesia". Berarti buku ini ditujukan oleh pribumi, walaupun bangsa lain boleh membacanya. Penulisnya seorang pribumi (Abdul Muis). Berarti pada masa itu sudah terdapat pribumi yang bisa membaca dan menulis, tidak buta huruf. Banyak buku terbitan Balai Pustaka yang lain yang tak kalah bagusnya. Selain sebagai bahan bacaan yang menarik, buku ini juga berfungsi sebagai sarana politik pemerintah kolonial. Menegaskan bahwa pada waktu itu hidup di Hindia Belanda aman-aman saja, hanya orang yang mau berusaha yang hidup berkecukupan. Hidup pada masa kolonial tak selamanya buruk. Selebihnya silakan baca bukunya saja.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun