Seiring dengan perkembangannya zaman yang semakin maju, kebutuhan akan media sosial seakan menjadi sebuah kebutuhan pokok. Hampir sebagian besar kedudukan kehidupan nyata (Real Life) tergantikan oleh kedudukan dunia maya (Cyber Space). Alasannya, di dalam dunia maya seseorang bisa mengekspresikan dirinya sesuai dengan keinginannya. Disini saya akan membahas mengenai masyarakat yang menjadi hiperrealitas tersebut.
Sebelum membahas tentang teori hiperrealitas, saya akan mengenalkan pencetus teori hiperrealitas yaitu Jean Baudrillard. Jean Baudrillard lahir pada tanggal 20 Juni 1929 di Paris dan wafat pada 6 Maret 2007. Baudrillard belajar Bahasa Jerman di Universitas Sorbonne di Prancis yang juga mengajar Bahasa Jerman pada tahun 1958-1966 di Lychee. Baudrillard menyelesaikan tesis Ph.D-nya pada tahun 1966. Tahun 1966-1972 Baudrillard bekerja sebagai asisten professor.
Tahun 1972 menyelesaikan habilitasinya dan mulai mengajar sosiologi sebagai Professor di Universite de Paris-X Nanterre, dan pada tahun 1986-1990 Baudrillard menjabat sebagai direktur ilmiah di IRIS di Universite de Paris-IX Dauphine. Baudrillard merupakan seorang pakar kebudayaan dan juga seorang filosof, komentator politik, sosiolog, dan juga fotografer. Pemikirannya dipengaruhi oleh beberapa tokoh filsuf lain seperti Psychoanalisis (Freud), Surrealism dan Eroticism (Bataille), Objektivity and Linguistic-Sociological Interface (Maus), dan yang paling berpengaruh dalam mempengaruhi pikirannya ialah Marxisme.
Di dalam jurnal artikel yang ditulis oleh Merri Febriana yang berjudul "Hiperrealitas 'Endorse' Dalam Instagram Studi Fenomenologi Tentang Dampak Media Sosial di Kalangan Mahasiswa Universitas Sebelas Maret", menjelaskan bahwa hiperrealitas adalah keadaan runtuhnya realitas karena telah diambil alih oleh rekayasa virtual yang dianggap lebih nyata dari realitas itu sendiri, sehingga perbedaan antara keduanya menjadi kabur. Jadi, hiperrealitas yang disebut sebagai realitas yang benar-benar real, nantinya akan menggantikan realitas yang real sebelumnya.Â
Dalam pemahaman saya mengenai hiperrealitas, ialah sebuah keadaan dimana individu tidak bisa membedakan antara kenyataan dengan fantasi atau antara kehidupan nyata (Real Life) dengan dunia maya (Cyber Space). Konsep mengenai hiperrealitas juga dibarengi dengan konsep Baudrillard lain yaitu konsep simulasi (simulation). Simulasi merupakan penciptaan kenyataan melalui model yang berhubungan dengan mitos, yang mana mitos sendiri tidak dapat dipertanggungjawabkan akan kebenarannya dalam kehidupan nyata. Jadi bisa dipahami bahwa hiperrealitas muncul atas bercampur aduknya antara kenyataan dengan dunia maya.
Contoh fenomena sosial hiperrealitas yang dapat kita ambil adalah media sosial Instagram. Instagram ini adalah sebuah media untuk mengekspresikan sebuah individu baik dari segi fashion, make up, dan beberapa jenis foto lainnya. Jadi tidak sedikit yang mengatakan bahwa Instagram adalah media sosial yang penuh dengan tipu daya karena apa yang ditampilkan atau yang di upload di dalam Instagram misalnya foto seseorang, tidak sesuai dengan kenyataan. Kasus ini merupakan bukti dari simulasi realitas sosial, yaitu realitas sosial yang dibangun taanpa referensi yang jelas dan berakibat menghilangnya dunia realitas menjadi dunia fantasi.
DAFTAR REFERENSI :
Bakri, Wahyuddin. "BIOGRAFI TOKOH-TOKOH SOSIOLOGI Klasik Sampai Postmodern." OSF Preprints, June 20, 2020. https://doi.org/10.31219/osf.io/5kt8z.
Febriana, Merri. "Hiperrealitas 'Endorse' Dalam Instagram Studi Fenomenologi Tentang Dampak Media Sosial Di Kalangan Mahasiswa Universitas Sebelas Maret." Jurnal Analisa Sosiologi 6, no. 2 (2017): 18--29.
Zakirah, Dinda Marta Almas. "Mahasiswa Dan Instagram (Study Tentang Instagram Sebagai Sarana Membentuk Citra Diri Di Kalangan Mahasiswa Universitas Airlangga)." PhD Thesis, Universitas Airlangga, 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H