Mohon tunggu...
Rizky Sopiyandi
Rizky Sopiyandi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Alumnus Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung. aktif dalam organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, Forum Penulis KPI, Forum Komunikasi Mahasiswa KPI, dan pimpinan Komunitas Lingkar Ilmu Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Kunjungi Juga: http://prosesberfikir.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mau (Untuk Bisa), atau Tidak?

27 September 2012   16:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:35 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ya, tentu saja. Sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia yang lainnya. Dalam Islam terdapat konsep Hablumminannas, konsep yang mengatur bagaimana berhubungan dengan sesama manusia dalam perspektif Islam (Ukhuwah Islamiyyah). Atau pada  Agama lain dikenal dengan konsep ajaran Kasih Sayang.

Kita bisa merenungkan mengapa 3 tokoh yang penulis ceritakan diawal menjadi manusia-manusia yang berpengaruh terhadap peradaban kita. Manfaat, mereka memberikan manfaat yang begitu besar terhadap kehidupan kita sebagai manusia dengan segala keterbatasan yang mereka miliki.

Lalu… mungkin dalam benak anda mulai bertanya, Mengapa Kita Harus Bermanfaat??

Penulis pun pernah bertanya hal yang sama kepada salah satu dosen yang penulis nilai dosen terhebat yang Fakultas Dakwah dan Komunikasi miliki, beliau bernama bapak Iir (lupa nama panjangannya), saat itu beliau menjawab dengan simple namun sangat berisi. Beliau menjawab, mengapa kita harus bermanfaat bagi yang lain, tak lain dikarenakan kita diberikan potensi untuk itu, potensi untuk bermanfaat.

Dan setelah penulis renungkan, mengapa tidak memberikan sebuah manfaat bagi yang lain sedangkan potensi yang Tuhan berikan kepada setiap manusia ---potensi yang heterogen--- begitu luarbiasa. Sekalipun yang menjadi masalah adalah bagaimana kita melihat setiap perbedaan potensi tersebut.

Jelas, manfaat yang diberikan seorang ilmuan adalah penemuan-penemuannya yang bisa dinikmati oleh orang banyak. Seorang pemilik perusahaan yang dapat mempekerjakan banyak orang demi keberlangsungan hidup mereka. Seorang penyakitan yang memberikan manfaat bagi seorang dokter untuk mengamalkan ilmu kesehatannya. Bahkan mungkin seorang cacat yang sudah tidak bisa melakukan apapun setidaknya dapat memberikan manfaat bagi manusia yang sehat jasmaninya untuk senantiasa bersyukur dengan kondisinya. Inti dari pada ini adalah, semua manusia dengan potensi yang dimilikinya adalah sebuah mekanisme simbiosis mutualisme. Untuk menjadi bermanfaat dan memanfaatkan.

Hei.. Kawan, tentu saja itu tidak mudah. Label manusia dengan potensi yang melekat pada diri kita, tentu saja menuntut kita untuk senantiasa memberikan sumbangsih pemikiran, tenaga maupun materi kepada dunia. Itulah kiranya yang menjadi sebab manusia diangkat menjadi Khalifah dimuka bumi ini. Manusia sebagai makhluk yang mulia, setelah menjadi pemenang ajang pertarungan dengan dirinya sendiri. Bertarung dengan apa yang ia tidak senangi. Oleh karena itu, penulis merumuskan jika “kemuliaan kita adalah apa yang tidak kita senangi”.

Maka, paradigma manusia yang berhakikat tidaklah bermuara pada sebuah tanya “Bisa atau Tidak”, tapi “Mau (Untuk Bisa), atau Tidak?”

Lihat juga di : http://prosesberfikir.blogspot.com/2012/09/mau-untuk-bisa-atau-tidak.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun