Mohon tunggu...
Rizky Saraswati
Rizky Saraswati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Business enthusiast | A long life learner

Everyone can win, so clap for the others

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Perjalanan Waktu (bagian 1)

11 Agustus 2024   19:30 Diperbarui: 11 Agustus 2024   19:33 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Kulirik arloji usang dalam saku jaketku. Waktu menunjukkan pukul 23.11.

"sebentar lagi datang" pikirku

Benar saja, tak sampai semenit kereta tiba. Bergegas kulangkahkan kaki mendekati gerbong. Membaca amgka-angka dalam tiketku dan mencocokkannya. Ketemu! pekikku. Segera saja ku letakkan koper-koperku dan segera duduk. 13 jam perjalanan , tentu akan sangat membosankan jikalau aku tak bisa tidur malam ini.

Tak berselang lama pemilik kursi sampingku pun datang. Sosok lelaki jangkung bertubuh cukup kekar dengan rambut panjang sebahu. Ia mengenakan kaos jingga dibalut kemeja pantai berwarna putih gading. Kulit kecoklatannya tampak sangat kontras dengan pakaiannya. Begitu pula dengan wajahnya, ia tampak terlalu maskulim untuk pakaian yang dikenakan.

Ia segera duduk disebelahku. Sepintas, tercium aroma sangit asap dari dirinya. Waktu berlalu, kereta masih saja belum berangkat. Kami masih terdiam, tanpa ada upaya memecah keheningan. Diam-diam, aku masih memandangi ia lekat-lekat. Ia terduduk lesu, tampak segera ingin beristirahat. Sebagian wajahnya tertutup rambut yang sedikit basah.

Namun, aku masih bisa melihat bekas luka di atas sudut bibirnya. Sepertinya, ia baru saja bercukur pagi ini. Lukanya nampak masih kemerahan. Sepatunya, juga nampak kotor. Sebagian telah tertutup lumpur yang mengering. Dari mana saja ia? Pikirku.

Peluit panjang berbunyi, tanda kereta akam segera berangkat. Kami berdua masih mematung. Sampai sesaat kemudian, aku tersadar. Padu padannya sangat tidak cocok. Mana ada orang memakai baju pantai dan sepatu pantofel. Lagi pula, di kota ini tidak ada pantai. Aku saja terus meringkuk untuk menghangatkan tubuhku. Bagaimana bisa ia tidak kedinginan? 

Aneh sekali orang ini. Kuingat-ingat lagi dari awal kedatangannya tak mampak membawa barang apapun. Apa ia sudah tak waras, batinku.

Ia menoleh, secepay cahaya aku memalingkan wajahku. Seolah sedang asyik memandangin jendela. Bukan main aku kagetnya. Walaupum beberapa detik saja. Aku dapat melihat wajahnya. Matanya menatapku dengan buas penuh amarah.

Apa ia sadar telah kupandangi sejak tadi?

Namun,  ada hal yang mengganjal. Ia nampak tak asing. Aku seperti telah mengenalnya sejak lama. Entah dimana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun