Pernahkah kita merenung tentang seberapa besar pengaruh seorang guru dalam kehidupan kita? Mereka yang setiap hari berdiri di depan kelas, memberi ilmu, mendidik akhlak, dan menanamkan nilai-nilai yang kelak menjadi fondasi kehidupan kita. Tetapi, apakah kita benar-benar memberikan apresiasi yang layak bagi mereka, terutama bagi para guru di pelosok negeri atau guru ngaji di masjid-masjid kecil yang sering terlupakan? Artikel ini mengajak Anda untuk melihat lebih dekat, memahami masalah ini, dan mencari jalan keluar bersama.
Guru: Lebih dari Sekedar Mengajar
Menjadi seorang guru bukan hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran di depan kelas. Seorang guru bertanggung jawab untuk membentuk karakter, membangun pemikiran kritis, serta mendidik generasi masa depan bangsa. Mereka harus siap dengan berbagai tantangan; dari menghadapi murid yang berbeda-beda karakter hingga memenuhi target kurikulum yang seringkali padat dan menuntut.
Zaman dahulu, profesi guru dianggap sebagai pekerjaan yang mulia dan dihormati. Guru-guru dihargai bukan hanya karena pengetahuan yang mereka miliki, tetapi juga karena mereka adalah pembawa cahaya ilmu di masyarakat. Orang tua dengan penuh rasa syukur mengirim anak-anak mereka untuk belajar kepada guru, menyadari bahwa di tangan guru-lah masa depan anak mereka dibentuk.
Namun, pandangan ini semakin luntur di zaman modern. Walaupun pekerjaan seorang guru tetap mulia, namun apresiasi terhadap profesi ini semakin memudar, terutama bagi mereka yang mengajar di pelosok negeri atau bagi guru ngaji yang bekerja tanpa pamrih.
Fakta Mengenaskan Kehidupan Guru
Sayangnya, realitas yang dihadapi banyak guru di Indonesia jauh dari harapan. Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, masih banyak guru di pelosok yang menerima honor jauh di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Mereka tidak hanya harus berjuang dengan minimnya fasilitas mengajar, tetapi juga harus menanggung beban kehidupan yang berat akibat honor yang tak memadai.
Sejumlah guru honorer, khususnya di daerah terpencil, menerima gaji bulanan yang sangat rendah, bahkan ada yang hanya mendapatkan sekitar Rp300.000 hingga Rp500.000 per bulan. Dengan gaji sekecil itu, banyak guru terpaksa mencari pekerjaan sampingan untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Hal ini tidak hanya mengganggu fokus mereka dalam mengajar, tetapi juga mempengaruhi kesejahteraan mental dan fisik mereka.
Beberapa survei menunjukkan bahwa banyak guru hidup di bawah garis kemiskinan. Sebuah laporan dari Kemendikbud menyatakan bahwa sekitar 20% guru honorer di Indonesia hidup di bawah standar layak ekonomi. Ini adalah kenyataan pahit bagi mereka yang bekerja tanpa lelah untuk mencerdaskan bangsa.
Kondisi Guru Ngaji yang Lebih Sulit