Sampah plastik memerlukan waktu ratusan bahkan ribuan tahun untuk dapat terurai di alam. Lama sekali yaa sobat waktu penguraiannya. Bahkan sepertinya hingga usia kita kakek dan nenek pun sampah plastik yang kita pernah pakai di masa muda masih akan tetap ada dan belum terurai sepenuhnya di alam. Bayangkan bagaimana anak cucu kita di masa depan menikmati keindahan alam yang sudah berbalut dengan sampah plastik. Hal itu bisa saja terjadi jika sejak dini kita tidak bijak dalam menggunakan plastik sekali pakai.
Sebagai penerapan campaign "ramah lingkungan", penggunaan paper cup (gelas kertas) mulai banyak dijumpai sebagai salah satu upaya pengurangan penggunaan plastik sekali pakai. Nahh sobat, beberapa pengusaha kuliner dibidang minuman kekinian dan cepat saji dari mulai UMKM baru merintis hingga pengusaha minuman kekinian berjaya memilih alternatif berupa paper cup sebagai pengganti penggunaan plastik sekali pakai dalam kemasannya. Dirasa lebih ramah lingkungan karena berbahan dasar kertas. Tapi sob, coba deh kita teliti bersama.. kenapa sih kertas yang kita pakai tidak tembus air bahkan tahan panas? Apakah kertas ini ditambahkan bahan lain supaya memiliki ketahanan tersebut? Yaps benar.. ada bahan yang mereka gunakan untuk membuat paper cup ini tetap kokoh dan lebih tahan lama. Meskipun tampak ramah lingkungan karena bahan dasarnya adalah kertas, paper cup sering kali memiliki lapisan plastik tipis di bagian dalam untuk mencegah kebocoran. Plastik tipis ini berbahan dasar polietilen (PE).
Polietilen (PE) merupakan salah satu jenis polimer yang berasal dari monomer etilen. Polietilen sebagai salah satu plastik yang paling banyak digunakan karena memiliki sifat yang serbaguna, tahan terhadap bahan kimia, dan memiliki kekuatan yang baik.
Disamping kelebihan penggunaan polietilen pada paper cup, terdapat pula bahaya yang akan ditimbulkan dari polietilen ini. Bahaya ini juga bisa berdampak pada lingkungan loh. Apa saja sih bahaya yang kemungkinan akan berdampak pada lingkungan? Polietilen, sebagai bahan plastik yang banyak digunakan, memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan, terutama ketika terurai menjadi mikroplastik. Mikroplastik ini dapat mencemari air dan tanah, serta masuk ke rantai makanan, mengancam ekosistem dan kesehatan manusia.
Produksi paper cup dimulai dari penebangan pohon untuk menghasilkan pulp kayu sebagai bahan dasar kertas memerlukan energi yang besar, air yang banyak, dan bahan kimia yang berdampak deforestasi serta pencemaran pada air dan tanah. Kemudian pada proses pembuatan dan pengaplikasian lapisan plastiknya juga berkontribusi terhadap emisi karbon dan penggunaan bahan bakar fosil.
Penggunaan paper cup sering kali hanya berlangsung beberapa menit, tetapi dampak lingkungan dari pembuangannya bisa bertahan jauh lebih lama. Karena adanya lapisan plastik menjadikan paper cup tidak mudah terurai secara alami. Kebanyakan fasilitas daur ulang tidak dapat memproses paper cup karena sulit untuk memisahkan kertas dari lapisan plastik. Akibatnya, paper cup biasanya berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) atau bahkan mencemari lingkungan sebagai sampah.
Untuk dapat terurai di TPA paper cup membutuhkan waktu bertahun-tahun. Selama proses ini, penguraiannya dapat menghasilkan gas rumah kaca seperti metana, yang mengakibatkan perubahan iklim. Selain itu, paper cup yang dibakar sebagai limbah menghasilkan emisi beracun yang dapat mencemari udara.
Alih-alih ingin mengurangi pencemaran lingkungan, ternyata malah menambah kesedihan lingkungan akibat penggunaan paper cup yang sulit terurai di alam. Jadi sebaiknya bagaimana agar kita tetap tidak ketinggalan zaman tapi tidak juga mencemari lingkungan?Untuk mengurangi dampak lingkungan dari penggunaan paper cup, kita bisa menerapkan hidup keren dengan memilih menggunakan gelas atau cangkir yang dapat digunakan kembali seperti gelas berbahan stainless steel, kaca, atau bambu dan membawa botol minum sendiri dengan berbagai model kekinian.
Meskipun paper cup tampak seperti solusi ramah lingkungan dibandingkan dengan alternatif plastik murni, dampak lingkungannya tetap signifikan karena penggunaan sumber daya yang intensif dan masalah pembuangan. Jadi, yuk mulai dengan langkah kecil agar lingkungan kita tetap tersenyum indah untuk anak cucu kita nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H