Sering kali kita mendengar perkataan orang tua atau orang bijak tentang "Jangan duduk diatas bantal, nanti bisulan" yang menjadikannya perdebatan antara Fakta dan juga mitos apakah hal tersebut merupakan mitos?
Dalam hal ini, mitos atau fakta ini pasti tak luput dari peristiwa atau fenomena yang menjadikannya sebuah isu, yang hal tersebut dapat dikaji serta ditafsirkan ke dalam banyak sekali ilmu. Maka dari itu, hal ini dapat dikaitkan dalam ilmu semiotika. Berikut ini merupakan tafsiran dari mitos atau fakta "Jangan duduk diatas bantal, nanti bisulan" melalui semiotika berdasarkan 3 teori ilmu filsafat.
•Ontologi
Secara umum, Duduk diatas bantal dipercaya bisa menyebabkan bisul, hal ini sudah menjadi isu yang sudah ada dari generasi ke generasi.
Di Indonesia, duduk diatas bantal merupakan hal yang dianggap keramat dan sakral atau lebih dikenal dengan sebutan pamali, yang dimana jika kita duduk diatas bantal, maka akan mengakibatkan tumbuh bisul pada bokong tetapi ada pula bersinggungan dengan hal tersebut, yaitu ada yang mengatakan bisul tersebut terjadi karena bakteri atau kuman dibantal.
•Epistemologi
Menurut aspek kesehatan atau medis, belum terdapat hasil studi pasti mengenai bahwa duduk di bantal akan menyebabkan bisulan. Akan tetapi terdapat pendapat ilmiah yang mengatakan bahwa bantal adalah tempat bagi berkembangnya kotoran. Â Menurut Dr Arthur Tucker, salah seorang ahli kesehatan dari Barts London NHS Trust, bantal sebagai alas untuk tidur khususnya yang terdapat di rumah sakit adalah sarang bagi berkembangnya kuman, kutu debu, bakteri hingga kotoran lainnya. Dan oleh karena itulah kita sering dianjurkan untuk mengganti sarung bantal dalam beberapa waktu sekali. Sementara itu apabila kita tidak memperhatikan kebersihan bantal yang apabila dalam suatu waktu digunakan untuk duduk maka bisa menyebabkan bisul terutama bagi orang yang memiliki jenis kulit sensitif akan mudah sekali ditumbuhi jerawat atau bisul.
Yang kedua yaitu meninjau larangan duduk di atas bantal melalui aspek nilai sejarah atau historis. Â Mitos larangan duduk di atas bantal ini diyakini hampir di seluruh daerah yang ada di Indonesia. Selain disebut sebagai hal pamali oleh masyarakat Sunda, larangan ini diyakini oleh masyarakat Bali sebagai penghormatan kepada kepala. Kepala diyakini sebagai "hulu" atau matahari yang dianggap sebagai sumber terhormat, tertinggi dan yang mengayomi kehidupan. Maka dari itu sudah selayaknya menempatkan kepala di tempat-tempat yang terhormat dan tidak selayaknya apabila bantal sebagai tempat kepala ketika tidur di satu fungsikan dengan tempat untuk duduk.
Selanjutnya dalam aspek kultural, mitos yang dianut atau dipercaya oleh sebagian masyarakat di Indonesia hingga saat ini bersifat membatin dalam ingatan. Karena mitos larangan duduk di atas bantal sudah sangat sering dipraktikan di dalam masyarakat, maka pada akhirnya hal ini menjadi salah satu ideologi yang kuat memengaruhi alam bawah sadar dan dipercaya oleh seluruh kalangan masyarakat Indonesia. Dan karena pola seperti inilah larangan duduk di atas bantal menjadi sebuah kebiasaan turun temurun yang diwariskan oleh masyarakat Indonesia.
Selain itu dalam aspek nilai etika, larangan duduk diatas bantal mengingatkan kita akan satu norma yaitu norma kesopanan. Nilai etika di dalam lingkup kehidupan masyarakat dapat terjadi akibat apapun dan dimanapun. Artinya ketika kita memahami, menyadari, dan meyakini akan pedoman turun temurun maka akan timbul rasa penghormatan dan niat untuk melestarikan nilai-nilai kebaikan yang terkandung di dalam suatu mitos larangan. Dan salah satunya adalah larangan duduk di atas bantal. Lalu pada akhirnya mitos larangan duduk di atas bantal dapat menyebabkan bisulan tersebut tidak lepas dari nilai moral dan etika di dalam kehidupan sehari-hari
•Axiologi
Axiologi :
Meskipun ada yang mengatakan Mitos duduk diatas bantal bisa bisulan adalah Fakta dan juga bukan fakta, tidak merubah manfaat isu tersebut.