Advokat suatu profesi di dunia yang sangat luhur, menantang, dan menurut penulis jika dilakukan dengan baik dan benar adalah salah satu alat untuk menuju surga yang kekal dan abadi. Advokat juga sebagai pemimpin minimal bagi klienya. Namun untuk menjadi pemimpin yang mau melayani perlu kerja keras. Penulis mencoba mengkritisinya dengan pertanyaan dibawah ini:
1. Apakah pemimpin yang mau melayani dibutuhkan di profesi atau pekerjaan?
Ya, sangat dibutuhkan, ditanamkan dalam jiwa, dan dilakukan dengan cinta. Setiap profesi, setiap pekerjaan tentu wajib memiliki pemipin. Namun pemimpin yang seperti apa? Jika seorang pemipin itu hanya ingin kekuasaan saja, semena-mena, tidak mau menerima kritik atau bahasa kekiniannya bossy, apalagi tidak mau melayani tentu hanya akan membawa petaka bagi yang dipimpinnya.
Orang yang dipimpin tidak tahu mau dibawa kemana pekerjaannya, perusahaannya. Orang yang dipimpin tidak akan pernah dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik, ataupun dapat menyelesaikan tugas dengan baik, namun hasilnya tidak maksimal, atau yang penting jadi. Mereka hanya bisa ngegumel, mengeluh oleh karena pemimpinnya saja tidak memberikan contoh yang baik.Â
Pemimpin yang mau melayani dapat membuat pekerjaan yang tadinya berat, menjadi ringan, pekerjaan yang tadinya sangat mustahil untuk dikerjakan, menjadi sangat mungkin untuk dikerjakan, nothing is impossible. Pemimpin yang mau melayani tidak hanya akan haus akan kekuasaan, jabatan, uang, namun ia akan fokus untuk mengabdi agar orang yang dipimpinnya juga memiliki spirit untuk maju bersama-sama, dan siap menerima kritik. Hal senada seperti yang diungkapkan oleh B.J. Habibie, Presiden RI ke-3 dalam (Republika.co.id tanggal 18 Desember 2012), Pemimpin harus kerja keras, 24 jam mengabdi dan (bertujuan) bukan untuk penghargaan tapi untuk melayani sesama manusia.
Penulis saat ini sedang menekuni profesi advokat. Sebuah profesi yang mulia/officium nobile. Sebuah profesi yang membutuhkan kepandaian, kepedulian, dan hati nurani dalam membela kepentingan kliennya. Salah besar jika ada yang berpendapat advokat hanya membela yang bayar, tidak mau melayani, hal tersebut disebabkan karena seseorang melihat profesi advokat hanya sebagai profesi yang mewah, glaomour, namun pada dasarnya profesi advokat adalah profesi yang siap melayani, siap menjadi pemimpin bagi para pencari keadilan.Â
Advokat memang butuh uang dalam menjalankan tugasnya, namun hendaknya jangan dijadikan sasaran yang utama. Pembayaran seorang advokat memang mahal. Apalagi advokatnya sudah memiliki trade mark. Kalau seorang advokat harganya mahal, bukan semata-mata karena ia mata duitan, namun sangat dipengaruhi oleh the price of quality. The price of quality bukan hanya karena faktor kepandaiannya dalam bidang ilmu hukum, namun juga diikuti oleh kejujuran, dan keberaniannya untuk memperjuangkan keadilan yang sejati (Jeremias Lemek, 2007, Mencari Keadilan, Galang Press, Yogyakarta 2007:46).
Pemimpin yang mau melayani di tengah keberagaman Indonesia adalah pemimpin yang hebat, dan tidak egois. Keberagaman Indoenesia adalah karunia dan kekayaan yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Esa. Pemimpin yang mau melayani harus-lah dapat menjadi jembatan bagi keberagaman tersebut. Hal tersebut memang tidak mudah, karena setiap orang yang dipimpin memiliki kebutuhan, dan kemauan yang berbeda. Namun hal tersebut-lah yang menjadi tantangan bagi seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang mau melayani tidak akan mengenal pamrih dalam memimpin, rela berkorban.Â
Saat ini penulis sedang menekuni profesi advokat, sebuah profesi yang dinamis karena setiap waktu menghadapi kasus hukum, bertemu dengan para pencari keadilan yang berbeda-beda. Hal tersebut adalah seni, dimana setiap advokat harus selalu belajar, meng-upgrade ilmunya agar dapat berjuang lebih optimal. Seorang pemimpin juga harus selalu memperbaharui ilmunya, apalagi di tengah keberagaman sosial.Â
Dalam membela kepentingan kliennya sebagai guide procedure, advokat tidak sekedar bermodalkan gagah, tampan, dan berani belaka, namun harus disadari bahwa dia memiliki posisi yang sangat strategis. Advokat adalah satu komponen penentu dalam rangka membantu hakim dalam menemukan hukum/rechtsvinding. Oleh karena itu advokat harus bersikap ilmiah, obyektif, jujur, dan berpikir logis, serta bukan sekedar waton ngeyel seperti seorang buss lawyer. ( Jeremias Lemek, 2007, Mencari Keadilan, Galang Press, Yogyakarta, hlm.45)
Apa hal yang harus dilakukan untuk menjadi pemimpin yang melayani di tengah keberagaman di Indonesia?
Pertama, kita sebagai pemimpin harus memiliki hati yang ikhlas dan tulus kepada sesama manusia serta takut kepada Tuhan.
Pemimpin yang takut akan Tuhan adalah mungkin sulit ditemukan sekarang ini, namun setiap calon pemimpin harus menanamkan hal tersebut. Jika seorang Pemimpin sudah takut akan Tuhan, otomatis, dia tidak akan melakukan hal yang negatif seperti tidak mau melayani rakyatnya, bawahanya, dan cenderung akan melakukan korupsi yang merugikan banyak orang.Â