Proyek Sound of Borobudur diinisiasi oleh sekelompok musisi yang menemukan pengetahuan bahwa ditemukan ilmu pengetahuan yang lengkap dalam relief di candi borobudur. Riset-riset panjang yang melibatkan banyak seniman, penelitian-penelitian yang merujuk pada jurnal dalam dan luar negeri menghasilkan penemuan bernilai tinggi. Bahwa ditemukan semacam pengetahuan tentang alat musik modern pada abad ke 8 di panel-panel relief candi borobudur.
Menurut Trie 'iie Utami yang dilansir dari situs soundofborobudur.org, dia menyebut bahwa Sound of Borobudur adalah bunyi peradaban bangsa kita. Sementara Sound of Borobudur Movement adalah sebuah gerakan kebudayaan berbasis upaya atas bukti yang tak terbantahkan sebagai tinggalan atas suatu pencapaian yang diwariskan secara berlimpah ruah kepada bangsa ini, lanjutnya.
Dari penjelasan tersebut bida dikatakan bahwa bangsa kita dahulu sudah mempunyai peradaban yang modern. Terbukti dengan penemuan relief yang bertanda pahatan-pahatan instrumen musik. Nenek moyang kita membangun peradaban sedemikian rupa yang menghasilkan bangsa yang berbudi luhur, beradab, dan berbudaya.
Namun proyek tersebut sempat membuat gaduh dengan banyaknya kritik yang berdatangan. Seperti yang ditulis mBilung Sarawita, anggota Komunitas TAKSAKA Magelang, dia menyebut pertanyaan yang seakan menyepelekan penelitian tersebut. Sejatinya, mereka menanggapinya dengan bijak. Banyak warna-warni di dalam dunia, banyak juga pendapat dari masing-masing kepala.
Benar apa yang dikatakan mBilung Sarawita, seharusnya kerja panjang ini harus diapresiasi. Para manusia hebat ini rela melimpahkan energi dan pikiran mereka untuk tujuan menghidupkan kembali budaya/alat musik dari masa lampau. Lima tahun lebih lamanya mereka meneliti tentang proyek ini.
Saya mencoba mengambil sisi lain dari Sound of Borobudur ini secara lebih sederhana. Dari artikel yang ditulis Boby Akbar Faris dan Hamzah Muhammad, saya menemukan sebuah fakta bahwa di Indonesia, minat anak muda terhadap seni dan budaya menurun. Miris memang, tapi itulah kenyataannya.
Hal tersebut tak lepas dari banyaknya budaya luar negeri yang masuk dengan sangat gampangnya ke Indonesia. Tidak masalah, asalkan kita tetap lebih cinta terhadap budaya sendiri. Cukup tahu saja tentang budaya orang luar. Sekarang banyak contoh kasusnya. Bagaimana di media sosial banyak yang meniru cara berpakaian orang barat yang terbuka hingga berbicara tanpa tedeng.
Contoh kasus lain ialah berapa banyak anak muda khususnya yang lebih menyukai K-Pop daripada wayang. Tidak salah juga sebenarnya. Dengan syarat kita juga harus tahu tentang budaya sendiri. Jangan sampai kelak kita bepergian ke luar negeri dan ditanya warga setempat tentang budaya negara, kita malah plonga-plongo, tidak mengerti. Atau sebaliknya, ketika kita bertemu dengan turis yang sedang berkunjung dan mereka menanyakan daya tarik budaya di daerah, kita tidak bisa menjawabnya.
Di sisi lain, banyak wisatawan mancanegara yang tertarik untuk mempelajari budaya-budaya Indonesia. Mereka menganggap budaya tradisional Indonesia sebagai daya tarik dan keunikan sendiri. Suatu hal yang malah dianggap tidak ngetren oleh generasi muda. Hal seperti ini yang harus diperhatikan ke depannya.
Dengan adanya Sound of Borobudur, dapat digunakan sebagai pendongkrak minat anak muda terhadap budaya negeri. Apalagi ini terkait dengan musik. Kecenderungan orang Indonesia yang lebih suka mendengarkan/memainkan alat musik dapat dijadikan modal untuk mengenalkan instrumen musik modern yang ada pada zaman dulu.
Alat musik ini telah ditampilkan pada bulan lalu di kompleks candi borobudur yang menampilkan para musisi berkelas. Acara tersebut juga diapresiasi oleh gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Dia menyebut Sound of Borobudur adalah karya seni yang dihasilkan musisi-musisi handal yang tergolong nekat.