Mohon tunggu...
Rizky Hadi
Rizky Hadi Mohon Tunggu... Lainnya - Anak manusia yang biasa saja.

Selalu senang menulis cerita.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramadan Saat Pandemi, Banyak Belajar

14 April 2021   06:50 Diperbarui: 14 April 2021   06:56 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak terasa bulan Ramadhan telah tiba. Bulan yang dirindukan banyak orang. Ramadhan tahun ini mungkin akan lebih menarik ketimbang tahun lalu. Yang mana tahun lalu, pergerakan kita banyak dibatasi oleh aturan dari pemerintah, yang senantiasa waspada terhadap apa pun.

Menghadapi Ramadhan saat pandemi memang cukup membuat gerah. Ngabuburit jarang, bukber dibatasi, shalat taraweh jaga jarak, dan rondha dilarang. Sesuatu yang semestinya menimbulkan atensi dari orang-orang. Tapi sesuai keadaan, gerakan kita sedikit terbatasi.

Masih lekat sekali, tahun lalu, ketika pandemi mulai merebak luas, banyak orang yang takut keluar rumah. Menghindari sesuatu yang tak diinginkan. Aneh rasanya. Padahal seharusnya, bulan Ramadhan bisa lebih dinikmati jika berada di luar rumah. Contoh kecil yakni ngabuburit. Jika biasanya orang-orang menghabiskan waktu sore sembari berburu takjil di pasar atau sekedar jalan-jalan, hal tersebut menjadi sulit dilakukan. Ada rasa yang hilang.

Tahun ini situasi sedikit berubah. Kita masuk dalam masa transisi. Ekonomi perlahan dipulihkan. Artinya ada sedikit kelonggaran walau harus tetap mematuhi protokol kesehatan. Para penjual takjil mulai menggelar dagangan. Masjid ramai kembali. Jalanan sore juga dipenuhi wajah-wajah bahagia.

Belajar dari tahun lalu, kesehatan paling utama. Kalau tahun lalu, banyak puasa yang bolong karena masalah kesehatan, mungkin tahun ini bisa diminimalisir. Harapannya tetap utuh hingga akhir. Sudah banyak pelajaran yang dapat dipetik tentang kesehatan dari Ramadhan tahun lalu. Berbuka secukupnya, usahakan sahur, dan tetap berolahraga menjadi opsi yang mumpuni agar tetap terjaga kesehatan. Tak lupa banyak minum air putih di malam hari.

Jangan mentang-mentang berpuasa, melakukan aktivitas menjadi malas. Justru harus tetap bergelora. Siapa tahu dari aktivitas-aktivitas positif yang dilakukan, banyak berkah-berkah yang dapat diambil, tanpa disadari. Justru kalau kita banyak melakukan aktivitas, waktu tak akan terasa. Ujug-ujug sore tiba. Daripada malas-malasan menunggu detik demi detik yang seakan tak mau merangkak. Terasa lebih melelahkan bukan?

Kalau bicara tentang aktivitas, saya teringat orang-orang yang tinggal di desa. Walau sedang berpuasa, mereka tetap melakukan pekerjaan seperti biasa. Kebetulan Ramadhan tahun ini bertepatan dengan musim panen. Mereka tetap bekerja di sawah dengan menahan dahaga. Di bawah terik dan bermandi peluh senantiasa tak melunturkan semangat. Bahkan mereka juga harus melawan batas kemampuan. Karena mereka tahu, segala sesuatu yang dilakukan dengan ikhlas, insyaallah diberikan kekuatan dan kelancaran.

Belajar dari tahun lalu, silaturahmi terus berlangsung. Memang, Ramadhan hingga lebaran tahun lalu terkendala masalah pandemi. Meskipun tetap menjaga silaturahmi dengan cara daring, tapi hal tersebut mengurangi rasa. Tidak ada rasa kelegaan ketika bertatap secara online. Beberapa orang menilai, bersitatap online hanya sedikit menggugurkan kerinduan. Biasanya mereka melepas rindu dengan berpelukan. Rutinitas yang dilakukan setiap tahun menjadi hilang.

Membahas soal rasa, saya teringat kisah teman saya dan ibunya. Teman saya seharusnya bisa pulang awal tahun lalu dari luar negeri. Tetapi sebelum dia menginjakkan kaki di tanah kelahiran, pandemi menyerang. Rindu lima tahun untuk bertemu dengan ibunya harus rela dipendam dulu. Sebagai gantinya, dia setiap saat selalu berkomunikasi melalui video call. Bahkan jika saya tak salah mengingat, setiap kali berbuka puasa tahun lalu, dia acap kali melakukan video call dengan ibunya, sang surganya. Lebaran pun juga melakukan hal yang sama.

Situasi tersebut berlangsung hingga berbulan-bulan lamanya. Hingga satu bulan lalu, dia diperbolehkan pulang dengan prokes yang sangat ketat. Alhasil ketika sampai di rumah, setelah membersihkan badan, dia langsung mendekap ibunya dengan erat, erat sekali. Seakan luruh sudah segala rindu yang diperamnya. Sang ibu pun terlihat meneteskan air mata bahagia walau sebetulnya dia berusaha menahannya. Sudah lama baginya ditinggal anaknya merantau. Benar kata orang bahwa sebesar apa pun kita, kita masih dianggap anak kecil oleh ibu.

Semoga Ramadhan kali ini bisa menyatukan yang jauh dan merekatkan yang dekat. Tak ada lagi jarak yang memisahkan, kesehatan yang diacuhkan, dan rindu yang ditinggalkan. Semua berangsur pulih. Dan satu lagi, semoga jalanan sore akan tetap ramai dipenuhi wajah bahagia dan rekah tawa, hingga akhir Ramadhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun