Di sebuah desa kecil yang tenang, ada sebuah pohon beringin tua yang tumbuh di tengah alun-alun. Pohon itu sudah ada sejak dulu, menjadi saksi bisu segala peristiwa yang terjadi di desa. Setiap sore, ketika matahari mulai turun dan angin berhembus lembut, warga desa sering berkumpul di bawah pohon beringin untuk berbincang atau sekadar menikmati keteduhan.
Suatu sore, ketika alun-alun mulai sepi, seorang anak lelaki bernama Ardi duduk sendirian di bawah pohon. Ia tampak gelisah, pandangannya kosong menatap tanah berumput. Ardi adalah anak yang periang, tetapi akhir-akhir ini ia sering murung. Orang-orang desa mengatakan bahwa Ardi berubah sejak kepergian sahabat terbaiknya, Bima, yang pindah ke kota besar.
Tiba-tiba, dari kejauhan, terdengar suara langkah kaki mendekat. Ardi mendongak dan melihat seorang gadis kecil, berusia sebaya dengannya, berdiri di hadapannya. Gadis itu tersenyum ramah. "Hai, namaku Lila. Kamu kenapa sendirian di sini?" tanyanya.
Ardi terdiam sejenak, tidak yakin harus menjawab apa. Tetapi ada sesuatu dalam senyuman Lila yang membuatnya merasa nyaman. "Aku... hanya sedang memikirkan sesuatu," jawab Ardi pelan.
Lila duduk di samping Ardi tanpa ragu. Mereka mulai berbicara, awalnya tentang hal-hal sederhana---tentang langit yang berubah warna di sore hari, tentang angin yang membawa aroma tanah, dan tentang cerita-cerita desa yang diceritakan oleh para orang tua. Ardi merasa heran, bagaimana seseorang yang baru dikenalnya bisa membuatnya merasa begitu tenang.
Hari demi hari berlalu, dan Ardi serta Lila sering bertemu di bawah pohon beringin itu. Mereka menjadi sahabat baik, bermain bersama, bercanda, dan saling berbagi cerita. Ardi tidak lagi merasa sendirian, karena Lila selalu ada untuknya. Pohon beringin itu pun menjadi saksi pertemanan baru yang tumbuh di antara mereka.
Namun, pada suatu sore yang cerah, Lila datang dengan wajah sedih. "Ardi, aku harus pergi," katanya dengan suara bergetar. Ardi terkejut, "Pergi ke mana?"
"Ayahku mendapat pekerjaan di kota, dan kami harus pindah besok," jawab Lila, matanya berkaca-kaca. Ardi merasa hampa. Ia tidak ingin kehilangan sahabat barunya.
Keesokan harinya, Lila benar-benar pergi, meninggalkan desa dan pohon beringin yang selama ini menjadi tempat mereka berbagi tawa dan cerita. Ardi kembali duduk sendirian di bawah pohon itu, tetapi kali ini ia tidak merasa sepi. Ia tahu bahwa pertemuan mereka bukanlah kebetulan, dan meskipun Lila tidak lagi ada di sisinya, kenangan mereka akan selalu hidup di bawah pohon beringin itu.
Bertahun-tahun kemudian, ketika Ardi sudah dewasa, ia kembali ke desa. Pohon beringin tua itu masih berdiri kokoh, seolah menantinya. Dengan senyum hangat, Ardi duduk di bawah pohon yang penuh kenangan, mengingat saat-saat indah yang pernah ia habiskan bersama Lila.
Angin berhembus lembut, membawa bisikan masa lalu yang tak pernah benar-benar hilang.