Mohon tunggu...
Rizky Febriana
Rizky Febriana Mohon Tunggu... Konsultan - Analyst

Senang Mengamati BUMN/BUMD dan Pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pertaruhan Citra Polri

24 Januari 2015   00:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:30 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_392859" align="aligncenter" width="490" caption="Bang Napi Sergap RCTI (Courtesy of Youtube)"][/caption]

“Ingat, kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat pelakunya tetapi juga karena ada kesempatan, wapasalah, waspadalah!”

Masih ingat kan dengan kata-kata itu? Kata-kata yang diucapkan oleh Bang Napi setiap akhir segmen Sergap RCTI, sebuah acara program berita kriminal yang tayang perdana pada tanggal 4 September 2001. Nggak hanya Sergap, ada juga program berita Patroli yang bahkan sudah tayang sejak 1999 di Indosiar. Saya masih ingat betul, bagaimana acara ini menjadi tontonan favorit saya sebelum masuk ke sekolah. Kebetulan Patroli tayang 11.30 WIB dan SMP saya masuk sekolahnya siang hari.

Di tahun yang hampir bersamaan, hampir seluruh stasiun televisi menayangkan program serupa sebut saja Buser (SCTV), Sidik (TPI), Kriminal (TransTV), TKP (TV7), dan Brutal (Lativi). Bahkan beberapa stasiun televisi juga membuat tayangan yang mengungkap khusus satu peristiwa kriminal dalam durasi 30 menit juga seperti acara fakta (ANTV), investigasi (Lativi) Jejak kasus (Indosiar), Derap Hukum (SCTV), dan Lacak (Transtv). Sampai sekarang saya masih suka menonton program kriminal di televisi, yang terbaru program acara 86 di NET TV ada juga program Target Operasi (TO) di Metro TV.

[caption id="attachment_392860" align="aligncenter" width="560" caption="Patroli Indosiar (Courtesy of Youtube)"]

[/caption]

Polisi tangkap preman, polisi ringkus bandar narkoba, polisi razia miras, polisi tembak kaki residivis, polisi menolong korban kecelakaan, polisi menolong korban banjir, polisi menggerebek perjudian, polisi menggagalkan penyelundukan heroin dan TKI adalah sedikit gambaran prestasi polri yang tergambar di acara-acara tersebut dan memang dipersembahkan untuk masyarakat.

Mungkin penilaian anda juga akan sama seperti saya. Program kriminal yang tadinya menjadi sebuah bacaan di koran yang “kurang menarik”, saat di televisi menjadi “menarik”. Meski terjadi pro dan kontra terutama terkait jam tayang, saya pribadi melihat program acara seperti ini sangat bermanfaat bagi masyarakat luas sehingga dapat berhati-hati dan dapat menghindarkan diri dari kemungkinan menjadi korban kriminal.

[caption id="attachment_392861" align="alignnone" width="560" caption="Target Operasi Metro Tv (Courtesy of Youtube)"]

[/caption]

Tak dipungkiri, acara-acara tersebut juga secara langsung maupun tidak langsung mengangkat citra polisi di mata saya dan masyarakat pada umumnya. Kita butuh polisi, kita butuh pahlawan yang punya kuasa dan senjata untuk menolong banyak orang dan menekan tingkat kriminalitas di masyarakat. Bahkan acara-acara tersebut saya boleh bilang lebih membantu mendekatkan polisi dengan masyarakat jika dibandingkan [maap] dengan fenomena Briptu Norman atau polwan-polwan cantik.

Namun harus diakui, citra polisi di mata masyarakat sempat terganggu oleh tingkah laku oknum polisi yang beritanya tentu lebih cepat tersebar ketimbang berita baik. Uang damai oknum di jalan raya, oknum polisi backing perjudian, calo-calo SIM STNK yang berkeliaran di markas polisi, puncaknya adalah kasus Susno Duadji dan Djoko Susilo hingga Komjen Budi Gunawan yang baru-baru ini ditetapkan tersangka oleh KPK.

3 nama terakhir yang saya sebutkan, Susno Duadji, Djoko Susilo dan Budi Gunawan adalah puncak gunung es yang bahkan bisa mencair lalu menurunkan citra polri di masyarakat. Apalagi yang “dilawan” KPK, yang tidak memiliki kewenangan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dan terkenal memiliki track record 100%, siapa tersangka pasti terdakwa dan terpidana.

Khusus nama Komjen BG yang merupakan calon kapolri pilihan Jokowi, benar-benar mempertaruhkan citra polri sebagai institusi. Terlebih persepsi masyarakat terkait kedekatan Komjen BG dengan PDIP apalagi ketika adanya serangkaian cerita dalam waktu berdekatan dari Hasto Plt Sekjend PDIP yang “menyerang” Abraham Samad dan terakhir Sugianto Sabran (anggota DPR RI dari PDI Perjuangan) yang melaporkan Bambang Widjajanto kepada Kabareskrim.

Apalagi sekarang (23/1), ketika Irjen Budi Waseso—Kabareskrim baru yang ditunjuk oleh Jokowi juga untuk menggantikan Suhardi Alius—disebut-sebut sangat dekat dengan BG, telah menetapkan status tersangka kepada salah satu pimpinan KPK, Bambang Widjajanto. Tidak hanya menetapkan status tersangka, BW bahkan digiring ke mabes polri ketika BW mengantarkan anaknya pergi ke sekolah.

Kini kasusnya sudah memasuki babak baru, yang “dilawan” saat ini adalah persepsi masyarakat. Pun bahkan ketika Kabareskrim Polri mengklaim memiliki 3 alat bukti yang cukup melebihi 2 alat bukti yang biasanya diumumkan KPK, Irjen Budi Waseso tak dapat “melawan” persepsi publik bahwa motif ditetapkannya tersangka oleh Kabareskrim adalah balas dendam akibat ulah KPK yang menetapkan tersangka Komjen BG.

Betul memang jika ada yang mengatakan logika penegak hukum bukan karena persepsi, ia tidak boleh kalah oleh persepsi masyarakat. Hukum adalah hukum yang punya logikanya sendiri, tapi perlu dicatat oleh kita semua, masyarakat juga memiliki logikanya tersendiri, logika tersebut tumbuh seiring persepsi positif yang juga terus tumbuh dari masyarakat terhadap KPK.

Persepsi masyarakat yang positif bukan sebuah persepsi yang lahir karena proses instan atau berkat polesan media, tapi karena kinerja KPK yang dipandang berhasil dan berani sebagai sebuah lembaga pembaharuan yang lahir ditengah keringnya prestasi penegakan hukum di negeri ini.

[caption id="attachment_392862" align="aligncenter" width="450" caption="Irjen Budi Waseso (belakang) mendampingi Calon Kapolri Komjen Budi Gunawan, saat menjalani Uji Kelayakan dan Kepatutan di DPR (foto: Antara/Rimanews)"]

[/caption]

Kini, “bola” ada di tangan Komjen BG dan Irjen Budi Waseso sebagai aktor kunci apakah akan terus melanjutkan “perlawanan” terhadap persepsi dan logika masyarakat yang lebih mendukung KPK. Tentu saja apabila “perlawanan” Komjen BG dan Irjen Budi Waseso berlanjut, sadar atau tidak, mereka akan mempertaruhkan citra kepolisian sebagai institusi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun