PT Pertamina (Persero) per 10 September 2014 kembali menyesuaikan harga liquified petroleum gas (LPG), elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg sebesar Rp1500 per kg (net pertamina) naik dari sebelumnya Rp6.069 per kg menjadi Rp 7.569 per kg. Apabila ditambahkan dengan komponen biaya lainnya, seperti transport, filing fee, margin agen dan PPN, maka harga jual di agen diprakirakan menjadi Rp9.519 per kg atau Rp114.300 per tabung atau sekitar Rp120.000 untuk harga konsumen (end users). Kenaikan ini bukan yang pertama kalinya,  namun selalu menimbulkan polemik setiap kali Pertamina melakukan penyesuaian harga. Oleh karena itu ada beberapa hal sebenarnya yang harus Kita ketahui bersama untuk menghindari polemik ini.
1. Kita Impor LPG
Sumber: Kementerian ESDM dalam Maxensius Tri Sambodo (2014)Â
Hal yang perlu Kita sadari sedari awal adalah Kita adalah importir LPG. Hal ini tidak terlepas dari kebutuhan LPG nasional yang diperkirakan akan terus meningkat salah satunya didorong oleh adanya program konversi minyak tanah ke LPG di 2004 silam dan juga adanya pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang meningkat 1,49% per tahun. Menurut Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), kebutuhan LPG diperkirakan akan terus meningkat hingga 9 juta ton pada tahun 2030 yang didominasi oleh penggunaan rumah tangga (90%) sehingga diprediksi jumlah impor LPG akan mencapai 58% pada tahun 2030.Â
Sumber: BPPT (2013)
Kebutuhan untuk impor tidak terlepas dari jumlah konsumsi LPG masyarakat Indonesia yang melebihi jumlah produksinya sehingga mau tidak mau Kita harus impor untuk memenuhi kebutuhan LPG dalam negeri. Data Kementerian ESDM seperti yang dilansir oleh BPPT mencatat penggunaan LPG di dalam negeri terus melonjak dari 1,08 juta ton pada tahun 2004, 1,37 juta ton di 2007, lalu menjadi 4,35 juta ton pada tahun 2011 dan diprakirakan kembali meningkat di 2014 menjadi 5,78 juta ton.Â
Sumber: PT Pertamina (Persero)
Lalu bagaimana dengan kondisi produksi LPG Kita? Di tahun 2004 jumlah produksi LPG nasional mencapai 2,03 juta ton dimana 1,13 juta ton dihasilkan oleh kilang gas dan 0,89 juta ton dihasilkan oleh kilang minyak. Produksi pada tahun tersebut masih melebihi konsumsi LPG dalam negeri, maka Kita juga melakukan ekspor. Tahun tersebut hingga tahun 2009 Kita masih bisa ekspor LPG ke Luar Negeri, namun di tahun 2010 Kita tidak lagi ekspor, produksi LPG oleh PT Pertamina (Persero) semua digunakan untuk konsumsi LPG di dalam negeri. Catatan Kementerian ESDM mengemukakan fakta bahwa Kita tidak lagi melakukan ekspor karena konsumsi LPG dalam negeri sudah melebihi produksinya, terjadilah excess demand LPG di Indonesia. Walaupun produksi LPG dari kilang domestik diperkirakan akan mengalami peningkatan hingga mencapai 3.8 juta ton per tahun seiring dengan penambahan kapasitas kilang, namun demikian tingkat konsumsi yang lebih tinggi menjadi alasan utama untuk Kita masih harus impor LPG.Â