Mungkin sekarang ini kita masih sulit membayangkan masih ada buah-buahan lokal yang tumbuh dan berbuah di pinggiran Jakarta? Sama, saya juga sulit membayangkannya. Bagaimana tidak, soalnya hari gini buah-buahan lokal kalah bersaing, tidak hanya kalah bersaing dengan buah impor, tapi juga kalah bersaing dan semakin tersingkir dengan pembangunan gedung-gedung tinggi dan rumah-rumah penduduk. Alhasil, lahan semakin terbatas, dan buah-buahan lokal juga semakin sulit ditemui.
[caption id="attachment_397099" align="alignnone" width="700" caption="Buah rambutan jenis macan yang tumbuh di rumah keluargaku (Dokumentasi Pribadi)"][/caption]
Meski saya lahir di Jakarta, tapi saya tumbuh besar dan tinggal dipinggiran Jakarta, lebih tepatnya di daerah Parung Bingung, Depok, Jawa Barat. Kalau dulu waktu kecil, saya masih menemui buah-buahan lokal yang saya yakin namanya pasti terdengar aneh sekarang ini seperti buah menteng, jambu klutuk, kecapi, sawo, ketapang, kersen (talok) dan buni. Gak hanya pernah memakan buahnya, tumbuhannya pun saya pernah lihat karena masih tumbuh di sekitaran wilayah rumah. Sebagai anak-anak yang gak mengerti tanaman buah punya siapa, akhirnya dengan polos kita ikut menikmati.
Buah-buahan lokal juga sangat berkhasiat loh. Pernah makan buah menteng? Kalo sekarang di daerah saya sangat sulit ditemui. Tapi kalo di Bogor: di stasiun, di Kebon Raya Bogor dan di terminalnya, masih banyak orang yang jual jika musimnya menteng tiba. Kebetulan saya beberapa kali mencari buah menteng untuk keponakan saya (10 tahun) yang berkebutuhan khusus. Saya baru tahu, buah menteng yang mirip klengkeng/duku ini, sangat disarankan oleh dokter keponakan saya. Selain mengandung vitamin A, B1 dan C, buah menteng memiliki manfaat mengatur tekanan osmotik, menjaga keseimbangan elektrolit (asam-basa) tubuh, dan bersama natrium membantu metabolisme air. Daun menteng juga sebenernya bermanfaat, bisa digunakan untuk mencret atau kalau untuk wanita pelancar haid.
Kalo jambu klutuk kenal gak? Jambu klutuk/biji atau istilah kerennya itu guava crystal adalah buah lokal yang juga sangat berkhasiat loh. Jangankan buahnya, orang tua jaman dulu sering menggunakan daunnya yang sangat berkhasiat untuk obat mencret kan? Selain lezat, Guava Crystal juga menawarkan banyak nutrisi penting untuk kesehatan. Menurut Sunpride, jambu biji/klutuk/guava crystal ini mengandung potasium, karbohidrat, protein, vitamin A, E dan C, kalsium. Percaya atau tidak, Guava Crystal juga bisa mengobati penyakit diare, batuk, bahkan hingga darah tinggi lho.
Nah, satu lagi buah yang sekarang sangat jarang adalah buah buni. Warnah buni, hijau, merah dan keungu-unguan menandakan kematangan buah dari muda hingga tua. Dulu, waktu kecil saya sama teman-teman masih suka makan buni, enak. Sering juga buat rujak bebek (tumbuk). Orang tua dulu percaya buah buni bisa memperlancar pencernaan kita, menjaga kekebalan tubuh dan memperbaiki pengelihatan mata. Dunia kedokteran modern saat ini menemukan buni memang mengandung banyak kandungan gizi vitamin c, provitamin a (karotenoid), vitamin b1, vitmain b2, vitamin e, mineral besi, fosfor, potasium / kalium dan serat.
Buah ketapang itu juga berkhasiat. Di dalamnya ada biji ketapang yang bisa kita makan. Buah ketapang itu meski sudah jatuh dari pohon dan mengapung cukup lama di kali (sungai), masih bisa kita makan bijinya. Khasiatnya biji ketapang ini, kalo dimakan bisa membuat orang kenyang yang memakannya. Hehe.. Karena ketapang juga mengandung protein loh. Tidak hanya biji ketapang yang berkhasiat, kalo orang tua jaman dulu percaya, daun ketapang kering bisa membuat ikan cupang lebih sehat dan panjang umur. Anak-anak kecil seperti saya dulu juga ngikutin, ikan cupang kita yang terluka bisa kita kasih air yang ada daun ketapangnya. Buah lainnya seperti kecapi, kersen dan sawo juga berkhasiat. Namun sekarang sudah sulit kita temui.
Secara tidak sadar, kita telah kehilangan banyak buah-buahan lokal yang sangat berkhasiat. Tidak hanya berkhasiat, buah-buahan ini dapat tumbuh dan berbuah dengan mudah, cocok dengan tanah di Indonesia. Meminjam kata-kata Koes Ploes, tongkat kayu dan batu saja bisa jadi tanaman. Karena saking suburnya tanah di Indonesia.
Beruntung, perlahan kesadaran untuk menjaga buah-buahan lokal kemudian kembali tumbuh. Kita bangsa Indonesia memang punya ciri khas begitu, tumbuhnya cinta jika sudah kehilangan. Tapi nggak apa, itu masih mending, daripada sama sekali kita membiarkan buah-buahan lokal tenggelam di negeri sendiri. Nah, menurut saya kesadaran untuk mencintai buah lokal itu harus dimulai dari lingkup terkecil, yakni keluarga kita.
Kenapa keluarga? Karena keluarga itu menggugah selera. Saya (26 tahun) termasuk beruntung masih mengenal buah-buahan menteng, jambu klutuk, kecapi, sawo, ketapang, kersen (talok) dan buni. Meski buah-buahan tersebut, bukan punya sendiri, tapi pilihan keluarga sudah mengenalkannya sejak kecil. Nah, ibu sama bapak juga punya cara sendiri untuk menjaga buah-buahan lokal, yaitu menanam pohon dipekarangan rumah.
Di pekarangan, sekarang tumbuh 3 pohon buah lokal: rambutan jenis macan (2 pohon), belimbing depok, dan jambu air. Semuanya masih aktif berbuah. Yang terbaru rambutan macan. Sementara, belimbing baru mulai berbuah, jambu air juga sama, maklum belum musimnya. Kalau dulu, di pekarangan juga tumbuh pohon mangga simanalagi dan pohon papaya. Tapi karena keduanya sudah tua, dan jarang berbuah terpaksa diganti dengan jenis tanaman buah yang lain. Ibu sama bapak juga suka tanaman obat-obatan keluarga seperti tanaman sirih dan pohon saga.
Kebetulan, ibu sama bapak juga punya empang (kolam ikan) di belakang rumah. Amazing, kami punya buah-buahan lokal yang juga tumbuh. Pernah dengar pohon jambu bol (jambu kepal dan jambu merah)? Alhamdulillah punya meski sekarang belum musim berbuahnya. Kalau sekarang yang sedang berbuah itu, pohon cempedak, nangka, sukun dan kedongdong. Semua buah-buahan lokal itu saya suka dan keluarga menjadi pihak yang pertama kali berperan menumbuhkan cinta selera kita terhadap buah lokal.
Lalu bagaimana kalau pekarangan dan lahan kita miliki terbatas? Saya sangat paham bahwa sekarang itu lahan semakin terbatas karena harganya yang semakin mahal. Jika kita bisa memanfaatkan sisa lahan yang masih ada, itu sangat bagus. Seperti kakak saya, yang lahan rumahnya sisa, 5x5m2, digunakan untuk menanam buah labu. Tapi gak semua orang bisa menanam buah lokal dipekarangan rumah.
Nah, salah satu caranya, disinilah peran pemerintah untuk menjaga buah lokal. Pemerintah ayo mewajibkan para pengembang perumahan untuk menanam buah lokal di lahan pengembangan perumahan. Sebab RTH (ruang terbuka hijau) itu kan 40% dari setiap lahan pengembangan perumahan. Jadi dari 100% lahan yang akan dibuat perumahan hanya 60%nya bisa dibuat rumah, sisanya untuk RTH. Nah, selama ini RTH digunakan untuk fasilitas umum (fasum) dan fasos (fasilitas sosial). Tapi gak ada aturan yang spesifik dari pemerintah untuk pengembang (developer) agar menanam buah lokal di fasilitas umum. Sekarang ini adalah saatnya ada aturan agar developer menanam buah lokal apapun di fasilitas umum di perkomplekan perumahan yang baru dibangun. Apabila buah-buahan dapat ditanam, maka warga komplek bisa mengenal dan mencicipi buah lokal secara bersama-sama.
Disamping itu, pemerintah juga harus memberikan penghargaan dalam bentuk insentif kepada pihak-pihak swasta yang memang menanam buah lokal nusantara seperti Sunpride Indonesia (PT. Sewu Segar Nusantara). Insentif dapat diberikan dalam hal kemudahan perizinan atau keringanan pajak bagi setiap perusahaan yang menjual buah lokal. Sunpride Indonesia sendiri tidak hanya menanam buah lokal, tetapi juga ikut memasarkan melalui gerai-gerainya yang tersebar di seluruh Indonesia.
Pemerintah juga dapat membantu para petani buah lokal dengan bantuan traktor misalnya, pupuk atau bentuk bantuan apapun. Hal ini untuk menjaga pihak swasta dan masyarakat untuk tidak menjual lahan yang dimilikinya yang akibatnya dapat dialihfungsikan menjadi peruntukan yang lain.
Semoga beberapa langkah di atas dapat diterima sebagai masukan berharga untuk menjaga buah lokal nusantara. Sebab buah lokal tidak kalah dengan buah impor. Bahkan buah lokal lebih berkhasiat dan bervariatif. Go buah lokal!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H