Mohon tunggu...
Rizky Febriana
Rizky Febriana Mohon Tunggu... Konsultan - Analyst

Senang Mengamati BUMN/BUMD dan Pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Boikot Bali Blunder Terbesar Australia

27 Februari 2015   14:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:25 1133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14249983182042936649

[caption id="attachment_399864" align="aligncenter" width="380" caption="Bali Nine (Source: AFP)"][/caption]

Keputusan Presiden Jokowi menolak grasi terpidana mati kasus narkoba Bali Nine Andrew Chan dan Myuran Sukumaran berbuah ajakan boikot Bali dari Australia. Bahkan ajakan tersebut secara mengejutkan juga disampaikan oleh Pemerintah Australia melalui Menteri Luar Negeri, Julie Bishop yang menghimbau masyarakatnya untuk menunda kunjungan pariwisata ke Bali.

Tercatat bukan kali ini saja gerakan boikot Bali mengemuka dikalangan warga Australia. Hal serupa pernah terjadi di 2005 silam, ketika Schapalle Leigh Corby yang juga warga Australia pernah bermasalah dengan hukum di Indonesia karena hendak menyelundupkan narkoba jenis mariyuana seberat 4,2 kg. Putusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara kepada Corby membuat ajakan boikot Bali semakin mengemuka dikalangan warga Australia.

Ajakan ini sebenarnya tidak terlepas dari jumlah kunjungan wisatawan mancanegara asal Australia yang jumlahnya cukup besar. Selama kurun waktu tahun 2000-2014, data Disparda Bali mencatat jumlah wisman asal Australia setiap tahunnya rata-rata mencapai 19-20% dari total wisman yang berkunjung ke Bali. Terakhir, pada tahun 2014 wisman Australia mencapai 991 ribu atau sekitar 26,33% dari 3,76 juta wisman yang mengunjungi Bali. Jumlah ini menjadi yang terbesar diantara jumlah wisman lainnya, disusul kemudian oleh wisman asal China (15,57%), Malaysia (5,99%), Jepang (5,77%) dan Singapura (4,77%).

Tingkat pertumbuhan rata-rata wisman Australia pada periode yang sama juga perlu diakui cukup tinggi sekitar 10-11% setiap tahunnya. Namun demikian, diprediksi ajakan boikot tersebut tidak akan berdampak besar terhadap jumlah kunjungan wisatawan Australia ke Bali dan hubungan kedua negara. Hal ini karena dua alasan utama menurut penulis. Pertama, rasionalitas warga Australia. Berkaca dari ajakan boikot Bali kasus Corby yang dijatuhkan hukuman pada tanggal 27 Mei 2005, terbukti ajakan boikot tersebut tidak menurunkan antusiasme wisman Australia untuk mengunjungi Bali.

Menurut catatan BPS Bali penurunan wisman Australia di 2006 yang hampir mencapai 50% dari tahun sebelumnya bukan disebabkan oleh ajakan boikot Bali karena Corby, melainkan karena peristiwa Bom Bali II. Bom Bali II yang terjadi pada 1 Oktober 2005 mampu menurunkan tingkat kunjungan wisman Australia dari 249 ribu menjadi hanya 132 ribu wisman di tahun berikutnya.

Seiring dengan peningkatan keamanan, jumlah kunjungan wisman Australia ke Bali kembali meningkat. Di 2008, jumlah wisman Australia yang mencapai angka 308 ribu merupakan jumlah yang tertinggi sejak tahun 2000. Bahkan dalam 5 tahun terakhir belakangan ini, wisman Australia mencapai rata-rata 816 ribu setiap tahunnya. Padahal jika mengikuti logika boikot Bali karena Corby, maka seharusnya penurunan wisman Australia ke Bali berlangsung setiap tahunnya hingga saat ini. Setidaknya ini membuktikan bahwa warga Australia secara mayoritas adalah masyarakat rasional sekaligus menandakan menghormati proses hukum di Indonesia.

Hal ini juga tidak terlepas dari fakta bahwa Bali memiliki ratusan objek daya tarik wisata terbaik yang tersebar di 1 Kota dan 8 Kabupaten. Dari dulu, Bali tidak hanya aset berharga bagi Indonesia, melainkan juga bagi warga Australia yang ingin berlibur. Jarak Australia dan Bali relatif dekat dan dapat ditempuh dengan banyaknya rute penerbangan internasional semakin menjadikan Bali sebagai destinasi pariwisata menarik bagi warga Australia. Tentu daya beli wisman Australia ketika di Bali juga menjadi lebih tinggi dibandingkan di negara asalnya.

Kedua, tidak hanya dari sisi pariwisata Bali, Indonesia secara keseluruhan masih menarik bagi Australia khususnya dari sisi investasi. Berdasarkan data BKPM, jumlah penanaman modal asing (PMA) asal Australia di 2014 mencapai USD685 juta, jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2010 yang hanya sekitar USD239 juta. Secara rata-rata dalam 5 tahun terakhir, total PMA asal Australia di Indonesia mencapai USD403 juta.

Sementara itu, dari sisi transaksi perdagangan, berdasarkan data BPS, Indonesia merupakan mitra strategis bagi Australia. Meski nilai transaksi perdagangannya relatif kecil jika dibandingkan dengan negara lain seperti China, India, Amerika Serikat dan Eropa, nilai impor dagang Indonesia dari Australia selama periode 2003-2013 memiliki tren yang terus meningkat sekitar 11,8% setiap tahunnya. Nilai transaksi impor pada periode tersebut mencapai USD39.466 juta, jauh melebihi nilai ekspor Indonesia ke Australia yang hanya sekitar USD38.550 juta.

Namun demikian disisi yang lain,respon berlebihan pemerintah Australia juga sudah semestinya memberikan pelajaran penting bagi pemerintah untuk lebih masif berdiplomasi dengan menandatangani perjanjian bilateral maupun multilateral dengan negara-negara sahabat untuk memerangi kejahatan narkoba dan saling menghormati hukum yang berlaku disetiap negara. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Luar Negeri juga harus lebih aktif untuk mengedukasi masyarakat luar negeri yang ingin berkunjung ke Indonesia agar menghormati dan juga tidak melanggar hukum yang berlaku di Indonesia.

Disamping itu, ini adalah momentum bagi pemerintahan Indonesia untuk membenahi citra lembaga penegak hukumnya. Bukan menjadi rahasia umum lagi bagaimana menurunnya kepercayaan masyarakat Indonesia bahkan dunia terhadap lembaga penegak hukum di dalam negeri. Hal ini tidak terlepas dari pemberitaan buruk seperti rekayasa kasus, prilaku suap ataupun prilaku korupsi oknum lembaga penegak hukum yang seringkali malah menutupi prestasi aparat penegak hukum lainnya yang benar-benar berintegritas dan berkomitmen dalam menegakan hukum di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun