Nur Mahmudi akan segera lengser. Kota Depok Jawa Barat kini bersiap untuk memilih walikota dan wakil walikota barunya untuk periode tahun 2016-2021. Meski rencananya baru akan digelar di Desember 2015 mendatang, perang spanduk sudah marak terjadi di Kota Depok. Entah siapa yang memasangnya, si calon atau inisiatif para pendukungnya. Setiap calon/pendukungnya seolah berlomba memperkenalkan dirinya, ada yang masih malu-malu tanpa menyebut dirinya/orang yang didukungnya calon walikota ada juga yang langsung ngiklan sebagai cawalkot Kota Depok.
Seperti spanduk Bang Yon, yang lebih mengiklan tentang #ayopilahsampah. Bang Yon yang memiliki nama panjang Muhammad Supariyono ini dispanduknya merupakan ketua asosiasi bank sampah Kota Depok. Apakah Bang Yon mau nyalon atau tidak, saya kurang paham karena saya tidak mengenalnya, yang pasti spanduk-spanduknya cukup marak mewarnai sudut-sudut Kota Depok bersamaan dengan para politikus lainnya.
Hasil survei yang menempatkan Rieke Diah Pitaloka terbilang wajar, mengingat Beliau juga pernah bertarung di Pilkada Jawa Barat 2013. Di Pilkada Jabar lalu Rieke Diah Pitaloka mendapatkan 216.912 suara, menjadi nomor dua setelah Aher-Deddy Mizwar yang mendapatkan 225.955 suara. Nama artis yang terkenal tentu modal yang begitu berharga bagi Rieke Diah Pitaloka. Tapi tentu, pemilihan langsung di pemilu kita hari ini tidak bisa selalu dihitung secara matematis. Lalu siapa yang akan menang?
Siapa yang akan menang? Jelas bukan menjadi concern saya hari ini. Tentu selain prestasi yang harus dilanjutkan, Kota Depok memiliki banyak PR yang harus dibenahi. Sebagai putra kelahiran Kota Depok, saya menaruh perhatian terhadap problem kemacetan Kota Depok. Depok memang sudah lama menjelma sebagai Kota, bukan lagi bagian dari Kabupaten Bogor. Ciri-ciri masyarakat Kota sudah lama melekat di Kota Depok. Rumah-rumah kian padat, sementara sawah-sawah sudah berganti dengan bangunan-bangunan, kendaraan-kendaraan semakin mudah terlihat di jalan-jalan maka kemacetan menjadi salah satu problem baru yang lahir dan belum terselesaikan. Saya pernah menuliskan itu di Kompasiana Oktober 2014 lalu, 3 in 1 Akhir Pekan di Depok, Kenapa Nggak? Depok perlu terobosan-terobosan untuk mengatasi kemacetan dan kesemerawutan Kota, tidak cukup melebarkan dan merawat jalan yang memang sudah dilakukan.
Depok juga perlu ruang terbuka hijau, entah taman, entah lapangan, entah danau atau apa. Ruang terbuka yang tidak hanya hijau, tapi ruang berkumpul warga Kota Depok. Saya selalu membayangkan bagaimana sebuah daerah yang memiliki alun-alun kota menjadi lebih asyik menurut saya pribadi. Meski di Jawa alun-alun identik dengan pusat pemerintahan, alun-alun di Kota Depok mungkin perlu ada di tiap kecamatan. Satu lagi, Depok menurut saya juga perlu membangun dirinya menjadi smart city, seperti contoh perlu ada cctv di tiap-tiap jalan untuk memantau kejahatan yang semakin mengkhawatirkan. PR lain biar mereka yang memikirkannya. Ya kira-kira begini, Depok butuh pemimpin setegas Ahok, secerdas Ridwan Kamil, setulus Risma.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H