- Yuridis Empiris: Lebih dari sekadar observasi lapangan, pendekatan ini membutuhkan metode penelitian yang kuat. Contohnya, studi tentang efektivitas UU KDRT dapat menggunakan survei, wawancara mendalam dengan korban dan pelaku, dan analisis data statistik untuk mengukur seberapa efektif undang-undang tersebut dalam mengurangi kekerasan dalam rumah tangga.
- Yuridis Normatif: Â Analisis ini penting untuk memahami konsistensi internal sistem hukum, tetapi perlu diimbangi dengan pendekatan empiris agar tidak menjadi abstrak dan terputus dari realitas. Â Contohnya, analisis yuridis normatif terhadap UU Cipta Kerja akan menelaah pasal demi pasal, mencari potensi konflik norma, dan menganalisis konsistensinya dengan konstitusi.
- Integrasi Kedua Pendekatan: Â Pendekatan yang ideal adalah menggabungkan keduanya. Â Analisis normatif memberikan kerangka teoritis, sementara analisis empiris memberikan data untuk menguji dan menyempurnakan kerangka tersebut.
Â
Madzhab Pemikiran Hukum: Lebih dari Sekadar Positivisme
Positivisme hukum, dengan berbagai alirannya (analitis, murni, yuridis, dan sosiologis), menekankan pada hukum tertulis sebagai sumber utama. Namun, kritik terhadap positivisme muncul karena ia seringkali mengabaikan aspek moral dan sosial hukum.
- Contoh kritik: Hukum apartheid di Afrika Selatan secara teknis "positif" (tertulis dan diterapkan), tetapi secara moral sangat salah.
Â
 Sociological Jurisprudence dan Kritiknya
Sociological Jurisprudence menekankan relevansi hukum dengan kehidupan sosial. Namun, pendekatan ini juga menuai kritik karena potensi penyalahgunaan kekuasaan dalam "rekayasa sosial". Siapa yang menentukan "kebutuhan sosial"? Bagaimana memastikan bahwa rekayasa sosial tidak melanggar hak asasi manusia?
- Contoh: Program-program pemerintah yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat (misalnya, kampanye anti-korupsi) dapat dilihat sebagai contoh rekayasa sosial.