Mohon tunggu...
Rizky Djauhari
Rizky Djauhari Mohon Tunggu... -

sering takut melakukan hal yang tidak biasa di lakukan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Anak Dusun Juga Bisa Ngampus

27 Desember 2013   14:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:26 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

http://rizkydjauhari.blogspot.com
aboutme

Kampus adalah tempatnya pencucian orang miskin

Miskin harta, miskin ilmu dan miskin moral (siWalker)

Ngampusssss.....Siapa yang bilang ngampus harus orang yang berduit? Pertanyaan ini yang sering muncul untuk temannya ketika si anak dusun  pulang ke kampung halaman. “ampun mahasiswa, bukan main orang dari kalangan berduit” ujar temannya kepadanya, ini menjadi tanda tanya besar untuk kita yang ingin meraih impian. Sekedar meluruskan persepsi ungkapan diatas, agar bisa lebih memikirkan apa yang akan kita lakukan kedepan supaya kita bisa melanjutkan keperguruan tinggi, bukan memikirkan apa yang akan menyusahkan kita nanti. Kebanyakan orang lebih memikirkan yang susahnya daripada jalan keluarnya, sehingga bisa berpengaruh pada kemauan untuk menambah pengetahuan, dan juga bisa membuat daya dorong untuk maju menjadi lemah.

Anak dusun? Iya,, Dia anak dusun utara ujung pinggir sungai, sungai yang menjadi batasan dengan desa tetangga, tepatnya di desa sipayo kecamatan paguat kabupaten Pohuwato. Ia dilahirkan dari rahim seorang ibu dengan berstatus URT (urusan rumah tangga) dan ayahnya seorang petani. Ibu URT itu sering di panggil dengan panggilan ma’tei (sapaan akrab) dengan nama lengkap Teti Husain dan petani itu sering di sapa dengan sapaan Ga’u yang bernama lengkap Abd. Gafar Djauhari. Ayah dan Ibu tersebut di karunia dengan delapan (8) anak, laki-laki berjumlah 5 orang dan 2 orang perempuan dan satunya telah meninggal dunia pada usia sekitar 2 tahun , anak pertama bernama Rizal Djauhari (mahasiswa jurusan Peternakan di Universitas  Negeri Gorontalo), ke-2 Rizky Djauhari(mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi di Universitas Negeri Gorontalo), ke-3 Richat Djauhari (siswa SMA), ke-4 fingky Djauhari (siswa MTS), ke-5 Rahman Djauhari (murid di MI), ke-6 fingkan Djauhari (murid di MI), ke-7 Rahim Djauhari (TK) dan satunya lagi hampir lupa anak pertama dilahirkan dari suami sebelum ayah dari anak dusun tersebut bernama Riyan Rauf.

­Orang tua dari ke delapan anak tersebut mampu menyekolahkan anaknya dari anak bungsu sampai anak sulungnya dengan tekad yang kuat tanpa memikirkan tanggungan biaya dari kebutuhan kehidupan sehari-hari dan ke depannya bagaimana, hanya karena berprinsip pendidikan itu perlu sebagai barometer untuk mencapai impian.

Siapa si Anak Dusun?

Dia si anak kedua dari ibu URT dan Ayah petanitersebut. Rizky Djauhari (DJAUH dimAta deRas dihatI) dengannama paling panjangnya rizky aditya fernendi sandika erlangga syaputra wijaya kusuma yongma rescucer disfencer walker djauhariadalah salah satu mahasiswa di jurusan Ilmu komunikasi angkatan ke-2 di fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo (UNG), UNG adalah salah satu Universitas terbesar dan satu-satunya campus Negeri di kota Gorontalo.

Berjalannya kegiatan perkuliahan, si anak dusun dan kakaknya yang bernama rizal sempat di hadapi dengan masalah yang bisa menghambat perkuliahan, di pertemukan dengan masalahharus ada yangdikorbankan antara anak dusun dan rizal, pengeluaran biaya kuliah begitu menguras kantong dari seorang petani agar  rizal mengikuti PKL (praktek kerja lapangan) dan di susul dengan KKS (kuliah kerja sibermas) yang bisa saja berefek pada anak dusun  untuk pembayaran SPP tiap semester. Dengan waktu yang sempit, anak dusun berusaha untuk mengantisipasi sebab ada angin bahagia sempat masuk ke telinga anak dusun dengan adanya kebijakan Universitas(jika Universitas memiliki dua orang mahasiswa yang bersaudara kandung bisa mengurus pengurusan keringanan biaya SPP, suara mahasiswa). Dan ternyata tidak sesuai harapan, bahwa pernyataan tersebut berlaku pada kurikulum sebelumnya periode kemarin. Akhirnya dengan suara kecil keluar dari mulut rizalsoal wisuda walaupun lambat asalkan di waktu yang tepat”. Ia sebagai kakak dari si Anak dusun berlaku bijak untuk menunda kegiatan KKS itu semata-mata untuk pemenuhan biaya SPP adiknya. Dan masalah ini tidak menjadi belenggu bagi kedua mahasiswa tersebut, bahkan dijadikan cambuk untuk meneruskan perjuangan hingga nama bisa bermerk title.

Anak dusun yang sering di sapa dengan sapaan si walker. Ia adalah salah satu mahasiswa yang bimbang akan perjalanan hidup untuk berkarir, selalu pesimis, lebih banyak frustasi dari pada aksi, takut gagal tapi ingin sukses dan masih banyak lagi.Disamping ngampus Anak dusun utara atau“walker” sering memikirkan generasi anak-anak dusun sekitar tersebut ke depan dengan satu konsep untuk mementingkan generasi mendatang, dia berupaya bagaimana cara agar bisa tersalurkan apa yang didapatkanya dari bangku kuliah. Tanpa berpikir panjanganak dusun memutuskan untuk mendirikan kelompok kecil di dusun sekitarnya yang beranggotakan 5 orang dan kelompok kecil itu di putuskan menjadi kelompok yang bernama Walker Community (perkumpulan pejalan kaki yang berarti segalanya berawal dari jalan kaki/dari angka nol untuk Sukses) dengan slogannya “Berawal dari kegagalan berakhir dengan kesuksesan”. Seiring berjalanannya waktu, perecrutan terjadi untuk kelompok walker dengan beranggotakan sekitaran 40 orang, dan sampai saat ini masih dalam proses berkembang dengan satu tujuan untuk menjadi komunitas yang mampu dijadikan sebagai cermin dalam sebuah komunitas di sisi positifnya. Sifat ilmu yaitu jika di bagikan tidak berkurang bahkan bertambah dan jika tidak dibagikan sia-sia punya ilmu, kalimat ini yang ada dalam benak anak dusun sehingga setiap kali ada waktu luang anak dusun pun berbagi pengetahuan di komunitasnya.

Bermimpilah setinggi-tingginya, seluas-luasnya dan sekuat-kuatnya, yang paling penting bukan seberapa tinggi, luas, atau kuat mimpi kita, tapi seberapa tinggi, luas, dan kuat kita untuk mimpi itu. Menurut saya ngampus adalah jembatan pertama yang kita datangkan untuk meraih mimpi kita, Kampus adalah tempatnya pencucian orang miskin, miskin harta, miskin ilmu dan miskin moral dan masih banyak lagi miskin tergantung dalam konteks apa yang kita pandang. Kuncinya kemauan, kemauan, dan kemauan!***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun