Pagi ini adalah hari pertamaku masuk ke SMA. Ketika berangkat aku melihat beberapa anak diantar orang tuanya menuju sekolahnya. Karena SMA ku cukup jauh untuk ditempuh aku menggunakan sepeda untuk menuju ke sana. Memang lumayan jauh tapi ini sudah menjadi pilihanku sejak awal tes masuk dulu. Terlintas dipikiranku perdebatan kecil antar aku dan ibuku saat aku ingin berangkat tes dulu,
”kamu tidak akan lulus tes”,sahut Ibuku.
“aku lulus Bu, doakan saja”, jawabku.
(dengan nada lumayan tinggi mungkin di nada D)
“Ibu tidak setuju kamu sekolah disana terlalu jauh, kamu tidak akan lulus”, tegas Ibuku.
“InsyaAllah saya Lulus Bu, ini pilihan saya”.
Aku tetap berangkat meskipun Ibu waktu itu sedikit geram dengan sikapku namun ini sudah pilihanku, memang benar akhirnya aku berada disini di sekolah baruku ini. Sekitar setengah jam aku mengayuh sepeda dari rumah sampailah aku ke depan pintu gerbang sekolah. Namppaknya maih terlalu pagi aku berangkat karena masih terlihat tidak begitu ramai. Aku mengamati ke sekitar bangunan ini sepertinya bekas markas perang yang dahulunya bekas bangunan Belanda yang dirombak menjadi sekolah ini. Indah dan asri dengan rimbun pohon didepannya dan terlihat megah dengan gapura yang menjulang tinggi didepannya. Nampak sebuah tempat duduk di bibir trotoar sekolah. Disitu mataku tertuju kepada seseorang yang nampaknya sedang menunggu. Benar rambutnya yang sedikit basah terurai dengan senyum tipis sedang duduk disitu. Ternyata dia adalah salah satu murid perempuan dengan menggunakan jaket abu-abu dan jepitdirambutnya yang masih nampak sedikit basah. Kuperhatikan dia dan seolah dia tersenyum tetapi ternyata tidak kepadaku melainkan kepada ibu yang ada dihadapanku yang membawakannya bekal yang ketinggalan. Ternyata senyum dipinggir jembatan itu membuatku ingin mengetahui siapa dia..
(bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H