Mohon tunggu...
Rizky AuliaAfrizal
Rizky AuliaAfrizal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Program Studi Sistem Informasi, Universitas Pembangunan Jaya

.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Mengamankan Data Pribadi dalam Sistem Informasi di Era Digital: Implikasi Hukum Telematika di Indonesia

31 Maret 2024   10:21 Diperbarui: 31 Maret 2024   11:36 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Dalam era digital yang terus berkembang, sistem informasi memegang peranan kunci dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari bisnis hingga pelayanan publik. Namun, dengan ketersediaan data yang melimpah, muncul pula tantangan besar terkait keamanan dan privasi informasi, khususnya data pribadi. Kehati-hatian dalam pengelolaan data menjadi semakin penting, karena pelanggaran dapat berujung pada konsekuensi hukum yang serius, terutama dalam konteks hukum telematika di Indonesia.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menjadi landasan hukum yang relevan dalam perlindungan data pribadi dalam sistem informasi. Pasal 26 UU ITE menetapkan bahwa penggunaan informasi yang melibatkan data pribadi seseorang harus didasarkan pada izin dari individu yang bersangkutan. Ketentuan ini menegaskan bahwa privasi individu harus dihormati dan dilindungi dalam setiap transaksi elektronik.

Namun, tantangan nyata muncul ketika kebocoran data pribadi terjadi. Salah satu contoh kasus yang mencuat adalah kebocoran data yang melibatkan ratusan ribu data pelanggan dari sebuah perusahaan telekomunikasi di Indonesia. Data yang bocor termasuk informasi sensitif seperti nomor identitas, alamat, dan riwayat transaksi. Dampaknya tidak hanya merugikan individu secara finansial, tetapi juga dapat mengancam privasi dan keamanan mereka secara keseluruhan. Banyak faktor yang memengaruhi kebocoran data. Sebagaimana dilansir dari kompas.com "menurut Julyanto menyebutkan, kebocoran data bisa terjadi melalui sumber internal maupun eksternal. Setidaknya ada lima sumber utama penyebab kebocoran data, yaitu akses dari aplikasi, superuser akses, akses dari data center, pengaturan akses, dan unencrypted data."

Dari sudut pandang kreatif, penting untuk memahami bahwa keamanan siber tidak hanya menjadi tanggung jawab teknis, tetapi juga menjadi masalah hukum dan sosial. Perusahaan dan pemerintah perlu memperkuat kebijakan dan regulasi yang memastikan perlindungan data pribadi, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya privasi dan keamanan informasi di kalangan masyarakat.

Selain itu, pendekatan kolaboratif antara sektor publik dan swasta juga diperlukan untuk mengatasi tantangan keamanan siber. Ini melibatkan investasi dalam teknologi keamanan yang canggih, pelatihan tenaga kerja yang kompeten, serta kampanye penyuluhan kepada pengguna tentang praktik terbaik dalam mengelola dan melindungi data pribadi mereka.

Dalam menghadapi tantangan keamanan siber yang semakin kompleks, penting bagi kita untuk memperkuat fondasi hukum dan teknis yang mampu mengatasi risiko yang ada. Dengan demikian, kita dapat menjaga integritas dan keamanan data pribadi dalam sistem informasi, serta membangun fondasi yang kokoh bagi masyarakat digital yang aman dan berdaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun