Mohon tunggu...
RIZKY AMALIAPUTRI
RIZKY AMALIAPUTRI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

220910101140

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Gerakan Boikot bagi Perusahaan dan Brand

1 Maret 2024   12:20 Diperbarui: 1 Maret 2024   12:20 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Konflik Israel-Palestina yang telah terjadi terus menerus selama hampir puluhan hingga ratusan tahun yaitu sekitar 106 tahun lebih lamanya, belum juga menemukan titik terang hingga saat ini. Konflik Israel-Palestina yang selalu terjadi tiap tahunnya membuat wilayah Palestina setiap tahunnya semakin berkurang karena direbut dan dicuri oleh tentara Israel.

Pada mulanya, konflik Israel-Palestina berawal dari banyaknya Umat Yahudi yang berpindah serta melarikan diri untuk menyelamatkan diri dari antisemitisme. Bangsa Yahudi kala itu sangat lah dibenci. Bangsa Yahudi yang saat itu tersebar di banyak wilayah sangat dibenci dan seringkali dipandang negatif dan menerima banyak kebencian, terutama kebencian yang dating dari Jerman dan bangsa Eropa. Pemimpin serta dictator Jerman saat itu, yaitu Adolf Hitler merupakan dalang atas gerakan pembantaian umat Yahudi yang dikenal atas kebenciannya terhadap orang-orang Yahudi. Atas kebenciannya yang sangat kuat, muncul lah peristiwa yang dikenal sebagai Holocaust. 

Peristiwa holocaust merupakan gerakan pemmbantaian serta penganiayaan yang berakibat terbunuhnya hampir kurang lebih enam juta jiwa Yahudi yang berada di Eropa yang dilakukan oleh rezim nazi dan terjadi pada tahun 1933-1945. Akibat kejadian holocaust yang membantai jutaan jiwa umat Yahudi saat itu, membuat mereka harus melarikan diri sebagai uoaya untuk menyelamtkan diri dari pembantaian holocaust. Pola penyelamatan diri yang dilakukan oleh umat Yahudi cenderung berpencar. Teradapat umat Yahudi yang melarikan diri berbagai negara terpencar sehingga timbul lahkeinginan untuk kembali Bersatu dan mempunyai negara sendiri.

Bangsa Yahudi saat itu pun turut melarikan diri serta menyelematkan diri ke Palestina secara berbondong-bondong dengan harapan selamat dari ancaman embantaian Nazi saat itu. Bangsa Yahudi pun saat itu diterima dengan baik oleh warga Palestina dengan diberi tempat penampungan. Awal mula konflik Israel-Palestina terjadi tepat pada tanggal 02 November 1917 yang pada saat itu Menteri Luar Negeri Inggris, yaitu Arthur Balfour merilis surat yang ditujukan pada Lionel Walter Rotshchild yaitu tokoh komunitas Yahudi Inggris. Surat yang dirilis oleh Arthur Balfour saat itu berisikan seruan untuk mendirikan rumah nasional bagi umat Yahudi yang berada di Palestina. Surat tersebut memberikan dampak yang terasa hingga saat ini karena Eropa memberikan janji wilayah yang dapat diduduki untuk para umat Yahudi.

Jauh kemudian setelahnya, militer Israel yang mulanya hanya memiliki wilayah kecil di Palestina akhirnya berupaya untuk memperluas wilayah serta perbatasan Israel yang diklaim tanah Israel itu dengan menghancurkan desa-desa dankota-kota di Palestina. Aksi perluasan wilayah tersebut turut serta diiringi aksi kekerasan berupa pembunuhan rakyat sipil yang tidak bersalah serta pengeboman untuk meratakan wilayah. Atas kehancuran yang disebabkan oleh militer dan pemerintah Israel saat itu pada peristiwa Nakba 1948, sekitar 15.000 warga Palestina terbunuh dan secara paksa warga Palestina dipaksa untuk berpindah meninggalkan rumah dan wilayah milik mereka sendiri serta diusir oleh para umat Yahudi.

Pasca peristiwa Nakba, Israel secara massive menduduki wilayah yang ditinggalkan oleh penduduk Palestina dan setiap tahunnya selalu melakukan aksi pembunuhan dan perluasan wilayah. Konflik Israel-Palestina masih terus terjadi hingga saat ini yang menyebabkan banyak warga Paalestina yang tidak bersalah terbunuh. Puncak peristiwa terjadi kembali lagi saat Hamas melakukan perlawanan dan invasi secara besar-besaran kepada Israel pada tanggal 07 Oktober 2023. Aksi kekerasan yang dilakukan Isrsel masih berlanjut sampai sekarang dengan terbunuhnya belasan ribu warga Palestina dan pengeboman yang terjadi secara terus menerus tanpa henti yang berdampak pada sulitnya warga Palestina mendapatkan hidup yang layak. Perebutan hak kemanusiaan yang dilakukan oleh Israel tidak hanya berhenti sampai di situ saja. Militer Israel pun turut menghalang segala macam bentuk bantuan baik pangan, Kesehatan atau bahan baku pokok yang dikirimkan untuk ditujukan kepada warga Palestina.

Dalam konflik Israel-Palestina, banyak sekali negara yang mengusung ceasefire dan mendukung kemerdekaan atas Palestina di hadapan PBB seperti Indonesia, China, Turki, dll. Mereka menuntut PBB untuk segera melakukan gencatan senjata atas kekejian yang dirasakan oleh Palestina. Tetapi, tidak sedikit juga negara yang menolak adanya gencatan senjata dan tetap melanjutkan aksi genosida, seperti Amerika Serikat , Papua Nugini, Guatemala, dll. Gerakan mengupayakan kemerdekaan Palestina dan menuntut gencatan senjata terus berlanjut di sidang PBB hingga berkali-kali, tetapi Amerika sebagai bagian dari dewan keamanan PBB selalu mengajukan veto. Tentunya hal tersebut membuat geram banyak negara karena mereka selalu melegitimasi aksi pembantaian massal dan genosida yang menyebabkan banyak nyawa tidak bersalah melayang dan tindakan Israel yang menghilangkan hak asasi manusia warga Palestina. Maka aksi yang dilakukan Israel ini bukan hanya semata perluasan wilayah, tetapi pelanggaran HAM berat.

Atas tindakan acuh dan merasa tidak bersalah yang dilakukan oleh Israel dan Amerika Serikat dengan masih melanjutkan aksi genosida dan Amerika yang selalu mengajukan veto dan memberikan supply dana serta dukungan pembelaan terhadap Israel, memunculkan gerakan boikot. Jika dilihat dari unsur ekonomi politik internasional, gerakan boikot sangat mungkin dapat mempengaruhi perekonomian negara tersebut. Gerakan boikot diajukan atas aksi apatis mereka yang terus menunjukkan dukungannya terhadap penjahat genosida.

Aksi boikot yang secara massif dilakukan di berbagai negara terbukti sangat berefek. Gerakan boikot dapak dikatakan sebagai gerakan perlawanan atas serangan Israel dan pihak-pihak terkait yang turut serta membela dan  menyupply Israel dalam bentuk apapun dalam aksi genosidanya. Sistem boikot ini terbukti sangat berpengaruh pada penurunan keuntungan brand-brand yang ketahuan mengalirkan dana nya untuk operasioal IDF atau tentara Israel di Palestina. Sistem boikot ini menjadi sangat efektif karena terdapat sistem BDS yang berfungsi untuk mengoptimalkan program yang menggerakkan hak asasi manusia yang inklusif dan memnentang segala bentuk diskriminasi. Dalam gerakan boikot, BDS memfokuskan pada perusahaan atau brand besar yang mengalirkan dana penjualannya kepada tentara Israel. Dalam panduan BDS, gerakan boikot difokuskan pada beberapa titik kecil terlebih dahulu dengan target yang direncanakan agar efek dari boikot lebih terasa. BDS Movement menyeruan 17 brand yang berafiliasi dengan Israel untuk diboikot, diantaranya ada McD yang secara terang-terangan memberi bantuan makanan untuk tentara Israel, Disney+ yang mengucurkan dana dalam jumlah besar untuk support Israel, burger king, pizz hut, starbucks dll.

Gerakan boikot secara massif ini dianggap berhasil karena sejumlah brand atau perusahaan besar yang menjadi sasaran boikot karena berafiliasi dengan Israel telah mengalami jumlah penurunan penjualan yang sangat drastis. Tidak hanya itu, angka saham perusahaan yang terkena boikot juga dilaporkan mengalami penurunan saham dan nilai yang sangat anjlok, contohnya adalah Starbucks. Strabucks terlihat mengalami penurunan saham hingga 1,6% pada awal Desember tahun lalu. Dilansir dari CNBC Indonesia, Starbucks juga mengalami angka kerugian mencapai 186 Triluin akibat gerakan boikot yang secara besar-besaran.

Kegiatan politik berupa aksi genosida Israel oleh Palestina tidak hanya berefek kepada warga Palestina dan hubungan Israel dengan negara-negara lain, tetapi juga memiliki pengaruh terhadap perekonomian internasional. Tentunya aksi boikot ini menunjukkan bahwa gerakan boikot memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap nilai perekonomian karena mempengaruhi nilai transaksi atu penjualan suatu brand dapat dibuat menurun drastis akibat berafiliasi dengan Israel dan masyarakat lebih aware dengan menghentikan konsumsi terhadap produk-produk yang pro-zionist.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun