Mohon tunggu...
Moch Rizky Ali Khafidh
Moch Rizky Ali Khafidh Mohon Tunggu... Guru - Pelajar

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pesantren Sebagai Lembaga yang Merepresentasikan Nilai-Nilai Pendidikan Ki Hajar Dewantara

16 Februari 2024   09:00 Diperbarui: 16 Februari 2024   09:04 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Salah satu buah pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan adalah sistem among. Menurut Efendi (2023) “Sistem Among merupakan sistem pembelajaran merdeka  bagi  peserta  didik.  Karena  dalam  sistem Among Ki  Hadjar Dewantara dipahami sebagai pemeliharaan dan perhatian untuk mendapat pertumbuhan anak lahir  dan  batin  sesuai  dengan  kodrat”. Berdasarkan pengertian sistem among tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pendidikan sudah seharusnya seorang guru atau pendidik selalu mendampingi perkembangan peserta didiknya dalam proses pembelajaran. Guru juga ikut serta mendampingi peserta didik dalam menentukan jalannya sendiri sesuai dengan kodrat alami peserta didik, namun tetap memperhatikan norma-norma dan etika yang berlaku di masyarakat.

Sejalan dengan berkembangnya pendidikan di Indonesia, banyak sekali model-model pembelajaran yang diterapkan salah satunya ialah pembelajaran yang diterapkan di Pondok Pesantren. Pesantren dapat menjadi lembaga pendidikan yang merepresentasikan nilai-nilai pendidikan KHD mulai dari pendidikan menuntun, kodrat alam dan kodrat zaman, sistem among, budi pekerti,, dan nilai budaya luhur. Hal in sejalan dengan pendapat M. Shohibul Hilmi (26), kepala Pondok Pesantren Al-Fattah Al-Ausath Lamongan (15/02) yang menyatakan bahwa “sejak pertama kali dikenalkan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) pondok pesantren selalu menjaga marwahnya melalui kajian-kajian kitab kuning ala kitab pesantren, jama’ah, kerukunan antar santri (peserta didik), dan pendampingan betul-betul terhadap perkembangan santri (peserta didik) baik dari segi kemampuannya atau bahkan kesehatannya, diskusi atau dalam bahasa pesantren disebut syawir (red: Bahasa Arab)”.

Sistem among dalam pendidikan pesantren tercermin dalam kegiatan sehari-hari dan tidak hanya pada proses pembelajaran sebagaimana pernyataan M. Shohibul Hilmi (26) diatas bahwa dalam pondok pesantren seluruh kegiatan santri (peserta didik) mendapatkkan perhatian dan pendampingan oleh para guru atau pengurus bahkan sampai hal kesehatan santri juga turut diperhatikan. Pendampingan atau pembinaan lainnya adalah kepekaan guru terhadap kemampuan santri (peserta didik) yang terwujud dalam kegiatan sharing, sharing merupakan istilah yang biasa digunakan dalam kalangan pesantren untuk berdiskusi yang biasanya dilaksanakan setelah semua rangkaian kegiatan selesai. Dalam kegiatan tersebut biasanya guru mengajak santri (peserta didik) untuk membahas mata pelajaran yang belum dipahami ketika di Sekolah atau di Pondok. Hal ini menunjukkan bahwa pesantren sebenarnya pendidikan pesantren sudah sejak lama menerapkan sistem among yang diusung oleh Ki Hajar Dewantara yang kemudian menjadi semboyan pendidikan Indoneisa, yaitu Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, dan Tutwuri handayani.

Pendidikan pesantren memiliki prioritas utama yang benar-benar dikawal oleh masyarakat pesantren disamping pengajaran ilmu keagamaan yaitu budi pekerti atau akhlak. Budi pekerti merupakan nafas bagi masyarakat pesantren, budi pekerti menjadi pandangan utama dalam pendidikan pesantren sehingga seluruh lapisan pesantren baik guru atau bahkan pemimpin pesantren ikut serta mengawal agar terbentuk santri (peserta didik) yang memiliki intelektualitas tinggi dan moralitas yang tinggi pula. Hal ini tentu sejalan dengan salah satu nilai pendidikan yang diharapkan oleh KHD yaitu Budi pekerti dan nilai budaya luhur.

Pendidikan pesantren juga sangat erat dengan suasana kekeluargaan sehingga pesantren dapat menyelenggarakan pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi peserta didiknya yang kemudian disebut Ki Hajar Dewantara dengan pendidikan yang merdeka. Pendidikan merdeka sebagaimana pemikiran KHD dalam Sholihah (2021) adalah “pembinaan yang diberikan kepada peserta didik, dilaksanakan secara terus menerus, dengan berbagai potensi kecerdasan, agar peserta didik mampu mandiri jasmani dan rohaninya, mampu secara bebas (mandiri) mengembangkan potensi-potensi unik dengan fitrahnya (kodrat alam) masing-masing”. Ada banyak contoh kemerdekaan belajar yang dapat dilihat dalam pembelajaran sehari-hari di Pesantren misalnya kegiatan turots dimana santri (peserta didik) diberikan kebebasan melakukan diskusi ilmiah, Muhadharah atau Exibition yang merupakan kegiatan penguatan kompetensi bagi peserta didik, extrakulikuler, dsb. Meski demikian, pendidikan yang merdeka tetap perlu adanya pendampingan dari seorang guru dan tidak serta merta membebaskan peserta didik tanpa diberikan arahan.

Santri (peserta didik) di Pesantren umumnya tidak hanya berasal dari daerah sekitar pesantren tersebut saja melainkan berasal dari berbagai daerah yang tersebar di Indonesia apalagi pesantren-pesantren besar yang ada di Jawa misalnya Pondok Pesantren Langitan Tuban yang santrinya banyak juga dari pulau Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Madura, dan masih banyak lagi. Beragamnya latar belakang santri (peserta didik) ini justru membuat terjalinnya keakraban dan ruang menerapkan sikap saling menghargai antar santri karena menganggap perbedaan tersebut merupakan keunikan manusia Indonesia dan tidak menganggap bahwa perbedaan tersebut sebagai ajang persaingan.

Dengan keragaman yang ada di Indonesia sudah seharusnya kita berbangga dan menjadikan hal tersebut sebagai nilai tambah dalam dunia pendidikan karena dengan begitu proses pembelajaran akan lebih bervariasi dan berdampak pada peningakatan wawasan kebangsaan peserta didik serta peningkatan karakter khususnya rasa toleransi pada peserta didik, hal ini sejalan dengan nilai pendidikan KHD terhadap kebhinekaan manusia Indonesia.

Daftar Pustaka

Efendi, T,. (2023). Konsep Sistem Among dalam Pendidikan Menurut Ki Hadjar Dewantara. Jurnal Multidisiplin Indonesia (JMI), Volume 2 Nomor 6 Juni 2023: hal. 1231.

Sholihah, D, A,. (2021). Pendidikan Merdeka dalam Perspektif Ki Hadjar Dewantara dan Relevansinya Terhadap Merdeka Belajar di Indonesia. Jurnal LITERASI, Volume XII, No. 2 2021: hal.115.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun