Hai, pembaca setia. Bagaimana kabar teman-taman hari ini. Semoga selalu diberi kesehatan dan dimudahkan segala urusannya ya. Â Tak terasa kita sudah di bulan penghujung tahun ini. Semoga di bulan ini kita diberikan kelancaran dalam urusuan kita oleh yang maha kuasa dan selalu di berikan panjang umur ya Amin. Setelah di pertemuan minggu lalu kita telah mempelajari tentang bagaimana anak-anak usia SD itu belajar, rasanya kurang lengkap kalau kita tidak juga mempelajari belajar pada masa remaja. Bagaimana cara belajar anak-anak pada masa remaja? Jangan khawatir, kita akan menjawab semua pertanyaan itu dalam artikel kali ini.
Masa remaja tuh kayak masa-masa seru banget, ya. Ada periode transisi, masa perubahan, sampe masa usia bermasalah gitu. Remaja dapat dikatakan sebagai masa peralihan dan masa anak-kanak menuju masa dewasa. Menurut Piget usia remaja itu 11 tahun keatas dan termasuk dalam tingkat perkembangan operasional formal. Kemajuan utama pada anak selama periode ini ia tidak perlu berfikir dengan pertolongan benda atau peristiwa konkret, ia mampu untuk berfikir abstrak (Dahar, 2011).
Nah, jadi, remaja itu lagi ngelewatin fase perkembangan kognitif yang seru banget. Mereka mulai bikin perubahan gede dalam cara mereka ngolah informasi dan mikir. Salah satu yang penting tuh kemampuan mereka berpikir abstrak, jadi bisa ngerti konsep yang lebih rumit gitu. Trus, mereka juga mulai nyempurnain kemampuan berpikir logis, jadi bisa bikin argumentasi yang lebih dewasa dan ambil keputusan yang lebih bener. Lagi di fase ini, remaja juga lagi keras-kerasnya cari jati diri mereka.
Gak cuma itu, mereka juga udah mulai ngebayangin masa depan, mikirin opsi pendidikan dan karir. Faktor dari luar kayak pengaruh lingkungan, budaya, dan sosial juga punya peran penting banget dalam ngebentuk pikiran mereka. Selama periode ini, mereka juga lagi latihan keterampilan sosial dan empati, jadi bisa lebih ngerti dan nanggepin emosi orang lain. Pokoknya, perkembangan kognitif remaja ini tuh perjalanan yang rumit tapi keren, jadi dasarnya buat bikin keputusan yang lebih matang waktu udah dewasa.
Pas lagi remaja, kehidupan sosial dan emosional mereka tuh lagi berapa di tengah-tengah. Mereka lagi ngalamin banyak perubahan, mulai dari yang emosional, sosial, sampe yang pribadi. Di fase ini, hubungan sama teman sebaya jadi super penting, ya. Mereka belajar cara komunikasi, kerja sama, dan ngarungi dinamika sosial di kelompok mereka. Keterampilan sosial, kayak empati dan penyelesaian konflik, juga makin dikembangin, buat ngejaga hubungan mereka.
Meski lagi fokus sama teman-teman, keluarga tetep punya peran yang gede dalam perkembangan sosioemosional remaja. Meskipun kadang konflik sama orang tua nggak bisa dihindarin, tapi mereka juga nyari dukungan dan bimbingan dari keluarga. Remaja juga lagi belajar cara ngatur emosi, ngeliatin dan ngatasin stres, kecemasan, dan tekanan dari sekitar mereka. Ini penting banget buat ngebangun ketangguhan emosional.
Gaya komunikasi remaja juga lagi mengalami perubahan, mereka mulai belajar keterampilan komunikasi yang lebih dewasa, baik yang verbal maupun non-verbal misalnya itu bro, gais trus kalau di Malang itu lur, rek, cah dan masih banyak lagi. Selain itu, mereka juga lagi eksplorasi hubungan romantis dan mencoba ngerti apa itu intimasi, yang jadi bagian penting dari perkembangan sosioemosional mereka.
Untuk dapat mandiri dalam belajar, remaja itu membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan agar mendapat hasil belajar yang maksimal (Fitriani & Yusri, 2022). Kemandirian belajar dapat diperoleh bila remaja memiliki kemampuan untuk mengatur diri sendiri secara bertanggung jawab, meskipun tidak ada pengawasan dari orang tua ataupun guru.
Apakah pada saat remaja itu cara belajar mereka selalu bisa berjalan tanpa adanya hambatan? Tentu saja tidak. Belajar pada masa remaja seringkali menjadi perjalanan yang penuh dengan berbagai problematika. Ada banyak problematika yang muncul. Salah satu tantangan besar adalah tekanan akademis yang tinggi, terutama dari harapan tinggi orang tua dan guru. Kadang gangguan konsentrasi juga jadi masalah serius, apalagi dengan banyaknya distraksi dari gawai dan media sosial.
Stres ujian dan penilaian juga bisa jadi beban berat, bikin mereka ngerasa tertekan buat dapetin hasil bagus. Kesulitan dalam ketrampilan belajar, kayak susah rangkum materi atau ngerti konsep, juga jadi hambatan. Masalah kesehatan mental, kayak kecemasan dan depresi, juga bisa ngaruh kemampuan mereka belajar.
Perubahan fisik dan emosional selama pubertas juga jadi tantangan tambahan. Selain itu, masalah pergaulan sama teman sebaya atau rasa terasing di sekolah bisa ganggu keseimbangan emosional dan fokus belajar. Ketidakpastian soal pilihan pendidikan dan karir di masa depan juga bisa jadi sumber kekhawatiran yang ngaruh motivasi belajar.