Mohon tunggu...
Rizky aditya
Rizky aditya Mohon Tunggu... Peternak - Rizky Aditya

Tetap semangat dan sabar dalam menghadapi situasi apapun.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Petualangan Belajar Anak-anak Awal: Model Pembelajaran, Asesmen yang Seru dan Mendukung

19 November 2023   09:50 Diperbarui: 19 November 2023   09:56 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hai, pembaca setia. Bagaimana kabar teman-taman hari ini. Semoga selalu diberi kesehatan dan dimudahkan segala urusannya ya.  Kali ini, mari kita gali lebih dalam tentang sebuah topik yang mungkin pernah menjadi misteri bagi sebagian dari kita yaitu belajar pada masa anak usia dini. Apakah kamu pernah bertanya-tanya, sebenarnya bagaimana cara belajar anak-anak pada masa usia dini? Bagaimana konsepnya bekerja dalam konteks pembelajaran? Jangan khawatir, kita akan menjawab semua pertanyaan itu dalam artikel kali ini.

Proses kognitif itu merupakan serangkaian tahapan yang mrnyebabkan terjadinya proses belajar. Proses tersebut melibatkan perubahan cara berfikir anak, tingkat kematangannya, dan bahasa yang mereka gunakan (Tarigan et al., 2023). Kemampuan kognitif anak dapat dipahami sebagai kapasitasnya untuk berfikir lebih kompleks dan kemampuan untuk melakukan hukuman dan pemecahan masalah.

Perkembangan kognitif pada anak-anak awal itu seperti menyaksikan pertunjukan sihir yang penuh keajaiban! Hal ini adalah periode di mana otak kecil mereka sedang sibuk menyerap informasi dan mengembangkan keterampilan intelektual.

Pertama-tama, bayangkan otak anak sebagai spons yang haus pengetahuan. Selama beberapa tahun pertama kehidupannya, mereka mulai mengumpulkan segala hal dari lingkungan sekitar. Mulai dari bentuk, warna, hingga suara, semuanya diambil dan disimpan di sana seperti kumpulan kenangan yang lucu.

Ingat waktu si kecil pertama kali mengucapkan "mama" atau "papa"? Itu adalah awal dari perkembangan bahasa mereka. Otak mereka belajar menghubungkan suara dengan objek dan emosi. Jadi, tidak heran jika kita mendengar serangkaian pertanyaan yang tidak berujung dari mereka, mereka benar-benar ingin memahami dunia di sekitar mereka.

Kemudian ada perkembangan keterampilan motorik. Pikirkan tentang saat pertama kali si kecil bisa meraih mainan dengan tangannya yang gemetar. Itu adalah langkah awal menuju kebebasan! Mereka mulai memahami bagaimana menggunakan otot-otot kecil mereka untuk melakukan tugas sehari-hari seperti makan dengan sendok atau mengancingkan kancing baju.

Dalam dunia imajinasi, anak-anak awal ini juga menjadi ahli. Mereka bisa menjelajahi dunia khayalan mereka dengan bebas. Ini penting untuk perkembangan kreativitas dan pemecahan masalah. Jadi, jika melihat anak sedang bermain "rumah-rumahan" atau menyusun blok-blok, itu sebenarnya adalah latihan otak mereka yang brilian!

Hal ini sama seperti teori piaget dalam perkembangan kognitif anak pada pertemuan minggu lalu. Beliau itu berpendapat ada tahap perkembangan kognitif yang terjadi sejak bayi lahir hingga dewasa. Dalam buku (Dahar, 2011) tahapan tersebut meliputi sensorimotor (usia 0-2 th), pra-operasional (2-7 th), operasional konkret (7-11 th), dan operasi formal (9-11 th).

Pada usia dini, anak-anak mengalami perkembangan sosioemosional yang sangat penting. Pada usia dini, anak-anak mulai mengembangkan keterampilan sosial dan emosional mereka (Sukatin et al., 2019). Hal tersebut melibatkan interaksi dengan orang lain dan cara mereka mengelola perasaan mereka. Tidak hanya itu, kemandirian juga muncul, dengan mereka belajar melakukan tugas sederhana sendiri dan meresa percaya diri secara emosional.

Akan tetapi semua anak bisa sertamerta bisa mengalami perkembangan tersebut dengan mudah. Terdapat beberapa problematika belajar pada anak. Beberapa anak mungkin menghadapi kesulitan dan mempertahankan konsentrasi selama pembelajaran, entah karena kurangnya minat pada materi atau asanya gangguan eksternal.

Kesulitan memahami materi juga bisa menjadi hambatan, karena setiap anak memiliki kecepatan belajar yang berbeda. Masalah kesehatan, baik fisik maupun mental, dapat mempengaruhi kehadiran dan fokus di sekolah. Tantangan sosial dan emosional, seperti konflik dengan teman sekelas atau masalah emosional, juga dapat mengganggu proses belajar pada anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun