Mohon tunggu...
Rizky Tria Meditanala
Rizky Tria Meditanala Mohon Tunggu... -

seorang comic yang masih belajar. ingin menjadi penulis cerita misteri detektif.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Niky Martino: Teror Bom Sekolah

17 Oktober 2014   02:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:43 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bel pulang SMA Mandiri yaitu sekolah swasta yang terkenal di Jakarta telah berbunyi, menandakan seluruh pelajaran hari itu sudah selesai. Sekolah itu luas, bersih, megah dan murid-muridnya berprestasi. Siswa-siswi dari sekolah tersebut merupakan pilihan dari seleksi yang ketat dan juga beasiswa.

Niky Martino, siswa pintar tapi pemalas yang sedang tidur pulas di taman sekolah belum bangun juga. Niky bertubuh tinggi, ganteng, berambut rapih dengan gaya yang modis, disukai banyak siswi di sekolah itu dan pandai melakukan apa saja. Ayahnya adalah seorang kepala kepolisian di Jakarta yang bernama Nino Martino. Niky sering kabur pada jam pelajaran yang membosankan menurutnya terutama pada saat jam terakhir.

Setelah mendengar kegaduhan yang dibuat siswa-siswi yang hendak pulang ke rumah, akhirnya dia bangun. Lalu, dia bergegas pergi ke kelasnya yaitu kelas XI IPA-A untuk mengambil barang-barangnya dan pulang. Ternyata di kelas hanya tinggal satu orang lagi, yaitu Jesika Febiola teman masa kecil Niky yang suka padanya sejak dulu. Jesika mempunyai paras cantik dengan rambut yang berponi dan diikat dua serta tubuh yang tinggi.

“Niky, kenapa sih kamu suka kabur di jam pelajaran terakhir?” Tanya Jesika

“Males nih, pelajaran fisika soalnya, mending tidur di taman hahaha...” Jawab Niky

Saat mengambil tas, Niky melihat ada amplop surat di kolong mejanya. Itu adalah suatu hal yang mencurigakan bagi Niky. Amplop itu berwarna hitam dan ada tulisan “Surat Tantangan” di depannya. Lalu Niky mengambilnya.

“Surat dari siapa tuh?” Tanya Jesika dengan nada cemburu.

“Gak tau nih, dari fans kali.” Jawab Niky dengan nada bingung.

“Kayaknya ada yang aneh sama surat ini” Ujar Niky dalam hati.

“Buka dong. Aku pengen tau siapa yang ngirim surat ini.” Usul Jesika.

Lalu, mereka berdua membuka amplop tersebut.

Halo, Detektif Sekolahan

Aku ingin menantangmu untuk menjinakkan sebuah bom plastik yang telah aku pasang di suatu tempat. Aku akan memberitahumu tempat itu dengan sebuah teka-teki

Di bawah pasangan singgahsana atau simbol tahta untuk melakukan pekerjaan bukan saat kita lapar

Bom tersebut akan meledak saat sang fajar tenggelam.

Tapi, sebentar lagi aku akan menyapamu dengan sapaan hangat.

Semoga beruntung, Detektif Sekolahan.

Nero

“Jangan bercanda!” Kata Niky dengan marah.

“Kita harus menemukan bom itu secepatnya.” Kata Jesika dengan panik.

Tiba-tiba suara bom yang sangat keras terdengar dari arah kantin. Mereka berdua pun langsung pergi ke sana. Sesampainya di sana, sebuah meja kantin yang sudah tidak layak pakai sedang terbakar akibat dari bom yang meledak beberapa saat yang lalu. Kerumunan siswa, guru juga pedagang berkumpul mengerumuni tempat kejadian. Di sana mereka bertemu dengan Reno Septian, seorang anak berkacamata kelas IX IPA B yang rajin dan pintar

“Reno, apa yang terjadi?” Tanya Niky.

“Ada sebuah bom plastik meledak di sini.” Jawab Reno

“Kita terlambat, Niky.” Kata Jesika

“Tidak, ini belum selesai, ini hanya sapaan hangat dari Nero.” Ucap Niky.

“Siapa Nero?” Tanya Reno.

“Dia adalah orang yang mengirim surat tantangan kepadaku untuk menjinakkan bom-bom yang telah dia pasang.” Jawab Niky

Setelah itu, Pak Mardi Sumardi, kepala sekolah dari SMA Mandiri mendatangi tempat kejadian. Dengan perawakan tinggi dan besar, memakai peci, berkumis tebal dan berkacamata minus beliau menghampiri mereka bertiga yang sedang berkumpul.

“Anak-anak, apa yang terjadi? Bapak mendengar dentuman keras. Apakah ada bom?” Tanya Pak Mardi.

“Ada seseorang yang ingin meneror sekolah ini dengan bom, pak. Ijinkan saya untuk menyelidikinya, pak. Karena saya diberi surat tantangan dari orang yang membuat bom tersebut.” Jawab Niky.

“Apakah kamu tau siapa orangnya?” Tanya Pak Mardi lagi.

“Saat ini saya belum bisa memutuskan siapa orangnya tanpa ada bukti, tapi saya sudah punya tersangka.” Jawab Niky lagi.

“Baiklah, sebagai anak seorang kepala polisi yang terkenal di kota ini, bapak percayakan kasus ini kepadamu. Sambil menunggu polisi datang karena seperti yang kita ketahui bahwa kantor polisi sangat jauh dari sini”

“Baik, pak. Saya akan menyelidikinya sekarang.”

Niky pun meminta bantuan kepada Jesika dan Reno untuk membantunya menyelesaikan kasus tersebut. Mereka berpencar mencari bom yang masih belum ditemukan ke segala sisi sekolah. Jesika mencari di sekitar taman, Reno mencari di sekitar perpustakaan, dan Niky mencari di sekitar Toilet.

Di saat yang sama, seseorang yang mencurigakan mengintai Niky dari kejauhan. Orang itu terlihat gelisah. Dia memperhatikan gerak-gerik Niky yang sedang mencari bom. Tiba-tiba Niky berhenti mencari dan berpikir sejenak.

“Di mana bom itu berada? Siapa Nero itu? Dan apa arti teka-teki tersebut? Mungkin lebih baik aku baca kembali teka-teki tersebut. Bom itu akan meledak saat sang fajar tenggelam. Berarti bom itu akan meledak sekitar jam 6. Aku masih punya waktu 2 jam lagi. Di bawah pasangan singgahsana? Melakukan pekerjaan? Saat kita lapar? Apakah jangan-jangan....”

Niky langsung menyadari sesuatu dan berlari ke suatu tempat. Melihat hal itu, orang misterius itu bergumam.

“Gawat, sepertinya dia sudah tahu letak di mana aku memasang bom tersebut. Aku harus menjalankan rencana B. Jangan panggil aku Nero bila aku kalah darimu, Niky. Hahaha...”

Tempat yang dituju Niky ternyata adalah ruang kepala sekolah. Di ruangan tersebut ada Pak Mardi yang sedang duduk sambil memikirkan sesuatu. Ruangan itu sangat rapih dan dihiasai dengan foto-foto kepala sekolah sebelumnya dan piala-piala dari murid-murid yang berprestasi di sekolah itu. Keheningan di ruangan tersebut pecah kala Niky membuka pintu ruangan itu dengan cukup keras.

“Pak Mardi, saya tau di mana bomnya.” Kata Niky dengan ngos-ngosan.

“Benarkah? Di mana bom tersebut?” Tanya Pak Mardi.

“Tepat di depan bapak.”

“Apa?” Pak Mardi langsung bangun dan menjauhi meja kerjanya.

“Ya, di sana. Biar saya periksa. Ternyata benar di sini. Pak Mardi, saya akan menjinakkan bom plastik ini sendiri, jangan beritahu yang lain. Bom ini sepertinya juga mempunyai pemicu remote.”

“Apakah kamu bisa?” Tanya Pak Mardi.

“Saya sudah biasa membantu Ayah saya menjinakkan bom sejenis ini, pak. Serahkan semuanya pada saya.”

Selanjutnya, Niky mencari alat-alat untuk menjinakkan bom tersebut. Lalu, kembali lagi dan menjinakkan bom tersebut. Dengan hati-hati Niky membuka bungkus bom tersebut yang terlihat seperti paket. Di dalam bom tersebut banyak terdapat kabel-kabel dengan warna yang berbagai macam. Tapi hal itu tidak menjadi halangan untuk Niky karena dia tahu apa yang harus dia lakukan. Setelah menemukan kabel yang tepat, perlahan-lahan Niky menggunting kabel tersebut. Akhirnya, tidak sampai satu jam, bom itu berhasi dijinakkan. Setelah itu, Niky menyuruh Pak Mardi mengamankan bom tersebut. Niky selanjutnya pergi mencari Jesika. Tidak berapa lama kemudian, mereka bertemu.

“Jesika!” Sahut Niky.

“Niky, ada apa? Kamu sudah menemukan bomnya?” Tanya Jesika.

“Aku rasa aku tau siapa pelakunya. Aku ingin meminta bantuanmu.”

Niky membisikkan rencananya kepada Jesika.

“Baiklah, aku akan melakukannya.”

“Aku akan menyusul ke sana.”

“Oke.”

Di waktu yang lain, Reno yang entah kenapa terlihat gelisah sedang berada di sekitar parkiran. Reno berjalan bulak-balik di sekitar motor tuanya yang berwarna kuning, tetapi masih bisa dipakai. Setelah bulak-balik tak karuan, Reno memakai helm dan menaiki sepeda motornya.

“Aku harus segera pergi dari sini secepatnya. Tunggu, kenapa ban motorku kempes?”

“Aku yang mengempeskannya, Reno.” Ucap Jesika

“Kenapa? Apa salahku?” Tanya Reno sambil melepas helm dan turun dari sepeda motornya

“Aku disuruh oleh Niky.” Jawab Jesika

“Ya, benar. Aku yang menyuruhnya. Memangnya kau mau pergi ke mana?” Ucap Niky yang datang bersama Pak Mardi.

“Mmm... aku mmm... anu” Jawab Reno

“Mau pergi agar kau tidak terlibat dalam kasus teror ini, Reno? Atau harus aku panggil Nero sang peneror bom.” Tanya Niky.

“Benarkah? Apakah itu benar, Reno?” Tanya Jesika

“Tidak, kau tidak punya bukti.” Sanggah Reno.

“Kau tidak menyadari bahwa kau telah menyebutkan sesuatu yang hanya diketahui oleh si pelaku, aku dan Jesika.”

“Apa? Aku tidak bicara apa pun yang mencurigakan.”

“Kau telah berkata “Bom Plastik”. Tidak ada yang tahu kalo itu bom jenis apa kecuali si pelaku, aku dan Jesika yang membaca surat tantangan tersebut. Dan aku yakin apa yang ada di saku kanan celanamu ada pemicu bomnya.”

“Ternyata ketahuan yah? Hahaha... apa boleh buat, aku akan meledakkan bom itu.”

“Tidak!” Teriak Jesika

Reno mengeluarkan pemicu bom dari saku kanan celananya yang berbentuk seperti remote kecil dengan hanya terdapat satu tombol. Reno menekannya dengan keras, tetapi tidak terjadi apa-apa.

“Apa yang terjadi? Kenapa tidak meledak? Atau jangan-jangan...” ucap Reno dengan kebingungan

“Ya, benar. Aku sudah menjinakkan bomnya.” Kata Niky sambil memperlihatkan bom tersebut yang sudah dibongkar

“Terorku kali ini gagal. Padahal aku sudah mempersiapkan segala rencananya dengan matang.”

“Aku telah memecahkan teka-teki yang telah kau berikan. Di bawah pasangan singgahsana atau simbol tahta untuk melakukan kerja bukan saat kita lapar. Singgahsana atau simbol tahta artinya kursi jabatan tertinggi. Dan kursi selalu dipasangkan dengan meja. Tepatnya di bawah meja. Untuk melakukan kerja bukan saat kita lapar, maksudnya meja kerja bukan meja makan. Tempat yang dimaksud teka-teki tersebut adalah kolong meja yang berada di ruang kepala sekolah.”

“Sebenarnya, kenapa kau berbuat seperti ini, Reno?” Tanya Pak Mardi.

“Bapak ingin tahu kenapa saya seperti ini? Ini semua salah bapak. Bapak ingat adik saya yang bernama Caca yang meninggal tahun lalu? Dulu waktu bapak masih jadi dokter, saya pernah mengantar adik saya untuk berobat ke bapak, tapi bapak menolak kami karena kami tidak punya uang. Dalam perjalanan pulang, di tengah kehujanan, adik saya meninggal karena tidak bisa menahan penyakit asmanya. Sejak mendengar bapak menjadi kepala sekolah di sini, saya mulai menyiapkan semua rencana untuk membalaskan dendam saya ke bapak.” Reno berkata dengan murka.

“Saya minta maaf, Reno. Bapak mengaku salah.” Pak Mardi memohon maaf.

“Permohonan maaf bapak gak berguna, sudah terlambat. Kata maaf bapak tidak akan bisa mengembalikan adik saya.”

“Sudahlah, Reno. Walaupun kamu membalaskan dendam ke Pak Mardi, adikmu juga takkan kembali.” Ucap Jesika.

“Sebentar lagi polisi akan datang menangkapmu.” Ucap Niky

“Aku tidak peduli kalo aku harus dipenjara seumur hidup asal aku bisa membalaskan dendamku.” Ucap Reno.

Tak lama kemudian, beberapa polisi datang untuk menangkap Reno. Pak Mardi pun ikut ke kantor polisi untuk memberi keterangan tentang kasus tersebut.

“Akhirnya kasusnya selesai juga.” Kata Jesika.

“Yah cuman segitu. Kirain bakal lebih menantang. Tapi itu cukup seru juga. Hahaha...” Kata Niky

“Apa? Kamu pikir seru? Tadi itu hampir membahayakan orang banyak tau!” Kata Jesika sambil memukul keras Niky.

“Aw, sakit tau. Ah sudahlah, yang penting kasusnya sudah terpecahkan.”

“Terus kamu sekarang mau ke mana?”

“Pulang lah, terus tidur. Cape tau.”

“Dasar!” ucap Jesika sambil memukul Niky lagi dengan keras

Jesika tersenyum karena semuanya berjalan normal kembali. Kasusnya sudah selesai. Tadinya dia sangat mengkhawatirkan keadaan Niky.

“Aku khawatir kamu menantang bahaya seperti itu, kamu gak tau rasanya kalo aku kehilanganmu, tapi syukurlah kita bisa melewatinya dengan selamat.” Ucap Jesika dalam hati.

Niky dan Jesika pun pulang ke rumah masing-masing dengan selamat. Reno dipenjara dengan masa hukuman yang setimpal. Pak Mardi pun menyadari kesalahannya di masa lalu dan mencoba untuk memperbaiki  kesalahannya dengan melakukan sesuatu yang lebih baik dan bernilai daripada uang.

TAMAT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun