Memercik di kedalaman ruang tanpa ujung, Memandu ke hingar bingar kekosongan
Hingga akhirnya.. di Ruang Rindu, kita bertemu..
Entah bagaimana, sejak dulu jika ditanya tentang lagu Religi atau lagu Ramadan favorit ya jawab saya spontan. Selalu tertuju pada Ruang Rindu. Makna syair yang dalam serta mendayu qalbu, membawa sebujur makna untuk memahami lebih dalam.
Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) saya sudah ngefans berat dengan band asal Yogyakarta, Letto. Mungkin juga saat itu, sekitar tahun 2006 juga Letto baru menembus belantika musik Indonesia. Sejak muncul perdana saja, saya sudah langsung kagum. Pembawaan musik yang kalem dan penuh improvisasi pada perpaduan nadanya, terkadang membuat saya pribadi terbuai dan terdiam mendengarkan lantunan-lantunan lagunya.
Lirik demi liriknya tidak hanya puitis, acap kali syarat makna yang apabila digali lebih dalam terkadang hanya kekosongan yang didapat. Kosong yang saya maksud disini mungkin hampir dapat di samakan dengan munajat. Langsung pada pemaknaan dan pendekatan diri pada Sang Pencipta.
Terkadang datang dan pergi muncul begitu saja, hikmah dibaliknya adalah ujian, nikmat, syukur dan ke-ikhlas-an. Tapi tentu tak adil untuk yang hanya ingin melepas kerinduan semata.
Tetap datang dan tidak pergi, tetap hidup dan dihidupi para pemaknanya. Tempat persambungan rindu yang selalu bersedia. Tempat persambungan yang menyenangkan dan menenangkan.
Proses pemaknaannya tertuju pada pendekatan, tidak kurang tidak lebih. Sehingga bukan hanya cinta yang di dapat, tapi spirit, energi dan kontruksi jiwa terbangun di dalamnya. Itulah yang mengantarkan Ruang Rindu menjadi suatu proses dinamisasi yang tak berujung pada diri saya pribadi.
Undzur ma qoola, wala tandzur man qoola
(Rizky Hidayat)