Setelah dihajar habis-habisan oleh maraton drakor sepanjang tahun 2020, masa iya di awal tahun 2021 masih mau lanjut nge-drakor wahai budiman budimin?
Lantaran tak sebegitu paham dengan gelombang drakor yang tengah melanda warga Bumi khususnya belahan +62, maka disini saya mencoba mengambil perspektif yang agak out of the box. Bukan karena gak suka sama drakor, tapi memang karena punya kesan kurang sebegitu satu visi dengan K-Pop akhirnya memutuskan untuk jarang nonton drama korea. Kalau ada drama korea (utara) barulah disitu saya WAJIB nonton *ehehe.
"Perluas Sudut Pandang, Persempit Memandang Sudut" ~ Rizky Hidayat
Karena lama berprinsip seperti diatas, maka tatkala muncul istilah korea atau drakor, otak saya bekerja lebih keras untuk mengeksplorasi sudut Korea lainnya. Ya, Korea Utara. Hingga akhirnya menelusuri jejak Drakorut adalah salah satu buah hasil eksplorasi.
Lantas, bicara soal drakorut? Apa ada?
Melansir dari laman New York Post, nyatanya setelah pembagian Korea oleh Jepang setelah kalah dalam Perang Dunia II, pembuat film di Korea langsung gercep memproduksi film Korea pertama setelah kemerdekaan mereka. Lewat catatan sejarah, Korea Selatan tercatat yang mampu bergerak membuat film pertama di Korea dengan judul Viva Freedom! (1946), kemudian baru produser Korea Utara menyusul dengan film My Home Village.
Kita agak spesifik ngomongin Korea Utaranya ya budiman budimin.
Jika ditinjau dari segi industri perfilman diantara duo Korea tersebut, dua-duanya masih menggunakan genre drama dokumenter diawal-awal. The Guardian menyebutkan, rerata genre dari industri perfilman Korea Utara khususnya lebih berapi-api atau menebarkan semangat sosialis. Hal ini dapat dimaklumi sebab indoktrinasi internationale atau paham komunis adalah wajib hukumnya. Juga peran Kim Jong-Il, revolusioner Korut dalam indutsri perfilman juga punya andil yang sangat besar. Paul Fischer menyebutkan bahwa film-film produksi Kim Jong-Il ini lumayan banyak, sebut saja Kidnap, Torture, Murder, dan lain sebagainya.
Lalu dalam channel DW Documetary yang berjudul Have fun in Pyongyang, juga memperlihatkan bahwa sama halnya seperti negara-negara lainnya. Pada dasarnya hiburan di Korea Utara itu juga normal. Mungkin hanya karna pandangan negatif warga luar Korut saja sehingga terlihat terlalu ekstrim memandang dunia hiburan di Korut hingga memandang pasti gak akan ada televisi, internet dan sejenisnya disana.
Nyatanya, bioskop beredar cukup banyak di Korea Utara. Tayangan-tayangan drama seri juga sangat berkembang pesat di Korut meskipun tampilannya terkesan klasik dengan genre Melodrama dan Komedi seperti Ludruk.
Mungkin itu kaca mata eksplorasi seputar Drakorut menurut saya. Bagaimana menurut Budiman budimin? Tertarik nonton Drakorut?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H