"Maksud Ibu?"
"Rini juga hamil Win."
"Ya Allah, syukurlah bu, senang dengarnya."
"Itulah, kamu jaga makan minum kamu ya, vitamin, susu, istirahat. Jangan ke sini dulu ya. Kan jauh Win."
"Iya Bu, kan winda gak sabar mau ngasi tau ibu tentang ini."
"Bu, Rini ke kamar bentar ya ganti pempers Edo."
"Iya, Ibu, Icha dan Winda ke belakang ya."
Dengan cepat Rini berjalan ke kamar. Dia meletak Edo dan mulai melihat perutnya di cermin. Belum ada kelihatan beda. Sama saja saat dia tak hamil. Apa obat itu sudah bekerja dengan baik? Tapi kenapa belum ada tanda ya? Sedangkan tiga hari lagi tepat tiga minggu usia kandungannya. Gawat! Apa yang harus dilakukannya?
Dilihatnya wajah Edo. Berdosakah yang dilakukannya, berdosakah jika dia belum rela membagi kasih sayang dengan calon anak keduanya ini. Hal itu membuatnya sangat tertekan. Tak ada tempat cerita buatnya makin bingung. Sedangkan belum punya adik saja Edo sudah diperlakukan beda jika sudah ada Icha.
Ibu selalu lupa dengan Edo jika sudah ada Icha. Ibu selalu menyukai anak perempuan. Katanya perempuan lebih telaten, rapi dan disiplin dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Jika sudah begitu Rini mulai muak dan tak betah bicara lama-lama dengan Ibu.
***