Pengendara kendaraan bermotor di Indonesia seringkali berhadapan dengan situasi yang tidak mengenakkan, yakni menerima surat tilang dari aparat kepolisian. Surat tilang ini menjadi salah satu alat penegakan hukum yang umum digunakan untuk mengendalikan pelanggaran lalu lintas dan mempromosikan keselamatan jalan. Namun, setelah menerima surat tilang, proses selanjutnya seringkali melibatkan Kejaksaan Negeri Surabaya dalam penanganan perkara hukum. Dalam esai ini, kami akan membahas peran penting Kejaksaan Negeri Surabaya dalam proses tilang, serta dampaknya terhadap sistem penegakan hukum dan masyarakat secara keseluruhan.
Kejaksaan Negeri sebagai lembaga penegak hukum memiliki peran yang krusial dalam mengawasi dan memastikan bahwa proses hukum terkait tilang berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan integritas. Dalam konteks ini, Kejaksaan Negeri memiliki tanggung jawab untuk memeriksa dan mengkaji bukti-bukti yang ada terkait pelanggaran lalu lintas yang diperbuat.
Dan salah satu aspek yang mendapat perhatian dalam proses tilang di Kejaksaan Negeri Surabaya adalah pemberian denda kepada pelanggar lalu lintas. Denda tilang merupakan bentuk sanksi finansial yang diberikan kepada pelanggar sebagai akibat dari tindakan melanggar peraturan lalu lintas. Denda ini bertujuan tidak hanya sebagai hukuman, tetapi juga sebagai upaya untuk memberikan efek jera dan pembelajaran kepada pelanggar agar lebih patuh terhadap aturan yang ada. Jumlah denda yang harus dibayar oleh pelanggar bervariasi tergantung pada jenis pelanggaran yang dilakukan, tingkat keparahannya, dan peraturan yang berlaku.
Oleh karena itu, Kejaksaan Negeri memiliki tugas untuk memastikan bahwa penetapan jumlah denda didasarkan pada pertimbangan hukum yang benar dan tidak merugikan hak-hak pelanggar. Proses pengenaan denda tilang haruslah transparan dan akuntabel, sehingga masyarakat merasa yakin bahwa hukuman yang dijatuhkan sesuai dengan kesalahan yang dilakukan.
Tidak Memiliki atau Tidak Membawa SIM
Setiap orang yang mengoperasikan kendaraan bermotor tanpa SIM yang sah akan dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama empat bulan atau denda paling banyak Rp 1.000.000. Ini mengacu pada Pasal 288 ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tidak Mengenakan Helm
Menurut ayat 1 Pasal 291, barang siapa yang mengendarai sepeda motor dan tidak mengenakan helm yang sesuai dengan persyaratan nasional dapat dikenai sanksi pidana paling lama satu bulan penjara atau denda paling banyak Rp 250.000,00. Pasal ini berlaku bagi orang yang mengendarai sepeda motor dan orang yang dibonceng di atas sepeda motor.
Tidak Menyalakan Lampu Kendaraan
Menurut ayat 1 Pasal 293, barang siapa yang mengoperasikan kendaraan bermotor di jalan pada malam hari atau pada keadaan tertentu lainnya. Perbuatan ini dapat dikenakan konsekuensi hukum, termasuk ancaman hukuman kurungan hingga satu bulan atau denda maksimal Rp 250.000