Mohon tunggu...
Rizky D. Rahmawan
Rizky D. Rahmawan Mohon Tunggu... Entrepreneur -

Menyukai jalan-jalan. Mencari inspirasi, mengulik potensi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pseudo-GoGreen

22 Februari 2016   14:21 Diperbarui: 22 Februari 2016   14:28 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini saya berbelanja di pusat perbelanjaan terbesar di kota ini. Saya sudah siap menenteng belanjaan saya tanpa kantong plastik. Namun ternyata, Moro Purwokerto masih memberikan kantong plastik cuma-cuma kepada pelanggannya. Ketika saya tanya kepada kasir, ia belum tahu akan ada tidaknya rencana pengenaan kantong plastik berbayar seperti yang saat ini ramai di pemberitaan.

Lagi-lagi kebijakan copy paste diluncurkan, konon 3 bulan kedepan adalah masa uji coba. Benarkah mampu dikondisikan tempat perbelanjaan dan pelanggan belanja retail modern untuk diet kantong plastik? Di Eropa kita harus membayar sekitar 0,5 Euro untuk mendapat kantong plastik, sedangkan disini 200 rupiah. Lebih kecil dari uang yang selama ini diikhlaskan oleh para konsumen untuk didonasikan. 

Seberapa efektif kebijakan ini akan mengurangi limbah sampah di negeri ini? Saya tidak berani berekspektasi bahwa pemerintah sudah mengkaji betul-betul berapa persen limbah sampah kantong plastik dibanding limbah sampah keseluruhan. Botol plastik, bungkus snack, kemasan elektronika, wadah simcard dan banyak lagi packaging berbahan plastik lainnya selain kantong plastik. Adakah tindakan untuk diet kepada jenis sampah plastik selain kantong plastik? 

Kebijakan yang tidak menyeluruh, hanya sepenggal, yang kemudian usang dimakan waktu mungkin akan terjadi pada kebijakan kantong plastik berbayar ini. Tapi tidak mengapalah, kita apresiasi saja, minimal pemerintah sudah peduli. Bahwa kepedulian itu setengah hati, itu urusan lain. Bahwa kepedulian itu hanya pura-pura, tak mengapa, cukup dalam saja kita sebut itu sebagai Pseudo.

Hari ini kita harus mengakui secara fair, kualitas generasi kita kalah jauh dibanding generasi kakek, nenek dan eyang buyut kita yang kita cap kuno-kuno itu. Di generasi sekarang betapa beratnya untuk jangankan menghilangkan sampah, diet sampah saja belum jaminan akan berhasil dikerjakan. Padahal dimasa lalu betapa cerdas kakek, nenek dan eyang buyut kita memelihara lingkungan. Ketika berbelanja ke pasar mereka membawa kantong belanja pribadi dengan bahan go green dari anyaman daun pandan. Tempat minum dirumah tidak menggunakan wadah galon plastik, tapi dari gogok berbahan tembikar. 

Tempat nasi tak perlu kertas berlampis plastik, alas makan jaman dulu menggunakan daun pisang dan daun jati yang memiliki lapisan lilin alami. Wadah air menggunakan bumbung berbahan bambu, jenis tanaman yang memiliki regenerasi relatif cepat. Betul-betul bebas sampah plastik, bukan? Bahkan sampah organikpun sangat minimum adanya, nasi basi dijemur menjadi camilan berupa intip atau nasi aking. Sayur basi digunakan untuk pakan ternak. Air sisa cucian gerabah disiramkan kepada tanaman, menyuburkan.

Lalu hari ini kita bilang peradaban kita lebih maju. Kalau seandainya peradaban kakek, nenek dan eyang buyut itu kita hadirkan kembali saat ini, mungkinkah? Pasti sebagian besar orang akan menjawab mustahil. Betulkah mustahil, padahal hari ini kita masih punya tanah yang begitu luas untuk menanam pisang, jati, bambu dan pandan. Lalu apa yang membuat mustahil? 

1. Stigma bahwa cara hidup seperti itu adalah kuno

2. Stigma bahwa meninggalkan industri adalah mustahil karena kita sudah kehilangan begitu banyak keahlian dan ketelatenan hidup.

So, sampai kapan kita akan arogan dengan membangga-banggakan kemajuan yang merusak alam ini? Sampai kapan kita akan berendah hati mengakui kalau leluhur kita lebih maju dan perlahan secara bersama-sama menghadirkan kembali cara hidup alami mereka?

Sampai kapan kita akan bertahan dengan Pseudo-GoGreen kita hari ini? Menghilangkan kantong plastik, tapi menggantinya dengan kain dari bahan benang yang diproduksi bercampur plastik. Menghapus kantong plastik, tapi membiarkan packaging plastik jenis lainnya karena industri menjadi inefisien tanpa jenis packaging tersebut. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun