Statement AS Hikam, mantan Menristek di era Presiden Gusdur bahwa Emha Ainun Nadjib telah membuat pernyataan lebay dengan meremehkan ISIS sebagai sekedar rekayasa untuk mengacaukan Timur Tengah saya kira terlalu alay-jablay dan menggampangkan, serta berdampak menyesatkan. Tidak jelas apa yang dimaksud lebay dan meremehkan dimata AS Hikam pada pernyataan Emha yang dimuat di Kompas.com (4/4/2015) dengan judul “Cak Nun : ISIS itu Bagian dari Rekayasa”.
Saya khawatir, yang dia maksud tidak lebay dan tidak meremehkan adalah dengan menanamkan kebencian di hati masyarakat, karena kalau kebencian masyarakat berkurang maka kewaspadaan mereka juga berkurang. Jika hanya itu kekhawatirannya, maka AS Hikam perlu menanggalkan sentimen personalnya dalam menafsirkan empat kalimat Emha yang dinukil Kompas untuk terlebih dahulu memastikan mana yang bernada lebay dan meremahkan bahaya riil. Karena kalau kalimat-kalimat tersebut dicerna dengan konstruksi nalar yang sehat, Emha sesungguhnya sedang :
1.Mendudukkan permasalahan ISIS dan gerakan radikal Islam lainnya secara lebih presisi sehingga masyarakat tidak terkungkung dalam konflik madhzab dan perang intern agama semata.
2.Meluaskan kewaspadaan masyarakat atas bahaya ISIS pada ekses dan potensi ekses diluar motif teologis semata.
Dimensi-dimensi lain yang terkait dengan ISIS, termasuk di dalamnya dimensi Ideologi, politik-ekonomi dan keagamaan tidak dapat AS Hikam jangkau, jika ia menyandarkan argumentasinya hanya pada buku literatur dan pemberitaan mainstream belaka. Ia perlu terlebih dahulu memiliki daya jangkau pada sumber intelejen dan narasumber lapangan yakni para duta besar di Timur Tengah seperti yang dilakukan oleh Emha. Sempitnya ruang argumentasi dan kerdilnya konstruksi nalar seperti inilah yang membuat pusaran keresahan di masyarakat tak kunjung mengendap.
Sebagai mantan pejabat yang eksis di sosial media tentu merupakan hak bagi Profesor lulusan Amerika itu untuk menyuarakan analisa apapun yang dianggapnya benar. Namun demikian, ‘menyucikan’ Amerika dan Barat dari pusaran konflik ini dengan menggiringnya agar terkesan identik dengan teori picisan konspirasi global hanyalah merupakan argumen yang lemah serta mematikan nalar sehat. Sadam Husein yang pemimpin negara formal dengan sigap dihabisi oleh Barat, kenapa tidak ditarik dalam nalar argumentasi pembiaran yang dilakukan Barat kepada negara illegal ISIS sebagai salah satu indikasi adanya rekayasa itu? Apa sesungguhnya kepentingan AS Hikam mengungkung kewaspadaan masyarakat sebatas pada bahaya kekuatan internal ISIS sehingga kuda-kuda kewaspadaan kita tidak kunjung menuju ‘dapur’ bahaya sesungguhnya? Hal tersebut bisa sangat menyesatkan dan bahkan membahayakan masyarakat, termasuk umat Islam di Indonesia.
Tentu saya tidak tahu apa motif AS Hikam dengan statement alay-jablay-nya itu. Apakah AS Hikam menduga statement Emha bahwa ISIS tidak akan menjadi ‘mainstream’ adalah bentuk sikap yang meremehkan? Apakah AS Hikam tidak dapat menemukan pemahaman yang lebih obyektif bahwa Emha sedang mempeluangi pembaca untuk memasang pagar betis kewaspadaan tidak pada arah yang salah. Ataukah ia menafsiri bahwa bahaya pertumbuhan jumlah perekrutan ISIS lebih riil dari bahaya perampokan internasional, hanya karena Emha menggunakan kata ‘hanya’ untuk menyebutkan dirampoknya Indonesia yang ia jadikan sebagai gambaran pembanding?
Saya menolak dengan tegas analisa-analisa simplistik seperti yang dilontarkan AS Hikam tersebut. Karena tuduhan lebay, meremehkan, tidak mengabaikan bahaya riil dan ketidakpahaman Emha pada labirin dimensi ISIS hanyalah berasal dari asumsi “duga-duga” dirinya belaka. AS Hikam mengungkapkan asumsi-asumsinya itu dengan kalimat : “Tidak jelas apa yang dimaksud..”, “Saya khawatir..”, “Jika.., hanya..”, “Saya tidak tahu apa motif..”, “Apakah.., ataukah..”, dan “Kalaupun.., bukan berarti..”. AS Hikam larut dalam ruang imajinasinya sendiri, sehingga ia menjadi terlalu naïf menyimpulkan bahwa rekayasa yang dimaksud Emha adalah rekayasa ala teori picisan konspirasi global belaka. Hal tersebut tidak sama sekali tertera di dalam pernyataan Emha. “Gerakan itu merupakan program permanen memecah belah Timur Tengah atau memecah belah Islam sehingga mereka (Islam) rapuh”, papar Emha. Jadi, kalaupun Emha menyatakan bahwa ISIS adalah bagian dari rekayasa, saya kira bukan berarti bahwa Emha sedang mengajak kita untuk menyepelekan wayang-wayang personil ISIS, tapi justru kita sedang diberi gambaran peta kewaspadaan yang lebih luas.
Para pensiunan pejabat dan pensiunan parpol seharusnya tidak membuat gaduh masyarakat dan umat dengan analisa masalah yang alay-jablay, karena hal itu hanya akan membuat masyarakat semakin bingung. Karena masyarakat dan umat Islam butuh pemahaman yang tidak hanya setengah-setengah berupa asumsi belaka. Saya tidak melihat adanya tawaran ide yang lebih unggul dari tulisan AS Hikam sebagaimana yang ia istilahkan dengan peningkatan pemahaman dan kewaspadaan umat. Yang ada adalah pembiaran atas masyarakat sehingga masyarakat : membenci salah obyek; perang salah musuh. Omongan AS Hikam jelas akan dimanfaatkan oleh dapur produksi isu perang madzab dan digunakan untuk semakin meyakinkan masyarakat bahwa yang terjadi saat ini tidak lain dan tidak bukan benar-benar hanyalah perselisihan antara Sunny dan Syiah, antara kaum radikal dan moderat, antara pemurni Islam dan pemelihara tradisi, antara qunut dan tidak qunut.
AS Hikam seyogyanya segera datang ke Yogya untuk meminta maaf secara langsung kepada Emha atas analisa alay-jablay-nya yang menggampangkan serta berdampak menyesatkanitu. Sekaligus ia harus membersihkan nama Emha dari tuduhan meremehkan yang tidak bertanggung jawab seperti yang ia tuduhkan dengan enam asumsi ‘duga-duga’ yang ia bangun dalam tulisannya tersebut. Seandainya Gus Dur ada di tengah-tengah kita saat ini, kira-kira berapa butir asumsi ‘duga-duga’ yang akan dibangun AS Hikam untuk mengecam Gus Dur, karena ketika ditanya mengenai ISIS, Gus Dur hanya menjawab : “ISIS, gitu aja kok repot..”. []
Purwokerto, 6 April 2015
Rizky Dwi Rahmawan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI