Mohon tunggu...
Rizki Wibisono SKM MKKK
Rizki Wibisono SKM MKKK Mohon Tunggu... Ilmuwan - Occupational Health Safety Security and Political Enthusiast

Saya suka bidang Keselamatan, Kesehatan Kerja, Keamanan dan Politik untuk dibahas.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Potensi Konflik di Laut China Selatan dan Menimbang Potensi Indonesia Keluar dari UNCLOSS

31 Mei 2024   09:00 Diperbarui: 31 Mei 2024   09:28 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laut China Selatan telah menjadi sumber ketegangan yang berkepanjangan di antara negara-negara yang memiliki klaim wilayah di kawasan tersebut. Potensi konflik di Laut China Selatan mencakup berbagai faktor yang meliputi klaim kedaulatan yang saling tumpang tindih, persaingan sumber daya alam, serta ketegangan militer dan geopolitik. Dalam menghadapi dinamika ini, pertanyaan tentang apakah Indonesia dapat keluar dari UNCLOS (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut) muncul sebagai isu yang menarik untuk dipertimbangkan.

Pertama-tama, perlu dipahami bahwa UNCLOS adalah kerangka kerja hukum internasional yang mengatur hak-hak dan kewajiban negara-negara di perairan laut. UNCLOS memberikan dasar hukum untuk klaim kedaulatan maritim, hak navigasi, hak eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di zona ekonomi eksklusif (ZEE), serta penyelesaian sengketa maritim antara negara-negara anggota. Indonesia telah menjadi salah satu negara anggota UNCLOS sejak 1996 dan telah menerima manfaat dari kerangka kerja hukum ini dalam menegakkan kedaulatannya di wilayah maritimnya.

Namun, dalam konteks Laut China Selatan, beberapa negara, termasuk China, telah menunjukkan ketidaksetujuan terhadap putusan arbitrase yang berdasarkan UNCLOS terkait sengketa wilayah di kawasan tersebut. China mengklaim sebagian besar Laut China Selatan berdasarkan pada apa yang disebut sebagai "garis sembilan," yang tidak diakui secara internasional. Ketidaksetujuan China terhadap putusan arbitrase tersebut telah menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas UNCLOS dalam menyelesaikan sengketa di kawasan tersebut.

Di tengah ketegangan ini, muncul pertanyaan tentang apakah Indonesia dapat keluar dari UNCLOS sebagai tanggapan terhadap ketidaksetujuan terhadap putusan arbitrase atau sebagai upaya untuk menegakkan klaim kedaulatannya di Laut China Selatan. Namun, penting untuk mempertimbangkan implikasi dan kelayakan langkah semacam itu.

Pertama, secara hukum, keluar dari UNCLOS tidaklah mudah. Sebagai perjanjian internasional, UNCLOS mengikat negara-negara anggotanya dalam hal hukum dan kewajiban. Indonesia akan menghadapi tantangan dalam mencabut atau membatalkan keanggotaannya dalam UNCLOS tanpa konsekuensi hukum yang signifikan. Langkah semacam itu dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan mengganggu posisi Indonesia dalam komunitas internasional.

Kedua, keluar dari UNCLOS dapat mengurangi kemampuan Indonesia untuk menegakkan kedaulatannya di wilayah maritimnya. UNCLOS memberikan kerangka kerja hukum yang jelas untuk klaim kedaulatan maritim, hak navigasi, dan penyelesaian sengketa maritim. Dengan keluar dari UNCLOS, Indonesia dapat kehilangan akses terhadap mekanisme penyelesaian sengketa yang ada dan dapat memperlemah posisinya dalam menegakkan hak-hak maritimnya.

Ketiga, keluar dari UNCLOS dapat memicu reaksi negatif dari komunitas internasional dan berpotensi memperburuk hubungan bilateral dengan negara-negara anggota UNCLOS lainnya. Langkah semacam itu dapat mempermalukan Indonesia di arena internasional dan mengisolasi negara tersebut dalam upaya menyelesaikan sengketa maritim di Laut China Selatan.

Namun, penting untuk dicatat bahwa meskipun Indonesia tidak dapat secara langsung keluar dari UNCLOS, negara ini masih memiliki opsi untuk mengevaluasi dan memperkuat posisinya dalam menegakkan kedaulatannya di Laut China Selatan. Ini dapat mencakup upaya diplomasi yang lebih aktif untuk mendukung penegakan hukum internasional dan kepatuhan terhadap UNCLOS, serta kerja sama dengan negara-negara lain di kawasan untuk mengatasi ancaman bersama yang dihadapi oleh konflik di Laut China Selatan.

Dengan demikian, sementara pertanyaan tentang keluarnya Indonesia dari UNCLOS mungkin merupakan respons alami terhadap ketidaksetujuan terhadap putusan arbitrase atau ketegangan di Laut China Selatan, langkah semacam itu memiliki implikasi yang kompleks dan harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Lebih baik bagi Indonesia untuk tetap berkomitmen pada prinsip-prinsip hukum internasional dan bekerja sama dengan komunitas internasional untuk mencapai penyelesaian yang berkelanjutan dan damai atas sengketa di Laut China Selatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun