Mohon tunggu...
Rizki Ramdani
Rizki Ramdani Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

pemula

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Childfree di Tengah Masyarakat

12 Juli 2023   08:24 Diperbarui: 12 Juli 2023   08:26 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pernikahan adalah perjanjian antara seorang pria dan seorang wanita untuk bersatu secara lahir dan batin untuk membentuk sebuah keluarga. Salah satu tujuan pernikahan adalah meneruskan keturunan. Namun tidak sedikit karena alasan kesehatan, yang mengurangi dan antisipasi memiliki keturunan (childless) dan tidak menginginkan anak (childfree). Infertilitas disebabkan oleh masalah kesehatan yang membuat pasangan sulit memiliki anak. Selain itu, ketiadaan anak juga bertujuan untuk menunda kelahiran anak atau menciptakan jarak. Metode kontrasepsi tradisional dan modern dapat digunakan. Sementara itu, ketiadaan anak merupakan keputusan yang dilarang dalam fikih Islam karena penerapan ketiadaan anak tidak didasarkan pada alasan yang jelas dan terkesan didasarkan pada alasan yang berkaitan dengan urusan duniawi seperti karir, pekerjaan dan ekonomi. Padahal, dalam Islam, anak-anak telah dinyatakan memiliki banyak keutamaan, antara lain bersedekah, mendapat berkah dunia dan akhirat, meningkatkan ketakwaan, mendapat syafaat dan meraih derajat yang tinggi di surga. Oleh karena itu, sebagai umat Nabi Muhammad, harus selalu mengikuti dan mengamalkan ajaran Islam agar kelak di akhir tahun mendapat syafaat.

" ".

Dan Allah menjadikan untukmu jodoh dari jenismu sendiri, dan menganugrahkan darinya anak dan cucu serta rezeki dari yang baik-baik. Apakah mereka masih saja beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah? (QS.An-Nahl:72)

Pernikahan merupakan wasilah tujuan untuk memperoleh keturunan dengan ikatan suci sesuai syari'at islam. Reproduksi tidak hanya berbicara tentang memiliki keturuan, namun Kesiapan sebelum memiliki keturunan dan setelah memiliki keturunan pun harus dipersiapkan sebaik mungkin. Sebab, Allah telah memberi arahan melalui al-Qur'an untuk tidak memiliki keturunan yang lemah (Q.S. An-Nis' [4]:9). Pentingnya persiapan sebelum nikah atau lebih populer lagi dengan istilah pra nikah maka hal itu merupakan hal yang wajib dilaksakan oleh calon pasutri, memperhatikan kesiapan ilmu, mental, ekonomi, dll.

Perkambangan zaman dan dinamika kehidupan yang selalu berubah tentu berdampak pada seluruh aspek kehidupan. Termasuk pada pembahasan dan pelaksaan reproduksi. Kini, reproduksi tidak menjadi tujuan utama dari sebuah pernikahan. Padahal, di negara maju dan berkembang, kehadiran anak adalah hal yang baik, terlebih pada usia tua.[1] Al-Qur'an juga telah menjelaskan berbagai posisi anak, antara lain: Anak Sebagai Penenang Hati (Q.S. Al-Furqan [25]:74), Anak Sebagai Perhiasan Dunia (Q.S. Al-Kahfi [18]:46), serta Anak Sebagai Ujian atau Fitnah (Q.S. At-Taghabun [64]:15. Dengan demikian, kehadiran keturunan dari sebuah pernikahan dapat dinilai sebagai pelengkap sebuah keluarga. 

Keengganan memiliki keturunan kemudian disebut childfree. Istilah childfree mulai dikenal luas oleh masyarakat dan dipraktikan. Di Indonesia, istilah ini mulai menyebar luas melalui media sosial. Terlebih, sejak Gita Savitri Devi, seorang youtuber terkenal Indonesia menyatakan diri sebagai childfree. Dari situ, muncul berbagai diskusi terkait childfree yang ramai dijumpai terutama di media sosial seperti platform twitter, tiktok, instagram, dan facebook. Tidak sedikit netizen indonesia yang memandang buruk atas prilaku seorang youtuber tersebut karena wajar hal demikian merupakan sesuatu yang baru di masyarakat indonesia meskipun sudah dikenal dan ramai di dunia bagian barat. Dibuatnya jurnal ini, saya sangat berharap untuk bisa membuka wawasan pembaca agar lebih memahami sesuatu yang baru ini di tengah -- tengah masyarakat khususnya pandangan islam atas perilaku chldfree yang sedang ramai diperbincangkan.

Fenomena Childfree saat ini tengah menjadi perbincangan publik sejak salah satu influencer mendeklarasikan dirinya sebagai penganut prinsip Childfree di akun media sosialnya. Dalam Oxford Dictionary, Childfree adalah kondisi di mana sebuah pasangan suami istri tidak memiliki anak . Hal ini merupakan keputusan, pilihan, atau prinsip masing-masing perorangan atau pasangan untuk tidak memiliki anak setelah menikah. Pasangan yang memutuskan untuk Childfree tidak berusaha untuk hamil secara alami ataupun berencana mengadopsi anak, banyak yang masih terkejut dengan munculnya paham ini. Fenomena Childfree sudah lama mencuat sejak tahun 2000-an. Bahkan di negara-negara maju pilihan hidup ini semakin populer.

Childfree adalah pilihan bagi pasangan yang tidak menginginkan anak, baik anak kandung, adopsi, atau tiri. Childfree terdiri dari dua kata yaitu child yang artinya anak dan free yang artinya bebas. Menurut Victoria Tunggono dalam bukunya Childfree and Happy, childfree adalah pilihan hidup yang dilakukan secara sadar oleh seseorang yang ingin menjalani hidup tanpa kelahiran atau anak. Singkatnya, "bebas anak" berarti tidak menginginkan anak, tidak ingin memikul beban mengasuh anak, yang berarti tidak memiliki anak dan tidak mau memikul beban mengasuh anak.

Kata Childfree muncul dan menyebar dari awal tahun 1970-an, khususnya di Eropa Barat Laut. Selama Renaisans, sekitar 15-20 persen wanita, terutama wanita yang  tinggal di perkotaan, memutuskan untuk tidak memiliki anak selama sisa hidup mereka. Pada saat itu tidak ada istilah khusus bagi mereka yang memilih  untuk tidak memiliki anak, beberapa istilah yang digunakan adalah "tidak memiliki anak", "tidak memiliki anak" dan infertilitas sukarela, namun terdapat variasi dalam penggunaan  istilah tersebut. Penggunaan kata tanpa anak lebih mungkin diterima daripada dua kata lainnya karena pada abad ke-19 masyarakat masih mengikuti arketipe keluarga. Ayah adalah kepala rumah tangga, ibu adalah ibu rumah tangga, dan anak-anak sedemikian rupa sehingga tema dan ungkapan Childfree jarang digunakan.  Childfree dulu dipandang sebagai model untuk menunda orang yang tidak ingin menikah. Pada abad ke-16, wanita di kota dan desa di barat laut Eropa mulai menikah di usia  dua puluhan,  bukan saat wanita sudah bisa menjadi ibu, tetapi saat wanita sudah siap mengelola rumah tangganya secara mandiri. Itulah sebabnya banyak wanita yang memilih untuk melajang dalam waktu yang lama demi mendapatkan pendidikan, bekerja, menabung dan mendapatkan rasa hormat dari pasangan atau keluarganya. Menunda pernikahan juga meningkatkan risiko infertilitas wanita.

Childfree muncul sebagai pilihan hidup yang dianggap menguntungkan dan membebaskan, di abad kedua puluh angka childfree terus meningkat, satu dari lima perempuan Amerika yang lahir pada abad pertengahan tetap tidak memiliki anak sepanjang hidup mereka, memasuki abad kedua puluh satu tingkat pengikut Childfree pun kian meningkat drastis, salah satu yang paling mencolok adalah adanya kemunduran usia pernikahan yang terjadi pada laki laki dan perempuan selain itu terbukanya akses pendidikan bagi perempuan turut berpengaruh dalam menentukan keputusan untuk tidak memiliki anak.

Dari sudut pandang hukum Islam, memiliki anak dalam pernikahan tidak sampai dihukumi wajib yang mana setiap laki-laki dipaksa untuk menikahi seorang wanita dan memiliki anak sebagai hasil pernikahan. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa nabi Muhammad SAW. secara tegas melarang munculnya penolakan keturunan dalam kehidupan rumah tangga, sehingga hukum  tidak memiliki anak bersifat universal (tidak terikat) dan pilihan sadar dapat dipidana sebagai sesuatu yang dapat dianggap makruh (tidak suka). Meskipun  ulama fikih berbeda pendapat mengenai hal ini, namun pada dasarnya keinginan untuk menikah dan memiliki anak adalah fitrah manusia, sehingga jika menolak untuk memiliki anak dapat dikatakan tidak wajar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun