Alkisah seorang bocah bernama Dudu, berseragam merah-putih, sangat tak sabar menanti bulan berlari di tahun ini, saat merah bermetamorfosis menjadi biru, matanya indah menyerupai bulan sabit, arah pandangnya bagaikan kompas dalam teka-teki silang, sorotnya hangat menyelimuti mimpi sang malam, Dudu senang memamerkan barisan giginya, nyengir adalah hobinya.
Beralaskan bintang Dudu tertawa riang, sang boneka beruang adalah sahabat setianya, dalam tawa seakan mereka bermain dalam seribu bahasa, seakan mereka larut dalam suka, seakan mereka berbagi dalam duka, seakan mereka hanyut dalam dunianya, detik waktu pun diam menjadi penonton, nafas lelah memanggil mereka tuk berbaring, Dudu pun terlelap memeluk sang beruang, bermimpi indah diiringi bisikan lagu jadul.
Saat prioritas membangunkan sadar, terdengar alarm berteriak mengusik kantuk, mentari senin terlihat memamerkan senyum ramahnya, Dudu pun tersentak duduk, menoleh dia melihat guling buluk di sampingnya, menyadari ketidak beradaan sang beruang, Dudu pun mandi dengan penuh pertanyaan, boneka beruangnya hilang ditelan mimpi.
Dudu memaksa dirinya berjalan dengan seragam, “Hai”, terdengar bisikan familiar dalam perjalanannya, “Aku di sini”, bisik suara yang sangat dikenalnya itu, Dudu pun nyengir, tenang dalam senyum pagi ini, terlihat sang beruang menongolkan kepalanya, tersembunyi dalam detak langkah Dudu,
“Good morning sun shine”. (Rizki Ramadhani)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H