Peningkatan jumlah penduduk berakibat pada meningkatnya kebutuhan manusia akan energi. Bahan bakar minyak (BBM) merupakan energi yang perlu disubsidi karena harga BBM tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu harga minyak mentah di pasar dunia. Subsidi BBM dari pemerintah yang disalurkan oleh Pertamina, masih terbatas pada jenis minyak tanah, solar, dan premium sebagai energi yang dikonsumsi masyarakat. Harga BBM yang disubsidi, ditetapkan melalui Peraturan Presiden dan bertujuan untuk menstabilkan harga-harga barang sebagai dampak terhadap harga BBM.
Subsidi energi dapat membantu masyarakat, tetapi masih ada kelemahan dari kebijakan ini. Harga yang telah disubsidi, otomatis menjadi lebih murah sehingga dapat membuat konsumen cenderung tidak berhemat dalam menggunakannya. Barang atau jasa yang disubsidi juga kadang-kadang tidak tepat sasaran. Subsidi yang seharusnya diterima oleh warga yang kurang mampu terkadang malah dinikmati oleh golongan yang tidak berhak.
Harga BBM non Subsidi kembali naik per tanggal 1 Maret 2023. Kenaikan harga Pertamax dan Pertamax Turbo ini pun diperkirakan akan mempengaruhi tingkat inflasi bulan Maret 2023 (Rodani, 2022). Diberitakan sebelumnya, PT Pertamina (Persero) kembali melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi pada 1 Maret 2023 ini. Jenis BBM non subsidi yang mengalami kenaikan yakni Pertamax dan Pertamax Turbo sedangkan untuk jenis Dexlite dan Pertamina Dex mengalami penurunan. Untuk wilayah DKI Jakarta harga Pertamax Rp 13.300 per liter sebelumnya Rp 12.800, Pertamax Turbo Rp 15.100 sebelumnya Rp 14.850, dan Dexlite sebelumnya Rp 16.150 per liter menjadi Rp 14.950 per liter, Pertamina Dex sebelumnya Rp 16.850 per liter menjadi Rp 15.850 per liter. Kenaikan harga BBM non subsidi juga terjadi di wilayah Banten, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur (Sihombing, 2022).
Kenaikan tersebut bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan anggaran belanja. Kebijakan ini merupakan jalan keluar agar pembangunan berjalan lebih baik. Menteri Keuangan menyatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp. 2000 per liter akan menghemat anggaran negara sebesar Rp. 120 triliun mulai tahun depan (Sarbaini dan Nazaruddin, 2023). Namun akibat dari kenaikan harga BBM, inflasi akan naik dari target 5,3 persen menjadi 7,3 persen tahun 2023. Kenaikan tersebut bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan anggaran belanja. Kebijakan ini merupakan jalan keluar agar pembangunan berjalan lebih baik. Menteri Keuangan menyatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp. 2000 per liter akan menghemat anggaran negara sebesar Rp. 120 triliun mulai tahun depan. Namun akibat dari kenaikan harga BBM, inflasi akan naik dari target 5,3 persen menjadi 7,3 persen tahun 2023 (Dewi et al., 2022).
Naiknya harga BBM di indonesia diawali oleh naiknya harga minyak dunia yang membuat pemerintah tidak dapat menjual BBM kepada masayarakat dengan harga yang sama dengan harga sebelumnya, karena hal itu dapat menyebabkan pengeluaran APBN untuk subsidi menjadi lebih tinggi. Teori permintaan dan penawaran menjelaskan bahwa jika suatu komoditi dijual dengan harga subsidi (dibawah harga pasar atau di bawah harga keseimbangan antara permintaan dan penawaran atau di bawah harga keekonomian), maka akan mengakibatkan terjadinya peningkatan permintaan dan kelangkaan pasokan. Intensitas kelangkaan pasokan dan peningkatan permintaan akan semakin tinggi jika komoditi tersebut dijual jauh di bawah harga pasar. Atas dasar itu maka perbedaan harga yang cukup tinggi antara harga BBM bersubsidi dengan harga pasar merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan dan kelangkaan pasokan BBM. Penggunaan energi BBM yang besar digunakan oleh sektor angkutan, sektor industri, dan sektor lainnya.
Penggunaan BBM angkutan masih terus meningkat antara lain karena pertumbuhan
kendaraan bermotor yang sangat cepat dan belum terkendalikan. Masalah utama menurut
(Muhardi, 2005) adalah bagaimana pengelolaan penggunaan BBM secara efektif.
Konsumsi BBM bersubsidi yang terus meningkat dari tahun ke tahun turut memberi tekanan pada anggaran negara sehingga menjadi semakin berat. Hal ini disebabkan oleh kebijakan energi Pemerintah yang cenderung menjadi adaptif dan berorientasi jangka pendek, sehingga
Pemerintah kurang memperhatikan aspek otonomi ekonomi Indonesia jangka panjang.
Sektor angkutan merupakan konsumen yang paling banyak menggunakan BBM, sehingga konsumsi BBM untuk kegiatan angkutan selayaknya mendapat perhatian. Angkutan