Mohon tunggu...
Rizki Alif S
Rizki Alif S Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Mahasiswa Uin Walisongo Semarang

Hobi saya adalah Fotografi & Videografi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Stigma Negatif terhadap Perempuan Bercadar di Indonesia

12 Juni 2024   20:46 Diperbarui: 12 Juni 2024   20:52 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source Foto News-Republika

Indonesia merupakan salah satu negara dengan masyarakat yang menganut agama Islam terbesar di dunia. Penggunaan jilbab dan menutup aurat merupakan salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh perempuan dalam hukum Islam, di Indonesia fenomena penggunaan hijab mulai mendapatkan perhatian dari masyarakat dalam beberapa tahun belakangan ini, hal tersebut adanya keterkaitan dengan kebijakan orde baru yang sempat melarang penggunaan jilbab di lingkungan sekolah dan kerja, namun setelah orde reformasi penggunaan jilbab sudah mendapatkan kebebasan sebagai hak asasi bagi perempuan muslim untuk menutup aurat meskipun masih terdapat kontroversi bahwa penggunaan hijab merupakan produk politik (Iqbal, M. M. 2021).

Penggunaan jilbab sendiri memiliki perkembangan tersendiri, dimulai dari penggunaan jilbab yang hanya menutupi bagian belakang kepala saja, kemudian terus berkembang hingga muncul model-model jilbab terbaru dan menjadi tren dari masa ke masa. Cadar merupakan versi lanjutan dari pengguna jilbab, dalil-dalil yang mengatur mengenai wajib atau tidaknya penggunaan cadar masih diperdebatkan (Faudy, 2017). Akan tetapi pandangan tentang penggunaan cadar membawa konsekuensi penolakan yang lebih besar dari jilbab selain persoalan stigma yang dikaitkan dengan wanita bercadar yaitu aliran Islam fundamental yang erat dengan aksi terorisme di Indonesia, selain itu pemakaian cadar saat ini juga menghadapi penolakan teknis terutama yang berkaitan dengan pelayanan di ruang publik. Jika dilihat dari sudut pandang sosial, adanya keberadaan perempuan bercadar masih belum dapat diterima secara penuh oleh masyarakat Indonesia, bagi masyarakat Indonesia penggunaan jilbab saja sudah umum dan pantas sehingga tidak perlu berlebihan karena dengan pemakaian cadar justru akan menambah stereotip perempuan bercadar dianggap radikal. Permasalahannya cadar sering diasosiasikan dengan atribut organisasi Islam yang fanatik dan fundamentalism . Hal tersebut lebih kuat melekat dengan pemberitaan di media massa yang memberi cap bagi perempuan bercadar yaitu istri teroris.

Perempuan bercadar di Indonesia akhir-akhir ini menjadi sorotan media massa dan masyarakat sejak terjadi teror bom di berbagai wilayah Indonesia yang sering sekali melibatkan perempuan bercadar. Dengan kejadian ini, yang terjadi banyak perempuan bercadar yang di identikkan dengan terorisme yang hal tersebut membuat wanita bercadar sulit berkomunikasi, berbaur dengan masyarakat sekitar karena pandangan negatif yang melekat pada mereka. Salah satu hal yang di soroti media di Indonesia adalah adanya aksi terorisme dengan teror bom di beberapa wilayah di Indonesia dan salah satu pelaku pengeboman itu melibatkan perempuan yang memakai cadar salah satunya adalah aksi pengeboman bunuh diri di tempat ibadah gereja di kota Makassar yang dilakukan oleh perempuan bercadar. Beberapa kasus dan isu tentang perempuan bercadar adalah bagian dari aksi terorisme membuat perempuan bercadar kesulitan berkomunikasi dan membaur dengan orang lain di sekitar lingkungannya karena adanya pandangan buruk dari identitas berpakaian mereka.

Konsep penggunaan jilbab sendiri merupakan hak asasi seorang perempuan, keputusan untuk memakai atau tidak memakai jilbab ( bagi perempuan muslim) pun menjadi hak asasi mereka, begitu pun dengan perempuan yang memutuskan untuk memakai cadar dalam kehidupan sehari-harinya, karena sejatinya agama Islam sendiri menyuruh agar perempuan dapat menutup aurat dan menjaga kehormatannya, hukum wajib maupun sunah penggunaan cadar sendiri saat ini masih belum bisa di putuskan oleh para ulama. Perempuan yang sedang memperbaiki iman tentunya diimbangi dengan memperbaiki penampilan, atau bahasa yang sering digunakan oleh kaum milenial adalah berhijrah, sehingga banyak perempuan-perempuan di luar sana yang mengubah penampilannya menjadi lebih syar’i dan memakai cadar, hal tersebut sudah menjadi pilihan dan hak asasi seorang perempuan untuk berpenampilan sesuai dengan niat mereka masing-masing, bukan karena ada niat atau aksi fundamentalisme agama. Oleh karena itu, perempuan bercadar terus memperjuangkan posisinya sebagai perempuan, selain sebagai aksi dalam memperjuangkan hak-hak asasi mereka penggunaan cadar ini seiring waktu juga berkaitan dengan perubahan sosial keagamaan yang ada di Indonesia.

Interaksi dengan lingkungan setempat, mereka juga mengikuti kegiatan di lingkungan, mengikuti acara non formal, mereka bekerja, berbelanja dengan tetap menjaga interaksi dengan masyarakat sekitar tanpa membatasinya, meskipun terkadang masyarakat sungkan untuk melakukan interaksi dengan perempuan bercadar dengan anggapan perempuan bercadar selalu menutup diri, pendiam, dan sebagainya. Adanya strategi kosmopolitan ini komunitas Wanita bercadar ini melalui dakwah tentang pentingnya menjaga interaksi dan membaur dengan masyarakat lainnya, dakwah tersebut juga tidak hanya di tunjukan kepada perempuan bercadar saja tetapi juga masyarakat umum, dengan tujuan masyarakat di lingkungan tidak takut lagi dan tidak memandang buruk citra perempuan bercadar di luar sana.

Bagi sebagian umat Islam, cadar dianggap sebagai perintah Allah yang telah tercantum di dalam Kitab Suci Al-Qur’an. Namun banyak pula umat Islam berpendapat bahwa apapun justifikasi terhadap cadar di masa lalu, hal itu tidak mempunyai relevansi sama sekali dengan zaman modern. Sementara kalangan umat Islam ortodoks, khususnya ulama, di sisi lain menganggap cadar bagi perempuan sebagai kebutuhan yang absolut dan menjalankannya dengan semua kekakuan yang bisa dilakukan.Karenanya, interaksi yang dibangun oleh perempuan bercadar, terkadang mendapat berbagai respon dari lingkungan sosial. Perempuan bercadar kerap mengalami kesulitan atau hambatan dalam proses komunikasi untuk membangun hubungan secara personal dengan masyakarat, hal ini yang menjadikan perempuan bercadar terkesan menutup diri dan dipandang negatif oleh masyarakat (Rasyid, L. A., & Bukido, R. 2018).

Tantangan dalam menghadapi keterbatasan dalam mendapatkan pekerjaan, Selain dalam hal pendidikan cadar juga belum sepenuhnya diterima dalam instansi pemerintah atau swasta dalam recuitment pegawai atau karyawan, karena perempuan bercadar dianggap tidak bisa melayani masyarakat atau tidak bisa maksimal dan membatasi interaksi antara masyarakat dengan instansi. Selain di suatu instansi penggunaan cadar juga banyak tidak di perbolehkan dalam dunia pekerjaan freelance seperti pelayan coffe shop, restoran, dan toko-toko lainnya, kualifikasi yang biasanya di tetapkan adalah wanita berhijab saja atau non hijab, dan tidak menerima perempuan bercadar, bahkan di lihat dari realitasnya saja di coffe shop ataupun di restoran tertentu jarang menemukan perempuan bercadar bekerja. Cadar dianggap dapat mengganggu komunikasi antara pelayan dengan pembeli, padahal dilihat balik ketika pembeli menggunakan cadar masih bisa komunikasi dengan pelayan toko maupun tempat-tempat perbelanjaan lainnya, Tantangan yang paling umum adalah, stigma buruk yang melekat di masyarakat, Pandangan buruk tentang cadar dalam masyarakat juga menjadi tantangan tersendiri bagi perempuan-perempuan bercadar, cadar yang selalu dikaitkan dengan aksi-aksi radikalisme agama dan teorisme terutama di Indonesia membuat masyarakat memandang buruk citra perempuan bercadar.

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun