Saat-saat remaja yang terindah, tak bisa terulang
Kutipan itu, mengingatkan gue akan masa putih abu-abu yang begitu berharga buat gue. Pada saat itu, masa yang paling tepat untuk mencari jati diri, membuat sebuah pengakuan, memperluas jaringan, menyusun mimpi supaya jadi kenyataan, dan lain sebagainya. Setidaknya, itulah yang dilakukan teman-teman gue saat masa SMA dulu. Kalo gue? hmm... gak sanggup gue menceritakannya.
imajinasi lebih penting daripada ilmu pengetahuan - Albert Einstein
Karena terlalu melahap mentah-mentah kutipan itu, gue jadi mengesampingkan belajar dan sering berimajinasi. Tapi tunggu dulu. Tuhan tidak mungkin menciptakan hal yang sia-sia, Imajinasi gue dikenal sebagai imajinasi yang kritis dan peka terhadap lingkungan. Jadi walaupun gue kosong dalam hal pelajaran, tapi setidaknya gue masih berguna disaat teman gue meminta masukan atau pendapat. Istilah kerennya, jadi konsultan dikelas deh.
Tapi, saat mulai masuk ke kelas 12. Hal yang kurang bermanfaat itu berkurang. Karena, gue kenalan dengan sebuah program yang sangat hitz sekaligus menakutkan bagi sebagian anak SMA (termasuk gue). Program yang diyakini dapat merubah masa depan, dan menjamin kesuksesan. Siapa lagi kalo bukan SNMPTN.
Setelah kenalan dengan SNMPTN yang selanjutnya akan gue panggil dengan sebutan "doi". Hidup gue jadi sering galau, resah, dan gundah gulana. Bukan karena gue gak yakin lulus seleksinya doi. Tapi, lebih mengerikan dari itu. Gue belum nemu jurusan yang harus gue tuju.
Tapi, bukan gue kalo gampang nyerah. Setelah gue banyak baca artikel, dan konsultasi ke orang-orang terdekat. Akhirnya, gue memutuskan untuk memilih jurusan Kedokteran hewan di Institut Pertanian Bogor. Gue pilih IPB karena Fakultas Kedokteran Hewan terbaik se-Asia Tenggara. Setelah gue menemukan jurusan yang tepat buat gue, saat itu juga gue bertekad untuk harus keterima disana.
Hari-hari gue lalui dengan penuh semangat belajar dan tentunya berdo'a. Gue optimis pasti keterima disitu. Padahal kalo gue liat nilai rapor gue, sangat jauh dari standar. Tapi, karena gue sering denger kalo doi itu main hoki-hokian. Jadi gue percaya diri aja.
Pada saat itu, bukan hanya dukungan dan do'a yang gue terima. Terkadang, hal-hal yang ngejatuhin mental pun terdengar dari sebagian orang. Bukan hanya karena jurusan yang gue ambil, tapi juga karena gue terlalu optimis bakal diterima. Padahal kan, kuliah di PTN itu belum tentu bahagia. Mungkin, kalo mereka ngomongnya sekarang. Gue pasti respect sama mereka. Tapi, waktu itu gue kesel banget sama orang kaya gitu. Bukannya ngedukung, tapi malah nakut-nakutin. Jadi, pada saat itu gue memilih untuk menganggap perkataan mereka sebagai motivasi semata.
Pendaftaran SNMPTN pun di buka, dan seluruh siswa di SMA gue semangat untuk segera mendaftar ke Universitas pilihan mereka. Tak terkecuali siswa di kelas gue, mereka sangat antusias menyambut pembukaan pendaftaran SNMPTN. Saat itu obrolan di kelas pun tidak jauh seputar Universitas dan jurusan. Ada yang udah dapet jurusan dan Universitas nya, ada yang belom sama sekali, dan ada yang biasa aja. Dan bisa kalian tebak, gue dengan sok kerennya bilang kalo gue mau masuk FKH IPB. Ditambah dengan do'a dari teman-teman dan guru gue, gue makin optimis masuk kesana.
Selang beberapa bulan dari situ, detik-detik pengumuman SNMPTN sudah dekat. Dari orang yang dulunya optimis berubah jadi pesimis, yang dari dulu pesimis makin pasrah. Ya memang, saat itu kita hanya bisa pasrah. Hasil SNMPTN akan di umumkan pada tanggal 9 April 2015. Dan biar keren pas sujud syukur karena keterima di SNMPTN, gue dan ke-5 teman gue ( Alsan, Ramdan, Rudi, Dido, dan Filza ) memutuskan untuk membuka hasil SNMPTN di puncak Gunung Gede. Dan pada tanggal 8, kami mendaki Gunung Gede.
Di Gunung Gede, kami kesulitan mendapat sinyal. Sinyal hanya ada di puncak Gede. Jadi kami tidak sempat membuka hasil nya pada tanggal 9. Tapi, kami membuka pengumuman hasil SNMPTN nya pada tanggal 10 pagi ditemani sunrise di puncak gede. Saat gue membuka situs resmi SNMPTN, lalu gue memasukan nomor NISN gue. Ternyata hasilnya di luar dugaan gue selama ini. Ya... Gue di tolak sama doi. Perasaan gue saat itu hancur dan bingung harus ngapain. Dan gue berusaha untuk tenang dan ikhlas di depan teman-teman gue. Apalagi pas denger sahabat gue lulus ke kampus yang sama.