Mohon tunggu...
Kiki Hadi
Kiki Hadi Mohon Tunggu... Freelancer - Broadcater/ Manajer Program/ Radio MQ FM Jogja

Manusia otak kanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pahlawan Devisa yang Merana

15 April 2015   16:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:04 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pahlawan Devisa perempuan atau biasa di sebut tenaga kerja wanita, TKW, kembali menjadi sorotan public pekan ini, pasca kejadian, eksekusi mati yang dilakukan kepada, Siti Zaenab. Tanpa ada pemberitahuan sebelumnya, wanita yang sudah mendekam di penjara Madina sejak 1999 tiba-tiba saja dieksekusi pada selasa siang 14 April 2015 waktu Indonesia, atau pukul 10 waktu Arab Saudi, di Madinnah.

Di lansir dari kompas on line 15 April, Siti Zainab di tuduh melakukan dipidana,  atas kasus pembunuhan terhadap istri dari pengguna jasanya yang bernama Nourah Bt. Abdullah Duhem Al Maruba pada tahun 1999. Dia kemudian ditahan di Penjara Umum Madinah sejak 5 Oktober 1999. Setelah melalui rangkaian proses hukum, pada  8 Januari 2001, Pengadilan Madinah menjatuhkan vonis hukuman mati atau qishash kepada Siti Zainab. Dengan jatuhnya keputusan qishash tersebut maka pemaafan hanya bisa diberikan oleh ahli waris korban. Namun, pelaksanaan hukuman mati tersebut ditunda untuk menunggu Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi, putra bungsu korban, mencapai usia akil balig.  Pada tahun 2013, setelah dinyatakan akil balig, Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi telah menyampaikan kepada pengadilan perihal penolakannya untuk memberikan pemaafan kepada Siti Zainab dan tetap menuntut pelaksanaan hukuman mati. Hal ini kemudian dicatat dalam keputusan pengadilan pada tahun 2013.

Kasus Buruh migrant Siti Zainab, tentu menjadi tamparan keras bagi pemerintah Indonesia, mengingat apa yang dilakukan Siti Zainab kepada majikanya sebagai wujud pembelaan diri, atas kejahatan kekerasan yang telah dilakukan oleh majikanya. Di tambah lagi eksekusi mati yang dilakukan  pemeritah Arab Saudi kepda Siti Zainab, tanpa pemberitahuan kepada perwakilan Pemerintah Indonesia di Arab Saudi. Tentu saja kasus tersebut menyalahi  menyalahi konvensi Viena dan tata krama diplomasi.

Berdasarkan data dari kementrian luar negeri selain Siti Zainab,  Ruyati binti Satubi yang sudah dieksekusi di Arab Saudi, terdapat 303 Warga Negara Indonesia yang terancam hukuman mati sejak tahun 1999 hingga 2011. Dari 303 orang, tiga orang telah dieksekusi, dua orang dicabut nyawanya di Arab Saudi, dan satu orang di Mesir. Malaysia menjadi negara yang memiliki daftar kasus WNI terancam hukuman mati terbanyak dengan jumlah 233 TKI.

China berada di peringkat kedua dengan 29 orang TKI, dan Arab Saudi berada di peringkat ketiga dengan 28 orang TKI.  Dari 303 TKI itu, 216 orang masih dalam proses pengadilan. Malaysia menjadi negara yang paling banyak memproses pengadilan TKI yang terancam hukuman mati, yaitu sebanyak 177 orang. China di urutan kedua, sebanyak 20 orang dan setelah itu disusul Arab Saudi sebanyak 17 orang TKI. Dari data Kemenlu, narkoba menjadi faktor penyebab terbanyak TKI diancam hukuman mati--ada 209 kasus. Sedangkan membunuh berada di peringkat kedua dengan 85 kasus.  Jika diurut berdasarkan negara, di Arab Saudi kasus pembunuhan menjadi penyebab utama TKI terancam hukuman mati. Ada 22 kasus pembunuhan yang didakwakan kepada TKI. Di Malaysia, kasus penyalahgunaan narkoba menyebabkan 180 TKI diancam hukuman mati. Pembunuhan berada di peringkat kedua, dengan 50 kasus.

Permasalahan buruh migrant  atau TKW, seolah menjadi peramasalahan klasik yang belum menemui pemecahan. Kondisi dan keberadaan perempuan di ranah public  di Indonesia memang belum diperhitungkan, perempuan di Indonesia masih termarginalkan, dimana perempuan hanya diperhitungkan di ranah domestic, ketimbang ranah public, perempuan sangat di identikan  sebagai konco wingking, yang identik dengan sumur, kasur, dapur, jadi tidak bisa dipungkiri posisi-posisi startegis masih di pegang oleh kaum laki-laki.

Kondisi-kondisi seperti ini akhirnya memaksa perempuan tidak bisa medapatkan keleluasaan untuk bekerja di sektor formal dengan maksimal, karena persyaratan kualifikasi yang tidak medukung mereka. Akhirnya sektor-sektor informal seperti sebagai buruh cuci, pembantu rumah tangga yang dibidik kaum perempuan untuk bertahan hidup. Akan tetapi pendapatan yang mereka peroleh tidak sebanding dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Keputusan untuk bekerja di luar negeri meskipun juga hanya menjadi pembantu seolah menjadi pekerjaan yang akhirnya diminati, karena nilai nominal yang diperoleh cukup menjanjikan untuk bertahan hidup di negeri sendiri.  Kemudia yang menjadi titik permasalahanya adalah, TKW-TKW  yang dikirim ke luar negeri tersebut  belum mendapatkan bekal yang maksimal, pendidikan yang rendah seolah menjadi  daya tawar yang rendah pula.

Pemerintah tentu menjadi tonggak utama dalam mengatasi persoalan pelik ini. Dalam kasus Siti Zainab, berdasarkan keterangan dari Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Christiawan Nasir pemerintah sudah sejak awal kasus bermula, justru telah mengawal kasus hukumnya, secara hukum  diplomasi dan informal. Dari segi hukum, Pemerintah RI telah memberikan pendampingan hukum, selama Siti Zainab menghadapi persidangan. Sementara, dari segi diplomasi, tidak kurang tiga Presiden dimulai dari mendiang Abdurahman Wahid, SBY dan Joko Widodo telah menulis surat kepada Raja Saudi. Tujuannya untuk memohon pengampunan bagi Zainab.

Tentu saja, penyelesaian persolan tidak berhenti pada tataran hukum serta diplomasi semata. Dalam mungrai kasus buruh migrant. Pemerintah harus serius dalam proses penciptaan lapangan pekerjaan, dan memberikan ketrampilan supaya masyarakat usia produktif mampu menciptakan lapangan pekerjaannya sendiri.Selain itu payung hukum serta perlindungan  yang mengayomi menjadi salah satu hal yang cukup penting. Sikap tegas pemerintah juga diperlukan ketika menghadapi situasi-situasi seperti ini.  karena tidak di pungkiri para TKW menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar di negeri kita.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun