Mohon tunggu...
Muhamad Rizki Noor Abdilah
Muhamad Rizki Noor Abdilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - masih mahasiswa yang sebentar lagi lulus, hehe

tingginya 176 cm, berat badan 75 kg, rambut agak gondrong (tapi gatau kalau tahun depan), kata orang aku body goals sih, suka makan, foto-foto, denger musik, dan nulis. lebih detail lagi terkait diriku boleh dm ke @rizkinoorr_ aja, ya. hehe

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Judging dan Perceiving sebagai Kacamata Pandang Seorang Konselor untuk Menilai Mahasiswa yang Telat

19 September 2023   10:00 Diperbarui: 19 September 2023   10:05 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam konteks kehidupan sosial tentunya akan ada banyak sekali aktivitas yang membutuhkan sangkut paut orang lain; dan banyak diantaranya yang memerlukan sebuah perhatian khusus dari orang-orang tertentu. Tentunya perhatian tersebut diberikan oleh orang yang memiliki keahlian dalam bidang-bidang terkait sesuai dengan konteks permasalahan yang sedang dialami atau hal yang ingin dimintai pertolongan. 

Dalam hal ini, konselor yang merupakan sebuah profesi yang perlu menilai suatu kasus dari berbagai aspek; tidak hanya hitam dan putih; melainkan abu-abu, kuning, merah, jingga, hijau, dan lain-lain warna yang menjadi sebab atau indikasi seseorang melakukan suatu perbuatan atau tindakan perlu seorang konselor ketahui. Dan bukan menjadi seorang hakim (judging) pemutus salah atau tidaknya tindakan seseorang, tapi harus memperhatikan latar belakang mengapa perilaku tersebut bisa terjadi atau harus memikirkan dengan kacamata konseli dengan pertimbangan-pertimbangan logis mengapa hal tersebut pada akhirnya dapat terjadi, atau bisa disebut dengan perceiving.

Konselor merupakan pihak eksternal yang bisa memberikan bantuan kepada konseli sebagai jalan untuk menyelesaikan permasalahan konseli, yang mana dalam hal ini konselor merupakan bagian dari "pihak luar" yang dapat memberikan pertolongan secara profesional. sebagai seorang konselor yang profesional tentunya harus dibekali dengan kompetensi-kompetensi khusus sebagai penunjang dalam melakukan aktivitas konseling. Dalam Permendiknas Nomor 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Di dalamnya dirumuskan empat kompetensi yang harus dimiliki konselor, yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. 

Sebagai bentuk profesionalisme dalam melakukan konseling, konselor mesti memperhatikan standar kompetensi di atas, yang dimana salah satunya adalah profesional. Bentuk profesionalisme seorang konselor dapat ditunjukkan dalam proses layanan konseling yang efektif. Efektivitas suatu layanan konseling dapat terlihat dari kemandirian konseli dalam menyelesaikan permasalahan dalam hidupnya. Hal ini dapat didukung dengan sebuah sikap perceiving yang harus dihadirkan oleh seorang konselor.

Konselor dalam praktiknya harus memasang sikap netral terhadap konseli, sekali pun konseli dalam posisi yang salah. Dalam konteks keterlambatan mahasiswa yang tidak datang sesuai dengan waktu yang sudah dijadwalkan, seorang konselor mesti menelisik ke belakang, dan menempatkan diri pada suatu pemahaman akan realita yang sedang dialami oleh seorang konseli. Bisa saja alasan-alasan yang mendasari seorang mahasiswa datang terlambat ke kelas adalah karena macet di jalan, ada keperluan yang urgent di rumahnya, atau misalkan mengurus kerabat yang sedang sakit, dan lain-lain hal yang bisa saja terjadi.

Sebaliknya, konselor dituntut untuk menghindari sikap-sikap menghakimi akan kesalahan konseli, misalnya dengan mengomeli perbuatan konseli karena dianggap hal tersebut merupakan tindakan yang salah atau contoh yang lainnya seperti memberikan sebuah penghakiman dan menuntut konseli untuk berubah sesuai dengan nilai-nilai kebeneran yang konselor yakini.

Jika seorang konselor tidak mencoba untuk terbuka terhadap permasalahan konselinya, yang mana dalam hal ini masih berkaitan dengan konteks mahasiswa yang terlambat datang ke kelas, maka efektivitas layanan konseling tidak akan terjadi. Karena konselor menutup mata akan latar belakang masalah dan hanya terfokus pada akibat dari sebab yang telah dilakukan konseli. Jelas hal ini tidak sesuai dengan kompetensi profesional yang harus dihadirkan tadi. 

Oleh karenanya, seorang konselor mesti menempatkan diri pada sikap yang netral dan tidak memberikan suatu justifikasi akan kesalahan yang dilakukan oleh konseli, tapi lebih kepada melihat secara empiris tentang hal-hal yang melatarbelakangi perilaku tersebut dapat terjadi, yaitu dengan cara menjadi seorang konselor yang perceiving dan menghindari sikap judging terhadap konseli. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun