Sepertinya bukan sebuah lelucon, ketika ada orang tua yang memberikan nama terhadap anaknya dengan nama seorang tokoh. Ada maksud dan tujuan tentunya atau lebih tepatnya adanya sebuah harapan besar dikemudian hari. Hal tersebut tidak terlepas dari alasan kuat atas penamaan tersebut. Mayoritas nama tokoh di Indonesia yang sering menjadi inspirasi yaitu Soekarno, Mohammad Hatta dan lain-lain, bahkan tidak sedikit yang menggunakan nama tokoh pahlawan yang telah gugur di medan peperangan dahulu kala.
"Jokowi", sekilas memang tampak aneh ketika ada seorang ibu memberi nama anaknya dengan nama tersebut. Seseorang yang baru saja dikenal sehingga mungkin saja saat ini belum bisa dikatakan sebagai seorang tokoh. Â Namun tidak bagi orang tua anak tersebut, jokowi dimata mereka adalah sesosok yang hebat, sang inspirator yang sederhana dan gigih. Harapannya sederhana, agar suatu hari nanti anak tersebut yang telah resmi dinamai jokowi dan terlahir tepat pada tanggal 17 Agustus 2014 dapat menjadi seorang pemimpin yang hebat dan berpotensi seperti Jokowi. Tentu-nya hal tersebut bukan hal yang tanpa dasar. Pertimbangan yang matang telah membuat keyakinan begitu kuat atas kekaguman diri akan sesosok jokowi.
Setiap orang tentu-nya punya hak untuk memilih siapa yang akan dijadikan sebagai inspirator. Saya tentunya demikian, sesosok tokoh yang saya kagumi saat ini bukan seseorang yang telah gugur sebagai seorang pahlawan. Saya mengagumi tokoh pilihan saya karena  betul-betul menginspirasi secara langsung. Di kesempatan lain saya ingin sekali menulis profil tentang tokoh tersebut dengan harapan agar dapat pula menjadi inspirasi pembaca.
Sekilas tentang tokoh yang saya kagumi, beliau adalah dosen pembimbing tesis saya ketika saya kuliah di Universitas Sebelas Maret, dr Afiono Agung Prasetyo, phD. Sama seperti orang tua si bayi yang bernama jokowi tersebut, saya mengagumi beliau karena kegigihannya dalam berkerja dan semangat yang tidak pernah luntur. Banyak hal yang dapat dipelajari, terutama "mental". Sebagai generasi bangsa sangat tidak semestinya bermental lemah dan manja (selalu bergantung dengan orang lain), namun harus mandiri dan kreatif. Dalam hal ini, menurut saya kedua tokoh tersebut mempunyai tujuan yang sama, yakni sebagai tokoh pencetus "revolusi mental". Hal ini betul-betul saya rasakan, mental saya sebelumnya yang lemah, setelah bertemu dengan beliau ada perubahan besar dalam diri saya.
Sebagai kesimpulan dalam tulisan singkat saya, untuk menjadikan seseorang tokoh yang menginspirasi tidak lah harus terhadap mereka yang sudah tiada. Menurut hemat saya orang yang saat ini tengah berjuang akan lebih bermakna dan mengena jika dijadikan sebagai "sang inspirator". Dengan begitu kita bisa mengikuti rekam jejaknya lebih efisien dalam menuntun langkah kita kearah yang lebih baik. Secara psikologis tentunya hal ini akan berpengaruh besar. Jadi, mulailah dari sekarang tentukan siapa tokoh yang akan menjadi inspirasimu dan banyaklah belajar dari-nya.
Semoga sukses *smile
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H