Mohon tunggu...
Rizki naufal
Rizki naufal Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang mahasiswa

Lahir di Nunukan( Kalimantan) pada 18 Maret 2003

Selanjutnya

Tutup

Diary

Ayahku yang Tak Tergantikan

11 Maret 2022   00:53 Diperbarui: 11 Maret 2022   00:55 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Jika bercerita tentang orang tua kita, kebanyakan orang pasti akan menceritakan ibunya, karena memang beliau adalah sosok yang melahirkan kita, mengasuh kita dan mendidik kita mulai dari saat masih kecil hingga sekarang. Namun dibalik sosok ibu yang selalu menjaga dan mendidik kita dari kecil, terdapat sosok ayah yang selalu berkerja keras/banting tulang untuk menafkahi keluarganya termasuk diri kita. 

Beliau memiliki cara tersendiri untuk menyayangi anak-anaknya, diantara dengan menyekolahkan kita, memarahi kita saat berbuat salah dan cara-cara lainnya. Ditulisanku kali ini aku akan sedikit menceritakan tentang sosok ayahku yang telah menafkaiku dan mendidikku dengan cara-cara yang berbeda dari ibuku. 

Bisa kubilang aku tidak terlalu sering berkumpul dan bergaul dengan ayahku secara langsung, karena beliau bekerja di kalimantan untuk menafkahi keluarganya termasuk dengan diriku, dan kerkadang beliau pulang antara 1 atau 2 kali dalam satu tahun, selama sekitar 4, 3, 2 mingguan atau terkadang bahkan lebih sedikit. 

Saat dirumah seringkali aku diajak bersih-bersih rumah bersama, jalan-jalan bersama dan olahraga bersama, jika aku gambarkan secara sekilah ayahku adalah sosok yang sangat pekerja keras dan tegas terhadap anak-anaknya. Beliau tidak segan untuk memarah apabila anaknya berbuat suatu kesalahan, selain itu ayahku ingin anak-anaknya menjadi sosok yang pekerja keras dan ingin anak-anaknya memiliki banyak pengalaman, yang tentunya pengalaman-pengalaman positif. Dibalik sifatnya yang tegas terhadap keluarganya, ayahku memiliki kisah masa lalunya yang cukup menarik untuk ceritakan. 

Ayahku lahir di Dusun Klampok Desa Karang Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban, namun saat masih kecil ayahku (sebelum masuk SD dan setelah masuk SD) tinggal di Dusun Prungahan di Kecamatan Semanding. 

Disana ayahku menghabiskan masa-masa kecilnya dilingkungan yang rata-rata penduduknya seorang petani, sehingga ayahku sangatlah sering pergi kesawah untuk membantu membajak sawah, menjaga padi waktu menguning agar tidak dimakan burung, dan bermain ketapel untuk memburu tupai atau burung yang apabila dapat, bisa dibakar dan dapat dimakan (saat itu ayahku bercerita apabila diberi sedikit garam rasanya enak). 

Selain disawah, ayahku juga sangatlah sering di ajak untuk mencari sayur pakis disepanjang sungai cemara, dan apabila saat musim yuyu (sejenis kepiting kecil yang tinggal di sawah atau sungai), terkadang ayahku menangkapnya dan memasaknya dengan kuah. Sedangkan ketika musim hujan ayahku sangatlah suka menangkap laron, bahkan beliau sering mencaridi tempat keluarnya, dibawah rindangnya pohon bambu dimalam hari, ketika sudah mengumpulkan cukup banyak, di bersihkan sayapnya dan digoreng. 

Sampai ketika ayahku sudah kelas 6 SD, karena kakekku yang merupakan kepala sekolah di SD tersebut saat itu, dipindah tugaskan di Kecamatan Palang, sehingga mau tidak mau ayahku harus ikut pindah, yang akhirnya pindah di SD Negeri Kradenan. 

Di Kradenan ayahku sangatlah sering membantu para nelayan seperti membantu membawa tangkapan ikan yang baru saja di tangkap dan membantu mendorong perahu kedarat pakai batang kelapa sepanjang sekitar 1,5 m, yang kemudian di ganjalkan dibawah perahu dan lalu di dorong bersama-sama. Kerkadang apabila nelayan mendapat tangkapan ikan yang banyak, ayahku dan teman-temannya yang membantu di beri 1-2 ekor ikan setiap satu kapal. 

Selain itu, disana saat itu sangat banyak sekali musholah yang memberikan ayakku banyak kesempatan untuk mengaji dan menimba ilmu-ilmu agama disana, sehingga membuat ayahku sangatlah bersyukur karena dapat pindah kesana. 

Ayahku sangat menyukai sepak bola, sehingga beliau sangatlah sering bermain bola di pingir pantai bersama temannya dulu, hingga suatu hari ada seseorang yang merupakan Kepala Pusri (Gudang PUSRI pupuk Sriwijaya) yang sangat sering melihat ayahku dan teman-temannya bermain bola, yang membuat dia akhirnya sering berkumpul dengan ayakku dan teman-temannya untuk di latih di lapangan desa, bahkan beliau membelikan sepatu bola untuk ayakku dan teman-temannya, yang saat itu berharga sekitar Rp. 4.500,- saat itu ayahku mencicil sepatu tersebut sekitar 4-5 kali, disana ayahku belajar teknik dasar bermain sepak bola, hingga pernah sampai bermain di alun-alun Kota Tuban, saat itu Club junior ayahku di namai "Tunas Putra" yang saat itu melawan PERSATU (Junior) Tuban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun