Mohon tunggu...
Mochamad Rizki
Mochamad Rizki Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana Jakarta

NIM: 55522120032 | Program Studi: Magister Akuntansi | Jurusan: Akuntansi Pajak | Fakultas: Ekonomi Bisnis | Universitas: Universitas Mercu Buana | Perpajakan Internasional dan Pemeriksaan Pajak | Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kuis 9 - Diskursus Kesadaran David R Hawkins, dan Jeff Cooper Pada Upaya Wajib Pajak Untuk Memperbaiki SPT

30 Mei 2024   16:59 Diperbarui: 30 Mei 2024   17:02 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahan Ajar Prof Apollo

Bahan Ajar Prof Apollo
Bahan Ajar Prof Apollo

David R. Hawkins dan Pemikirannya

David R. Hawkins lahir pada tahun 1927 di Amerika Serikat yang kemudian memperoleh gelar kedokteran dari Universitas Wisconsin. Setelah menyelesaikan masa studinya, ia menjadi seorang psikiater dan kemudian mengabdikan hidupnya untuk kemudian memahami aspek-aspek dari spiritualitas manusia. Dengan pengalaman meditatif serta penelitian yang mendalam, Hawkins mengembangkan wawasan serta pemahaman yang unik tentang kesadaran manusia. Menariknya, Hawkins pada awalnya merupakan seorang ateis setelah membaca sebuah karya Thomas Paine yang berjudul "The Age of Reason" ketika ia masih berusia remaja. Salah satu kontribusi terbesar dari David R. Hawkins ialah pengembangan dalam Konsep Skala Kesadaran (Map of Consciousness). Skala tersebut didasarkan pada pengukuran terhadap energi yang ada di alam semesta. Hawkins berpendapat bahwa setiap individu memiliki tingkat skala kesadaran yang berbeda-beda, yang dapat berkisar dari tingkat yang rendah hingga tingkat yang lebih tinggi dalam rentang 0 hingga 1000. Skala tersebut terdiri dari tingkatan yang berurutan, mulai dari ketidaksadaran, ketakutan, keinginan, pengetahuan, hingga kesadaran transenden. Namun, meskipun konsep dari skala kesadaran David R. Hawkins telah mendapatkan pengakuan serta apresiasi dari berbagai kalangan, baik dari kalangan akademisi maupun non-akademisi, serta memiliki banyak pengikut di komunitas spiritual, masih terdapat beberapa catatan kritis terhadap pendekatan Hawkins yang mengungkapkan adanya "celah" dalam konsep skala kesadaran tersebut. Salah satu catatan kritis berasal dari Ridge (2018) dalam penelitiannya "Examining the Validity of Dr. David R. Hawkins' Map of Consciousness: A Mixed-Methods Analysis". Ridge melakukan analisis dengan menggunakan berbagai metode untuk mengevaluasi terhadap validitas konsep skala kesadaran Hawkins. Dalam penelitiannya, Ridge menganalisis data dari survei yang melibatkan responden sejumlah 533 responden. Ia juga menggunakan metode kuantitatif serta kualitatif, termasuk analisis faktor eksploratori, analisis korelasi, serta wawancara mendalam, untuk dapat menguji hubungan antara variabel-variabel yang ada dalam skala kesadaran Hawkins. Hasilnya, Ridge menemukan bahwa tidak ada korelasi yang kuat antara tingkat kesadaran dan faktor-faktor yang diukur dalam penelitian tersebut. Ridge juga menyatakan bahwa skala dari konsep kesadaran Hawkins kurang mampu untuk menggambarkan keruwetan pengalaman kesadaran dari manusia secara komprehensif. Konsep ini berasumsi bahwa kesadaran manusia dapat diukur serta ditempatkan dalam tingkatan yang terpisah, namun penelitian Ridge menyebutkan bahwa realitasnya masih jauh lebih kompleks daripada model tersebut. Ridge juga menyoroti bahwa pengalaman dari kesadaran manusia melibatkan aspek-aspek yang jauh lebih rumit serta beragam, yang tidak dapat direduksi secara sederhana ke dalam tingkatan yang terpisah. Selain itu, terdapat juga pendapat yang menyatakan bahwa konsep skala kesadaran dari Hawkins terlalu sempit serta tidak mempertimbangkan kompleksitas manusia secara menyeluruh. Konsep ini mengkategorikan manusia ke dalam tingkatan yang tetap, tanpa memperhitungkan dinamika ataupun perubahan yang mungkin terjadi dalam perjalanan spiritual seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran manusia bersifat subjektif serta bervariatif yang dipengaruhi oleh berbagai aspek dan tidak selalu terikat pada tingkatan yang kaku. Di sisi lain, skala kesadaran yang telah dikembangkan oleh Hawkins cenderung memfokuskan pada individu dan kesadaran personal tanpa mempertimbangkan realitas sosial, budaya, dan faktor eksternal lainnya yang memengaruhi tindakan manusia. Hal ini dapat menyebabkan keterbatasan ketika ingin memahami dan menjelaskan dinamika sosial yang rumit.

Jeff Cooper dan Pemikirannya

Cooper lahir di Los Angeles 10 Mei 1920. Kemudian dia mendaftar di Korps Pelatihan Perwira Cadangan Junior di Sekolah Menengah Los Angeles. Ia lulus dari Universitas Stanford dengan gelar sarjana ilmu politik. Ia menerima komisi tetap di Korps Marinir Amerika Serikat (USMC) pada bulan September 1941. Selama Perang Dunia II ia bertugas di teater Pasifik dengan Detasemen Marinir di atas kapal USS Pennsylvania. Pada akhir perang, dia dipromosikan menjadi mayor. Ia mengundurkan diri dari tugasnya pada tahun 1949 namun kembali aktif bertugas selama Perang Korea, di mana ia mengaku terlibat dalam peperangan tidak teratur di Asia Tenggara, dan dipromosikan menjadi letnan kolonel. Setelah Perang Korea, dia meninggalkan tugas aktifnya. Pada pertengahan 1960-an, ia menerima gelar master dalam bidang sejarah dari University of California, Riverside. Dari akhir 1950-an hingga awal 1970-an, dia adalah guru sejarah paruh waktu di sekolah menengah atas dan perguruan tinggi. Sumbangan pemikiran Jeff Cooper adalah tentang kode warna terhadap level kepekaan. Sarana yang paling penting untuk bertahan dari konfrontasi yang mematikan, menurut Cooper, bukanlah senjata atau keterampilan bela diri. Alat utamanya adalah pola pikir tempur, yang dituangkan dalam bukunya, Prinsip Pertahanan Pribadi. Cooper menemukan kode warna yang terdiri dari empat warna antara lain putih, kuning, oranye, dan merah:

  • White

Dalam kode putih,  Anda tidak siap dan tidak siap untuk mengambil tindakan mematikan. Jika Anda diserang dalam warna Putih, Anda mungkin akan mati kecuali musuh Anda benar-benar tidak kompeten.

  • Yellow

Dalam warna Kuning Anda membawa diri Anda pada pemahaman bahwa hidup Anda mungkin dalam bahaya dan Anda mungkin harus melakukan sesuatu untuk mengatasinya.

  • Orange

Di dalam Orange Anda telah menentukan musuh tertentu dan siap mengambil tindakan yang mungkin mengakibatkan kematiannya, namun Anda tidak berada dalam mode mematikan.

  • Red

Dalam mode Merah, Anda berada dalam mode mematikan dan akan menembak jika keadaan memungkinkan.

Kode warna, yang awalnya diperkenalkan oleh Cooper, tidak ada hubungannya dengan situasi taktis atau tingkat kewaspadaan, melainkan dengan keadaan pikiran seseorang. Cooper tidak mengklaim telah menemukan sesuatu yang khusus dengan kode warna, namun ia rupanya orang pertama yang menggunakannya sebagai indikasi kondisi mental. USMC menggunakan "Condition Black", meskipun awalnya bukan bagian dari kode warna Cooper. Menurut Massad Ayoob, "Kondisi Hitam," di masa muda Cooper, berarti "pertempuran sedang berlangsung. "Kondisi Hitam" juga digunakan untuk berarti "tidak bisa bergerak karena panik" atau "dilanda rasa takut".

Sekilas Tentang Pembetulan SPT

Pembetulan SPT merupakan hak dari wajib pajak yang dapat dilakukan apabila ternyata terdapat kesalahan pada pelaporan SPT. Pembetulan SPT ini juga bertujuan untuk memberikan kesempatan pada wajib pajak untuk dapat merevisi ataupun melengkapi laporan SPT untuk tahun pajak yang sama. Pembetulan SPT muncul ketika SPT yang dilaporkan ada yang ingin Anda revisi untuk tahun pajak yang sama. Hal ini sejalan dengan apa yang tertera di Pasal 8 ayat 1 pada undang-undang yang sama yang berbunyi “Wajib pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.” Dengan melakukan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Dirjen Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan, hal tersebut meliputi:

  • Penyampaian surat pemberitahuan pemeriksaan kepada Wajib Pajak, wakil kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak
  • Penyampaian surat pemberitahuan hasil verifikasi
  • Penyampaian pemberitahuan pemeriksaan bukti permulaan

Pembetulan SPT tahunan ini juga memiliki syarat yang perlu dipenuhi oleh Wajib Pajak. Syarat dari pembetulan tersebut diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2016 Pasal 6 ayat (2), yang berbunyi:

  • Surat pemberitahuan pemeriksaan belum disampaikan kepada Wajip Pajak, wakil kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak
  • Surat pemberitahuan pemeriksaan bukti permulaan belum disampaikan kepada Wajip Pajak, wakil kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak
  • Dalam hal pembetulan menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan harus disampaikan paling dalam 2 (dua) tahun sebelum kadaluwarsa penetapan
  • Dalam hal Wajib Pajak membetulkan SPT Tahunan yang telah disampaikan karena menerima Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan,
  • Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya; yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam SPT Tahunan yang akan dibetulkan tersebut, pembetulan disampaikan dalam jangka waktu 3 bulan setelah menerima Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.

Jika wajib pajak membetulkan sendiri terhadap SPT Tahunan kemudian mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, maka wajib pajak akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar. Kemudian, jika wajib pajak melakukan pembetulan sendiri terhadap SPT Masa sehingga utang pajak menjadi lebih besar, besar sanksinya juga sama seperti SPT tahunan yaitu bunga sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun