Sabtu, 22 Agustus 2015, di Gedung Yayasan Kebudayaan Rancagé Jalan Garut No 2 Kota Bandung, telah terselenggara penganugerahan Hadiah Sastera Rancagé 2015. Penganugerahan tahun ini diberikan kepada karya-karya dari Sastra Sunda, Sastra Jawa, Sastra Bali, dan Sastra Batak. Selain pemberian Hadiah Sastera Rancagé, di waktu dan tempat yang sama diberikan juga Hadiah Samsudi, untuk kategori karya sastra anak.
Hadiah Sastera Rancagé pertama diselenggarakan tahun 1989 oleh Yayasan Kebudayan Rancagé. Yayasan ini didirikan oleh para budayawan Sunda seperti Ajip Rosidi, Edi S. Ekajati, dan Erry Riyana Harjapamekas. Dengan usia lebih dari seperempat abad, tentu sudah banyak judul dan sastrawan yang memenangkan penghargaan ini, baik dalam karya maupun jasa.
Pada tahun 2014 terdapat 19 judul buku yang masuk kriteria penilaian Hadiah Sastera Rancagé. Kriteria yang menjadi penilaian yaitu buku-buku selain karya Ajip Rosidi, cetakan ulang, terjemahan, danyang dibuat bersama. Dari ke-19 judul tersebut, akhirnya terpilih tiga buku yang menjadi pertimbangan para juri, antara lain: Dayeuh Kasareupnakeun Nazarudin Azhar, Kembang-Kembang Anten Aam Amilia, dan Lagu Ngajadi Dian Hendrayana.
Aam Amilia berani mengangkat masalah poligami dalam novel Kembang-Kembang Anten. Pengarang yang pernah memperoleh Anugerah Budaya Wali Kota Bandung, Gubernur Jawa Barat, dan Institut Budaya Sunda ini dinilai dewan juri kurang meyakinkan secara psikologis.
Seorang pegiat fiksi mini, Nazarudin Azhar membuat buku kumpulan fiksi mini yang berjudul Dayeuh Kasareupnakeun. Kumpulan fiksi mini ini dinilai rajin mencari bentuk baru untuk menyatakan suatu gagasan. Sayang dari beberapa yang berhasil, banyak juga yang belum berhasil.
Kumpulan guguritan Lagu Ngajadi karangan Dian Hendrayana, dalam penilaian dewan juri mendapat pujian. Meski mendapat penilaian baik, dewan juri mengkritik dalam beberapa bagian, Dian membuat kalimat yang terasa dipaksakan. Tapi tidak sampai menurunkan rasa imajinasi dalam buku tersebut.
Dari berbagai penilaian dan pertimbangan, akhirnya dewan juri memutuskan bahwa kumpulan guguritan Dian Hendrayana dan novel Aam Amilia berhak menjadi pemenang Hadiah Sastera Rancagé 2015 kategori karya dan jasa.
***
Awal 2014, Dian Hendrayana membuat sebuah buku kumpulan guguritan yang diberi judul Lagu Ngajadi. Dalam Kamus Basa Sunda R. Satjadibrata dijelaskan bahwa “guguritan” berasal dari kata “gurit”, yang mempunyai arti “ngagurit” atau mengarang sebuah tembang, melalui proses dirajék dengan bentuk pengulangan dwipurwa menjadi “guguritan” yang mempunyai arti cerita pendek yang bisa ditembangkan.
Buku Lagu Ngajadi, diisi oleh 36 kumpulan guguritan yang diambil dari rumpaka pupuh sekar ageung. Kemudian dibagi menjadi: Kinanti, Sinom, Asmarandana, dan Dangdanggula. Ke-36 guguritan tersebut, kemudian dibagi menurut bentuk dan jumlahnya: (1) Kinanti, 5 (2) Asmarandana, 5 (3) Sinom, 9 (4) Dangdanggula, 17. Dian lebih memilih guguritan dalam bentuk dangdanggula. Mengacu pada sifatnya, dangdanggula adalah pupuh yang menceritakan ketentraman dan kegembiraan. Keluar dari sifatnya, bisa saja Dian bermaksud mencari ruang lebih dalam merangkai kata. Karena dari empat pupuh yang tergolong sekar ageung, dangdanggula menjadi pupuh yang memiliki baris ”padalisan” paling panjang, yakni 10 baris. Lebih banyak satu baris dibanding asmarandana.