Mohon tunggu...
Bung Rizma
Bung Rizma Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Football Blogger - www.pengamatbola.id dan channel YouTube Bung Rizma

Blogger Pengamat Sepakbola sejak 2012 di blog www.pengamatbola.id. Analis Bola dalam program Football Insight di Berita Satu TV selama 5 tahun (2014 - 2019). Top ten Football Analyst di UC News tahun 2017. Analis di website sponsor salahsatu klub Liga Indonesia pada tahun 2015 dan 2019. Untuk kerjasama hubungi WA 081282126529 Saya pernah rutin tampil sebagai Analis dalam Program Football Insight yang tayang di Berita Satu TV selama 5 tahun (2014 - 2019) Semua ulasan saya bisa dibaca di Blog pengamatbola.id atau ditonton di channel YouTube Bung Rizma

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Giampiero Ventura, Blunder FIGC untuk Timnas Italia

30 Agustus 2016   13:16 Diperbarui: 1 September 2016   01:11 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa tidak banyak kritikan kepada Antonio Conte meski Italia gagal melangkah jauh pada Piala Eropa 2016? Italia hanya sanggup melangkah sampai fase perempat final usai ditaklukkan juara dunia Jerman lewat drama adu pinalti. Pun demikian, Conte justru mendapatkan banyak pujian atas kiprahnya bersama timnas Italia. Conte dianggap mampu mengangkat performa Gli Azzuri meski runner up Piala Eropa 2012 itu datang ke Prancis dengan skuad yang dikatakan sebagai skuad terlemah Italia dalam 10 tahun terakhir.

Strategi dan karakter pekerja keras yang ditanamkan Conte pada Buffon dkk mengingatkan orang-orang pada kiprah Conte membangkitkan Juventus dari aib Calciopoli. Klub papan atas Italia yang turun kasta ke Serie B menjelma menjadi penguasa Liga Italia selama 3 musim beruntun ditangan Conte. Wajar kiranya jika public mempertanyakan penunjukan Giampiero Ventura sebagai pengganti Antonio Conte.

Menggantikan sosok yang punya prestasi di level klub seperti Conte dengan seseorang seperti Ventura yang tidak punya catatan prestasi di level atas bersama klub membuat Italia berpotensi mengulang kisah kegagalan Roberto Donadoni. FIGC (PSSI nya Italia) seperti tidak belajar bahwa timnas Italia hanya mampu menunjukkan taji jika ditangani pelatih yang memiliki rekam jejak prestasi di level klub.

Jika melihat kinerja timnas Italia selama 10 tahun terakhir, Gli Azzuri mampu menunjukkan kinerja menjanjikan jika ditangani pelatih yang memiliki rekam jejak positif di level klub. Dimulai pada tahun 2006 saat Italia ditangani Marcelo Lippi. Salah satu pelatih terbaik yang pernah dimiliki Italia itu adalah peraih 5 Scudetto dan 1 trofi Liga Champions bersama Juventus. Rekam jejak positif itu menular ke timnas Italia. Saat menangani Gli Azzuri di Piala Dunia 2006, Lippi mengantarkan Buffon dkk menjadi juara usai menaklukkan Prancis dalam drama adu penalty. Meski gagal pada kesempatan kedua menangani timnas Italia di Piala Dunia 2010, Lippi tetap dianggap sebagai sosok yang berprestasi saat menangani Gli Azzuri.

Pengganti Lippi, Roberto Donadoni adalah blunder FIGC dalam menunjuk arsitek bagi timnas Italia. Berbeda dengan Lippi yang berangkat menangani timnas Italia dengan bekal prestasi bersama Juventus, Donadoni sesungguhnya tidak membawa bekal raihan trofi prestasi saat menangani Livorno dan Genoa. Tanda-tanda Donadoni akan gagal bersama timnas Italia langsung terlihat dalam laga debutnya bersama Gli Azzuri yang berakhir dengan kekalahan 0-2 dari Kroasia. Donadoni bahkan dianggap merusak kinerja Lippi yang sebelumnya mempersembahkan trofi Piala Dunia 2006. Untungnya mantan pemain AC Milan tersebut masih bisa mengantarkan Italia tampil di Piala Eropa 2008. Blunder penunjukkan Donandoni semakin nyata saat Italia berlaga di Piala Eropa 2008. Italia mengalami kekalahan terbesar selama 25 tahun terakhir usai dibantai Belanda 0-3. Perjalanan Italia berakhir di fase perempat final setelah Spanyol menghentikan langkah Buffon dkk lewat drama adu penalty.

Lepas dari Donadoni dan kembali kepada Lippi yang kemudian gagal membangkitkan timnas Italia, FIGC menunjuk Cesare Prandelli pada tahun 2010. Meski tidak bergelimang trofi juara seperti Lippi, profil Prandelli masih lebih baik daripada Donadoni. Prandelli adalah sosok yang mengubah tim elit Italia sekelas Fiorentina dari keterpurukan berjuang menghindari degradasi menjadi tim yang lolos ke Liga Champions musim 2006/2007. Sayangnya skandal Calciopoli membatalkan keikutsertaan Fiorentina ke kompetisi antar klub Eropa paling bergengsi itu.

Di musim selanjutnya, meski harus memulai dengan pengurangan 15 poin, Prandelli masih sanggup membawa Fiorentina lolos ke kompetisi UEFA Cup musim 2007/2008 (sekarang bernama Europa League). Bisa dibayangkan jika saat itu Prandelli tidak harus memulai musim dengan pengurangan 15 poin, Fiorentina bisa saja bertarung untuk perebutan Scudetto. Tangan dingin Prandelli makin terlihat saat Fiorentina melaju sampai semifinal EUFA Cup 2007/2008 sebelum disingkirkan klub Skotlandia Rangers lewat drama adu penalty. Di musim tersebut Prandelli juga sukses meloloskan Fiorentina ke Liga Champions dan berbuah penghargaan Serie A Coach of The Year kepada Prandelli sebagai pelatih terbaik di Serie A musim 2007/2008. Tidak heran jika kemudian penunjukkan Prandelli sebagai pelatih timnas Italia yang baru tidak mendapatkan respon penolakan.

Prandelii memang dianggap saat itu sebagai salahsatu pelatih terbaik yang dimiliki Italia. Keputusan yang kemudian berbuah manis. Dalam debutnya di turnamen besar bersama Gli Azzuri, Prandelli mengantarkan Italia melaju sampai ke final Piala Eropa 2012 meski kemudian harus puas hanya menjadi runner up usai ditundukkan juara bertahan Spanyol. Prandelli kemudian digantikan Conte usai kegagalan Italia di Piala Dunia 2014. Kita kemudian melihat bagaimana Conte menjadikan Italia tampil mempesona meski Gli Azzuri tidak melaju sampai ke partai final seperti saat ditangani Prandelli.

Nah, kini dengan Giampiero Ventura duduk di kursi pelatih Italia, wajar jika kekuatiran akan penurunan performa Gli Azzuri bermunculan. Ventura jelas sosok yang berbeda dengan Conte. Membandingkan raihan hattrick Scudetto Conte bersama Juventus dengan pencapaian biasa-biasa saja Ventura di tim-tim medioker seperti Pisa, Bari, Torino (3 klub terakhir Ventura) jelas tidak sebanding.

Perbandingan Conte dan Ventura yang bagaikan langit dan bumi makin nyata jika membandingkan kinerja Conte dan Ventura saat sama-sama menangani Bari. Conte memenangi titel juara Serie B 2008/2009 bersama Bari sedangkan Ventura yang menggantikan Conte hanya mampu membawa Bari menempati posisi 10 klasemen di musim 2009/2010 yang jadi musim kembalinya Bari ke Serie A. Timnas Italia kini menunggu racikan dari Ventura. Pria 68 tahun itu mesti membuktikan bahwa keraguan tidak pantas ditujukan padanya.

“Mungkin saya belum pernah memenangi liga dan piala tetapi tidak mudah memenangi salahsatunya jika melihat klub-klub yang saya tangani” kata Ventura perihal ketiadaan rekam jejak trofi juara pada karir kepelatihannya. Sebuah pembelaan terhadap catatan minim karir kepelatihan. Faktanya, Conte setidaknya pernah menjuarai Serie B bersama Bari. Apapun itu, FIGC saat ini dipastikan deg-degan dengan keputusan mereka mengangkat sosok yang minim prestasi di level klub. Kisah Roberto Donadoni bisa jadi akan berulang di era Ventura bahkan bisa lebih buruk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun