Hari ini kita melihat pada realita di Indonesia, pendidikan hanya dianggap sebagai sesuatu sarana untuk mendapatkan gelar dan predikat nilai semata. Tidak dapat dipungkiri, benar adanya bahwa kualitas seseorang – terutama dalam merekrut seorang pekerja – di nilai dari gelarnya.
Tak salah juga jika kita melihat bagaimana perjuangan berat seseorang untuk mendapatakan gelar akademik tersebut, sehingga perjuangan tersebut diapresiasi. Akan tetapi, jika kita merujuk pendapat Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara, beliau menyebutkan bahwa pendidikan adalah suatu tuntutan di dalam tumbuhnya kehidupan seorang anak.
Maksudnya adalah pendidikan diartikan sebagai salah satu sarana yang mampu membentuk karakter seorang anak untuk mencapai keselamatan dan keselamatan hidup setinggi – tingginya. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia juga dijelaskan,Pendidikan adalah suatu proses mngubah sikap atau tata laku untuk mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan.
Akan tetapi, di dalam prosesnya, seorang peserta didik hanya terpaku pada kegiatan menghafalkan materi dan menjawab soal ujian saja. Dengan ini, karakter yang diharapkan belum terealisasi karena tujuan utamanya hanya mengacu bagaimana agar mendapatkan nilai yang baik.
Sistem ini kemudian di kritik oleh seorang pengamat pendidikan sekaligus Dosen di salah satu Perguruan Tinggi Negri di Indonesia, Pak Ahmad Baedowi, ia mengatakan bahwa jika pendidikan hanya terpacu pada nilai semata, maka manusia hanya akan di jadikan layaknya robot.
Jika terus menerus, maka out put yg di hasilkan pun akan susah untuk membentuk seorang peserta didik yang kreatif, inovatif, dan solutif. Akibatnya, jika ada suatu masalah, manusia akan kesulitan mencari problem solving tersebut. Padahal akal merupakan salah satu bagian terpenting manusia yang diciptakan Tuhan sebagai sarana berpikir dan tempat yang mampu untuk mengelola kecerdasan manusia.
Lalu, sistem bagaimana yang terbaik dalam pendidikan?
Nah, jadi penulis merujuk pada teknik belajar yang di kemukakan oleh seorang tokoh psikologi, yaitu Dr. Edward De Bono. Ia memperkenalkan sistem pembelajaran yang di sebut The Six Thinking Hats atau enam topi berpikir. Teknik ini menurut saya sangat bagus sebagai prolem solving di dalam pendidikan.Â
Peserta didik dilatih untuk memiliki analisis critical thinking supaya mampu memecahkan solusi yang di temuinya di kehidupan. Selain itu, teknik ini melatih peserta didik untuk kreatif. Sebagaimana yang di sebutkan oleh Sheal, “90% orang belajar dari apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan.
Adapun topi – topi tersebut di gambarkan dalam variasi warna yang berbeda – beda, yaitu :
1. Topi Putih